Apakah Bakar-bakaran pada Tahun Baru Boleh Menurut Islam?

Apakah Bakar-bakaran pada Tahun Baru Boleh Menurut Islam?

Irmalasari - detikSulsel
Minggu, 31 Des 2023 16:04 WIB
restoran barbeque
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Makassar -

Pergantian tahun baru Masehi tinggal menghitung hari. Biasanya momen malam pergantian ini disambut meriah dengan berbagai cara, mulai dari acara barbeque atau bakar-bakaran, pesta kembang api dan terompet hingga karnavalan.

Barbeque atau bakar-bakaran menjadi salah satu kegiatan yang identik dengan kemeriahan Tahun Baru bersama keluarga dan orang-orang terdekat. Ada banyak menu bakar-bakaran, seperti jagung, ikan, sosis, daging, marshmallow, dan sebagainya.

Pesta barbeque bersama keluarga di malam tanggal 31 Desember memang seru. Namun kemudian muncul pertanyaan, apakah acara bakar-bakaran pada tahun baru diperbolehkan dalam Islam?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah Boleh Bakar-bakaran pada Saat Tahun Baru?

Untuk menjawab pertanyaan 'Apakah acara bakar-bakaran pada tahun baru diperbolehkan dalam Islam?', tentunya detikers perlu mengetahui bagaimana hukum merayakan tahun baru dalam Islam.

Sebenarnya tidak ada penjelasan secara spesifik terkait hukum bakar-bakaran saat tahun baru. Kendati demikian, terdapat penjelasan dari para ulama yang menerangkan secara umum hukum merayakan tahun baru Masehi.

ADVERTISEMENT

Menurut KBBI, merayakan berarti memuliakan, memperingati, memestakan hari raya atau peristiwa penting.

Jika mengacu pada istilah merayakan sebagaimana yang disebutkan di atas, maka bakar-bakaran malam tahun baru termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, kebolehan secara umum tersebut juga dapat dijadikan acuan untuk mengetahui bagaimana hukum bakar-bakaran saat tahun dalam Islam.

Terkait hukum merayakan tahun baru Masehi dalam Islam, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama, ada yang mengharamkan dan ada yang membolehkan.

Pendapat yang Mengharamkan

Salah satu ulama yang mengharamkan perayaan tahun baru adalah Ustaz Khalid Basalamah. Dalam sebuah video berjudul 'Wahai Muslimin, Tidak Ada Perayaan Tahun Baru Dalam Islam!' yang diunggah di kanal Youtubenya, ia menjelaskan bahwa merayakan tahun baru diharamkan karena dianggap menyerupai umat kristiani.

Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud berikut ini:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ." أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدَ ، وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّان

Artinya: ''Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.'' (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Lebih lanjut, Khalid Basalamah menjelaskan bahwa hadits tersebut keluar karena larangan untuk menyerupai suatu kaum. Ia memberi contoh, saking tidak inginnya menyerupai suatu kaum, Nabi Muhammad bahkan pernah menyuruh para sahabat mengubah cara sisir rambutnya karena menyerupai cara sisir orang-orang kafir.

"Penampilan, gelagat itu disuruh jauhi mereka, apalagi perayaan Tahun Baru. Apa masalahnya kalau Anda tidak merayakan Tahun Baru Masehi? Tidak pernah Nabi Muhammad SAW merayakan semua itu." tuturnya.(1)

Ulama lain yang juga mengharamkan perayaan tahun baru Masehi adalah Imam Ibnu Tammiyah. Ia mengatakan "Adapun mengucapkan selamat terhadap syiar-syiar keagamaan orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka hukumnya haram."

Dalil tentang keharaman perayaan tahun baru juga terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi.

Umar bin Khatab ra berkata,

"Janganlah kalian mengunjungi kaum Musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka." (HR. Al Baihaqi, no: 18640)(2)

Lalu bagaimana halnya jika berkumpul dengan teman-teman di malam tahun baru, tetapi bukan untuk merayakan malam tahun baru melainkan hanya untuk makan-makan saja semalam suntuk?

Pertanyaan semacam itu dijawab oleh Ustaz Badru Salam dalam sebuah video 'Tidak Merayakan Tahun Baru... Hanya Makan-Makan Saja Koq...' yang diunggah di kanal Youtube BBG Al Ilmu pada 31 Desember 2016.

Ustaz Badru menjelaskan bahwa kegiatan tersebut sama saja merayakan walaupun tidak ada niatan untuk merayakannya. Menurutnya, kegiatan berkumpul dan makan bersama sampai malam suntuk sama saja mendukung kegiatan malam tahun baru.

''Kenapa kita lakukan makan-makan di malam tahun baru? Kenapa nggak kita lakukan di malam-malam yang lain. Ada apa kemudian kita kumpul-kumpul makan semalam suntuk, apa tujuannya?'' tutur Ustaz Badru.

Hal ini juga berkaitan dengan kebiasaan Nabi Muhammad SAW Yang tidak menyukai tidur sebelum Isya dan tidak menyukai ngobrol setelah sholat Isya maksudnya tidak suka begadang sampai semalam suntuk setelah sholat Isya.

"Ketika sholat Isya Rasulullah SAW pun tidur. Ketika masuk sepertiga malam Rasulullah SAW pun sholat tahajud. Tidakkah kita ingin mencontoh Rasulullah SAW. Bukankah Rasulullah SAW sebaik-baiknya suri teladan bagi kita," tutur ustaz Badru.(3)

Pendapat yang Membolehkan

Salah satu ulama yang membolehkan perayaan tahun baru adalah Syekh Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki. Dalam kitabnya yang berjudul Mafahim Yajibu an Tushohhah, ia menegaskan bahwa perayaan tahun baru adalah bagian dari tradisi yang tidak ada korelasinya dengan agama.

جَرَتْ عَادَاتُنَا أَنْ نَجْتَمِعَ لإِحْيَاءِ جُمْلَةٍ مِنَ الْمُنَاسَبَاتِ التَّارِيْخِيَّةِ كَالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ وَذِكْرَى الْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَالْهِجْرَةِ النَّبَوِيَّةِ وَذِكْرَى نُزُوْلِ الْقُرْآنِ وَذِكْرَى غَزْوَةِ بَدْرٍ وَفِى اعْتِبَارِنَا أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ عَادِيٌّ لَا صِلَةَ لَهُ بِالدِّيْنِ فَلَا يُوْصَفُ بِأَنَّهُ مَشْرُوْعٌ أَوْ سُنَّةٌ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُعَارِضًا لِأَصْلٍ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ لأَنَّ الْخَطَرَ هُوَ فِى اعْتِقَادِ مَشْرُوْعِيَّةِ شَيْءٍ لَيْسَ بِمَشْرُوْعٍ

Artinya: "Sudah menjadi tradisi bagi kita berkumpul untuk menghidupkan berbagai momentum bersejarah, seperti halnya maulid nabi, peringatan isra mi'raj, malam nishfu sya'ban, tahun baru hijriyah, nuzulul qur'an dan peringatan perang Badar. Menurut pandanganku, peringatan-peringatan seperti ini merupakan bagian daripada tradisi, yang tidak terdapat korelasinya dengan agama, sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang disyariatkan ataupun disunahkan. Kendati demikian, juga tidak berseberangan dengan dasar-dasar agama, sebab yang justru mengkhawatirkan ialah timbulnya keyakinan terhadap disyariatkannya sesuatu yang tidak disyariatkan." [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahihah, [Surabaya: As-Shafwah Al-Malikiyyah], halaman 337-338.(4)

Hingga saat ini, ulama yang membolehkan perayaan tahun baru masih atas nama individu. Ulama yang membolehkan seperti Yusuf Al-Qaradhawi, Musthafa Az-Zarqa, Ali Jumah, Quraish Shihab, dan KH Abdurrahim Radjium bin Muallim Radjiun Pekojan.

KH Abdurrahim, seorang ulama sufi Betawi tidak ingin umat muslim terjebak dalam polemik boleh tidaknya merayakan tahun baru Masehi. Menurutnya, masalah utamanya bukan pada perayaan tahun barunya tetapi pada kata ''Masehi'' yang melekat pada sistem penanggalannya.

Kata ''Masehi'' atau Anno Domini (AD) berarti lahirnya Yesus Kristus. Ini berarti umat muslim ikut merayakan tahun baru kristiani dan itu adalah perbuatan tasyabbuh (menyerupai) yang tentunya dilarang dalam ajaran Islam.

Namun menurut KH Abdurrahim, mayoritas umat Islam masih menggunakan sistem penanggalan Masehi dalam aktivitasnya sehari-hari karena terikat dengan urusan pekerjaan, pendidikan, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan. Apalagi penanggalan Masehi telah menjadi kesepakatan bersama secara global.

Ketika sebagian umat Islam merayakan tahun baru Masehi, maka yang dirayakan tidak terkait dengan perayaan tahun baru Masehi tetapi terkait dengan pergantian kalender untuk urusan kehidupan mereka sehari-hari. Jadi, wajar jika ada ulama yang membolehkan umat Islam merayakan pergantian tahun baru Masehi berdasarkan alasan ini.

Ulama lain yang membolehkan perayaan tahun baru, yaitu katib Syuriah PCNU Jember, Dr. MN. Harisuddin. Meskipun ia membolehkan, tetap ada batasan yang perlu dipahami.

Menurutnya Perayaan tahun baru menjadi haram jika diisi dengan kegiatan-kegiatan berbau maksiat seperti minum-minuman keras, ikhtilat antara laki-laki dan perempuan, dan kegiatan maksiat lainnya. Dalam bahasa fiqih, ini disebut dengan haram lidzatihi (haram karena faktor eksternal).(5)

Nah, itulah tadi uraian hukum merayakan tahun baru Masehi dalam Islam yang bisa membantu menjawab pertanyaan "Apakah bakar-bakaran pada tahun baru boleh menurut Islam?" Semoga menjawab pertanyaan kalian ya, detikers!

Referensi:

1. Video YouTube Ustaz Khalid Basalamah 'Wahai Muslimin, Tidak Ada Perayaan Tahun Baru Dalam Islam'
2. Laman resmi Muhammadiyah 'Detik-detik Pergantian Tahun Baru dalam Pandangan Islam' oleh Parmiyatun, S. Sos
3. Video YouTube Ustaz Badru Salam 'Tidak Merayakan Tahun Baru... Hanya Makan-Makan Saja Koq...'
4. Laman resmi Nahdlatul Ulama 'Rayakan Tahun Baru? Hati-Hati, Ternyata Begini Hukumnya dalam Kajian Islam'
5. Laman resmi Nahdlatul Ulama 'Alternatif Ulama Betawi atas Polemik Perayaan Tahun Baru Masehi




(urw/alk)

Hide Ads