Masyarakat Dayak menginisiasi pembentukan kelompok penjaga hutan lindung Wehea-Kelay yang bernama Petkuq Mehuey (PM) di wilayah Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur (Kaltim). Sekelompok pemuda itu rela keluar masuk hutan demi mencegah aksi perusakan dan pencurian satwa di tengah ancaman bahaya dan senjata.
Diketahui, wilayah Kutai Timur memiliki hutan adat seluas 39.000 hektare. Dari jumlah tersebut, tercatat ada 29.000 hektare luas hutan yang dijadikan sebagai hutan lindung, salah satunya hutan Wehea-Kelay di Desa Nehas Liah Bing, Kecamatan Wahau.
"PM awalnya dari orang tua, anak-anak muda Wehea yang mengerti hutan," kata Kepala Adat Dayak Wehea, Ledjie Taq kepada detikcom, Minggu (16/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hutan lindung Wehea-Kelay di bawah tanggung jawab oleh suku Dayak Wehea tertua yang ada di Kecamatan Muara Wahau, Kutim. Namun seiring tantangan menjaga hutan yang semakin berat, PM dibentuk dengan menggandeng pemuda dari daerah lain.
"Sekarang ini banyak yang cari kerja di tempat lain. Jadi sekarang siapa yang bisa kita rekrut saja. Ada yang dari Lampung, yang penting bisa jaga hutan ini," ujarnya.
Petkuq Mehuey terbentuk setelah suku Dayak Wehea dipilih melalui musyawarah pada tahun 2004 untuk mengelola hutan lindung tersebut. Pada tahun 2005, dikeluarkan surat keputusan (SK) yang mengatur pengelolaan hutan Wehea dan membentuk tim penjaga hutan.
"Tim jaga hutan ini (Petkuq Mehuey) diambil dari bahasa Wehea yang tugasnya menjaga hutan, patroli, jaga orang masuk ambil sesuatu di hutan," tuturnya.
Pada tahun 2022, PM berhasil mengamankan kelompok pencuri pohon Gaharu. Dengan pegangan SK itu, Ledjie pun mengadukan oknum-oknum ke pemerintah setempat dan meminta agar hukum adat berlaku.
"Waktu itu mereka mengambil 16 kilogram (Gaharu), yang diambil kami sita lalu dilakukan denda dan sidang adat tergantung tingkat kesalahannya," jelas Ledjie.
Selain penebangan, di hutan lindung Wehea juga tidak boleh melakukan perburuan. Kasus perburuan burung yang pernah terjadi di hutan adat ini bisa berakhir di polisi.
"Nggak tahu berburu burung atau apa, lalu PM ini lapor dan kami bawa ke polisi, (saat itu) ada 5 senapan dan sudah diambil polisi," tuturnya.
Sementara itu, Koordinator Petkuq Mehuey, Yuliana Wetuq menyampaikan syarat untuk menjadi anggota PM yaitu harus mandiri dan berani. Sebab kesulitan yang dihadapi juga cukup berat, yaitu harus berhadapan dengan hewan liar dan pemburu bersenjata.
"Yang paling sulit itu kalau mereka tracking malam lalu ketemu macan dahan, bertemu pemburu bersenjata kaliber. Sedangkan mereka hanya bawa sebilah mandau saja. Itu yang membuat kami khawatir," beber Yuliana.
Namun anak-anak muda penjaga hutan Wehea ini tetap semangat dalam menjaga hutan mereka. Setiap bulannya 8-10 pemuda akan bergantian melakukan patroli.
"Sekarang setiap bulannya ada 8-10 orang (PM) yang ada di hutan," ucap wanita yang akrab disapa Yuli itu.
Yuli mengatakan, hutan lindung Wehea-Kelay ini harus terus dijaga. Sebab bagi masyarakat Dayak setempat hutan ini merupakan lumbung atau sumber kehidupan bagi mereka, baik untuk ritual adat maupun sumber pangan.
"Karena di dalam hutan terdapat bahan untuk ritual adat, termasuk air bersihnya. Sebagai sumber makanan, seperti hewan babi yang kami ambil secukupnya untuk lauk dan tumbuhan obat juga," pungkasnya.
(sar/hsr)