Masyarakat adat Kajang merupakan subetnik yang berbeda dengan Bugis dan Makassar. Sebagian besar masyarakatnya bermukim di dalam kawasan adat Ammatoa, Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Masyarakat adat Kajang sering kali dikenal mengamalkan Islam secara adat sebagaimana kebiasaan para leluhurnya, termasuk dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Untuk menyelami lebih jauh tradisi masyarakat adat Kajang dalam mengamalkan ajaran Islam, detikSulsel berkesempatan berbincang dengan Pegiat Literasi Lisan Arif Rahman.
Dia mengungkap awal mula Islam sampai ke masyarakat adat Kajang hingga bagaimana salah satu ajaran Islam, yakni ibadah puasa diterapkan oleh masyarakat adat Kajang.
Islam sampai ke masyarakat adat Kajang setelah Kerajaan Gowa Tallo memproklamasikan Islam sebagai agama kerajaan. Selain ekspansi wilayah kekuasaan, Kerajaan Gowa Tallo juga melakukan penyebaran agama.
"Nah, yang terkena dampak kekalahan yaitu menganut agama yang diperintahkan Kerajaan Gowa. Itu sampai ke Kajang juga," ujar Arif Rahman saat berbincang dengan detikSulsel, Jumat (22/3/20234) lalu.
Sebelum Islam masuk ke masyarakat adat Kajang, mereka menjalankan Islam dengan mengikut pada ajaran sebelum Nabi Muhammad diutus. Setelah utusan Islam masuk ke Kajang, barulah mereka menerima syariat Islam meskipun tidak sepenuhnya.
"Nah, dampak dari keputusan kerajaan Gowa memaklumatkan Islam sebagai agama resmi kerajaan adalah penyebaran Islam ke seantero wilayah kekuasaan kerajaan. Ini sampai juga di Kajang," ujar Arif.
Masyarakat Adat Kajang Kirim Utusan Belajar Islam
Masyarakat adat Kajang sejak dulu memakai ajaran sallang yang secara harfiah berarti selamat yang secara konsep serupa dengan ajaran Islam sebelum Rasulullah diutus. Sejak ajaran Islam dibawa kepada mereka, masyarakat adat Kajang mengirim utusan untuk mempelajari Islam.
"Setelah itu, kesimpulan mereka sama, tak ada perbedaan (antara ajaran selamat dan Islam)," kata Arif.
Kesimpulan itu muncul karena masyarakat adat Kajang memandang ajaran Islam dan ajaran selamat memiliki esensi yang sama, yakni keselamatan. Namun, pengamalan Islam bagi masyarakat adat terbagi menjadi dua versi yakni Islam secara syariat dan Islam secara adat.
"Yang kita (Kajang) ajarkan dulu, itu juga yang mereka (Islam) ajarkan. Yang berbeda adalah Islam sudah lakukan penyempurnaan-penyempurnaan," katanya.
"Misalnya, salat itu mereka tidak wajibkan. Tapi, mereka tahu. Konsep salat mereka beda. Begitu juga puasa, konteks puasanya beda," kata Arif Rahman.
Simak di halaman berikutnya: Puasa Ramadan bagi Masyarakat Adat Kajang...
Simak Video "Video: CFD Depok Ramai, Jalan Margonda Raya Ditutup di Kedua Arah"
(hmw/urw)