Tatung Singkawang: Atraksi Unjuk Kekebalan pada Perayaan Cap Go Meh di Kalbar

Tatung Singkawang: Atraksi Unjuk Kekebalan pada Perayaan Cap Go Meh di Kalbar

Niken Dwi Sitoningrum - detikSulsel
Kamis, 22 Feb 2024 20:00 WIB
Seorang Tatung (dukun Tionghoa yang kerasukan arwah leluhur) menancapkan beberapa besi ke mulutnya saat beratraksi dalam pawai perayaan Cap Go Meh 2574 di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Minggu (5/2/2023). Perayaan Cap Go Meh yang dimeriahkan dengan atraksi ratusan tatung dan seni budaya Tionghoa lainnya tersebut kembali digelar di Kota Singkawang setelah sebelumnya vakum selama dua tahun karena pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/tom.
Ilustrasi (Foto: ANTARA FOTO/JESSICA HELENA WUYSANG)
Makassar -

Perayaan Imlek biasanya diakhiri dengan peringatan Cap Go Meh pada hari ke-15 kalender Cina. Berbagai tradisi dilakukan masyarakat Indonesia dalam memeriahkan perayaan Cap Go Meh ini.

Salah satu ritual unik dan menarik adalah pawai Tatung yang ada di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Ini adalah parade unik yang mempertontonkan aksi warga Dayak-Tiongkok layaknya pertunjukan debus.

Para tatung atau orang yang melakukan atraksi ini akan menusukkan benda tajam seperti pisau, pedang, dan besi ke tubuhnya. Hebatnya, para tatung tersebut tidak merasa kesakitan maupun terluka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, apa itu Tatung Singkawang? Seperti apa makna dan sejarah parade ini? Yuk simak ulasan selengkapnya berikut ini!

Apa Itu Tatung Singkawang?

Seorang Tatung (dukun Tionghoa yang kerasukan arwah leluhur) menancapkan beberapa besi ke mulutnya saat beratraksi dalam pawai perayaan Cap Go Meh 2574 di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Minggu (5/2/2023). Perayaan Cap Go Meh yang dimeriahkan dengan atraksi ratusan tatung dan seni budaya Tionghoa lainnya tersebut kembali digelar di Kota Singkawang setelah sebelumnya vakum selama dua tahun karena pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/tom.Seorang Tatung (dukun Tionghoa yang kerasukan arwah leluhur) menancapkan beberapa besi ke mulutnya saat beratraksi dalam pawai perayaan Cap Go Meh 2574 di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Minggu (5/2/2023). Perayaan Cap Go Meh yang dimeriahkan dengan atraksi ratusan tatung dan seni budaya Tionghoa lainnya tersebut kembali digelar di Kota Singkawang setelah sebelumnya vakum selama dua tahun karena pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/tom. Foto: ANTARA FOTO/JESSICA HELENA WUYSANG

Dikutip dari situs Portal Informasi Indonesia, tatung dalam bahasa Hakka adalah dukun atau seseorang yang dirasuki oleh roh dewa atau orang-orang baik yang sudah meninggal. Ritual pemanggilan roh itu dipimpin oleh seorang pendeta di kelenteng yang terlebih dulu meminta izin Dewa Kemakmuran Toa Pek Kong supaya diberi keselamatan dan keberkahan.

ADVERTISEMENT

Ini juga bagian dari proses asimilasi budaya antara suku Tionghoa, Dayak, dan Melayu yang ditunjukkan lewat penggunaan atribut pakaian adat para tatung ketika berparade. Bernuansa merah dan berciri khas seperti baju perang dari etnis Dayak, maupun etnis Tionghoa itu sendiri. Lengkap dengan aksesoris kepala yang dihiasi dengan bulu hewan sejenis burung.

Begitu pula musik tetabuhan yang dimainkan, mewakili ketiga unsur etnis dengan populasi terbanyak di Singkawang. Misalnya Loku, Chem, dan Lho yang berasal dari Tionghoa dan Dau Weknya, Naknya, serta Gong yang berasal dari Dayak.

Pada 2023 silam, sebanyak 680 tatung ikut berparade dengan diiringi pertunjukan kesenian dari 17 grup dan paguyuban Tionghoa di Kalimantan. Pemerintah Kota Singkawang menyiapkan sekitar 6.000 lampion yang digantungkan di atas rute yang dilalui oleh para tatung.

Pelaksanaan Tatung Singkawang

Seorang Tatung (dukun Tionghoa yang kerasukan arwah leluhur) menancapkan beberapa besi ke mulutnya saat beratraksi dalam pawai perayaan Cap Go Meh 2574 di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Minggu (5/2/2023). Perayaan Cap Go Meh yang dimeriahkan dengan atraksi ratusan tatung dan seni budaya Tionghoa lainnya tersebut kembali digelar di Kota Singkawang setelah sebelumnya vakum selama dua tahun karena pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/tom.Seorang Tatung (dukun Tionghoa yang kerasukan arwah leluhur) menancapkan beberapa besi ke mulutnya saat beratraksi dalam pawai perayaan Cap Go Meh 2574 di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Minggu (5/2/2023). Perayaan Cap Go Meh yang dimeriahkan dengan atraksi ratusan tatung dan seni budaya Tionghoa lainnya tersebut kembali digelar di Kota Singkawang setelah sebelumnya vakum selama dua tahun karena pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/tom. Foto: ANTARA FOTO/JESSICA HELENA WUYSANG

Sebelumnya, para tatung diwajibkan berpuasa selama tiga hari sebelum hari perayaan supaya dalam kondisi suci. Para tatung diyakini memiliki kekuatan supranatural dan bisa berlaku sebagai tabib untuk menyembuhkan penyakit.

Ketika dirasuki roh, para tatung diarak untuk mengusir roh-roh jahat di sudut-sudut kota. Sehingga, kehidupan masyarakat semakin harmonis dan tidak diganggu roh jahat tersebut.

Sebagian besar tatung berparade dengan berjalan kaki, meski ada juga yang ditandu layaknya saudagar Tionghoa di masa lampau. Karena dirasuki roh, hal ini membuat tubuh tatung-tatung menjadi kebal terhadap berbagai jenis senjata dan logam.

Selain memiliki aura mistik, sensasi menegangkan turut hinggap karena tubuh tatung-tatung ini akan diuji kekebalannya lewat rajaman aneka benda tajam. Sepintas, menyeramkan dan sedikit mengganggu mata. Namun, atraksi seni dari kota multietnis ini telah menjadi bagian dari festival budaya yang mendunia.

Sejarah Tatung Singkawang

Tatung Perempuan di Cap Go Meh Singkawang 2018Tatung Perempuan di Cap Go Meh Singkawang 2018 Foto: Johanes Randy

Mengutip laman Kemdikbud, pada zaman dahulu etnis Tionghoa dari China Selatan bermigrasi ke Kalimantan Barat. Awalnya pemukiman terbesar etnis Tionghoa di muara-muara sungai dan pesisir pantai.

Para imigran Tionghoa tersebut kebanyakan berasal dari suku Khek (Hakka). Kemudian, pada tahun 1772 etnis Tionghoa berkembang di daerah Monterado, Kalimantan Barat.

Mereka kebanyakan bekerja di pertambangan emas dan untuk melepas kepenatan selama bekerja. Mereka juga membuat perkampungan khusus etnis Tionghoa di dekat muara sungai dan diberi nama San Keu Jong.

Suatu hari, di perkampungan Tionghoa tersebut mewabahlah sebuah penyakit dan pada saat itu belum ada dokter. Lalu, warga Tionghoa berobat ke tabib/dukun yang menggunakan cara tradisional dan cara gaib.

Mereka mengadakan ritual tolak bala (bahasa Khek; Ta Ciau) bersama penduduk lokal. Hal itu dilakukan pada hari kelima belas (dialek Hokkian; Cap Go) bulan pertama penanggalan Imlek.

Karena dirasakan manfaat ritual dan wabah penyakit bisa diatasi dan mereka sembuh, akhirnya ritual tolak bala ini dijadikan sebagai tradisi tahunan/turun temurun. Ritual tersebut masih bertahan sampai saat ini dan dipadukan ke perayaan Imlek, yang diberi nama Cap Go Meh.

Makna Pawai Tatung dalam Perayaan Cap Go Meh di Singkawang

Aksi Ekstrim Tatung di Cap Go Meh Singkawang 2018Aksi Ekstrim Tatung di Cap Go Meh Singkawang 2018 Foto: (Randy/detikTravel)

Perayaan Cap Go Meh selalu meriah di Singkawang, bahkan bisa dibilang yang paling meriah di antara daerah lain di Indonesia. Potret perayaan Cap Go Meh di Singkawang diramaikan dengan pertunjukan Barongsai, Ular Naga, Choi Lam Shin atau Keranjang Jelangkung, serta yang teristimewa yaitu atraksi Tatung atau Louya.

Tatung atau Louya adalah media ritual Cap Go Meh untuk menangkal roh jahat dan membersihkan kota dan Vihara dari kejahatan dan nasib buruk. Pengusiran roh-roh jahat dan peniadaan kesialan dalam Cap Go Meh disimbolkan dalam pertunjukan Tatung.

Tatung adalah media utama Cap Go Meh. Atraksi Tatung dipenuhi dengan mistik dan menegangkan, karena banyak orang kesurupan dan orang-orang inilah yang disebut tatung.

Upacara pemanggilan tatung dipimpin oleh pendeta yang sengaja mendatangkan roh orang yang sudah meninggal untuk merasuki tatung. Roh-roh yang dipanggil diyakini sebagai roh-roh baik yang mampu menangkal roh jahat yang hendak mengganggu keharmonisan hidup masyarakat.

Roh-roh yang dipanggil untuk dirasukkan ke dalam tatung diyakini merupakan para tokoh pahlawan dalam legenda Tiongkok, seperti panglima perang, hakim, sastrawan, pangeran, pelacur yang sudah bertobat dan orang suci lainnya. Roh-roh yang dipanggil dapat merasuki siapa saja, tergantung apakah para pemeran tatung memenuhi syarat dalam tahapan yang ditentukan pendeta.

Cap Go Meh di Singkawang secara tidak langsung telah melahirkan akulturasi budaya karena banyak orang Dayak yang juga turut serta menjadi tatung. Mereka terdorong berpartisipasi karena ritual Tatung mirip upacara adat Dayak.

Sejak pertama kali datang ke Singkawang, masyarakat Tionghoa telah menjalin persahabatan erat dengan penduduk pribumi khususnya suku Dayak. Karena itu tidak ada kecanggungan di antara kedua etnis ini.

Sebelum parade Tatung dimulai, para tatung dirasuki (di bawah alam sadar) oleh roh leluhur mereka kemudian mempertunjukkan ilmu kesaktiannya seperti menusuk pipi, kebal dengan senjata tajam, hingga aksi mengupas kelapa dengan gigi. Tatung ini merupakan perpaduan antara budaya Tiongkok dengan budaya Dayak.

Di era Orde Baru perayaan Imlek khususnya ritual Tatung dilarang dipertontonkan di depan umum. Tetapi di era reformasi mantan Presiden Gus Dur mengizinkan kembali, bahkan pemerintahan berikutnya Megawati Soekarnoputri mengesahkan dalam bentuk undang-undang.

Dengan demikian, warga Tionghoa di Singkawang khususnya menjadi lebih leluasa untuk menjalankan tradisi atau upacara keagamaan mereka. Di dunia pariwisata, keberadaan ritual Tatung berpotensi untuk menarik turis dalam negeri dan mancanegara. Selain mengangkat nama Singkawang di dunia internasional, Tatung juga ikut meningkatkan perekonomian daerah setempat.

Tahapan Perayaan Cap Go Meh di Singkawang

Kembali pada laman Kemdikbud, perayaan Cap Go Meh di Singkawang biasanya diakhiri dengan adanya tiga kegiatan yaitu:

  1. Setiap pelaksaan Tradisi Cap Go Meh akan dimulai dengan acara bersih jalan. Acara ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran perayaan Cap Go Meh.
  2. Pawai Lampion biasa diadakan pada hari ke-15 setelah Imlek.
  3. Parade Tatung biasanya dilakukan pada hari ke-15 setelah Imlek. Etnis Tionghoa Singkawang percaya bahwa dengan melakukan parade Tatung dapat menangkal gangguan roh-roh jahat yang dapat membawa sial. Parade ini juga dilakukan agar roh jahat takut sehingga tidak mengganggu penduduk. Tradisi yang konon sudah ada 200 tahun yang lalu tersebut dibawa oleh para buruh tambang emas di daerah Monterado Kabupaten Bengkayang.

Nah, itulah penjelasan lengkap tentang tradisi Tatung Singkawang yang melekat pada masyarakat yang tinggal di daerah tersebut pada perayaan Cap Go Meh. Bagaimana menurut detikers?

(edr/urw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads