Pantai Losari adalah ikon utama Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang memiliki cerita sejarah yang panjang. Pantai Losari telah mengalami perubahan beberapa kali hingga akhirnya menjadi objek wisata bagi wisatawan domestik hingga mancanegara.
Jauh sebelum menjadi pusat Kota Makassar, dahulu Pantai Losari ini tidak memiliki fungsi khusus.(5) Meskipun pantai ini dulunya berpasir putih,(2) namun belum ada orang yang melihat pantai ini menarik untuk dijadikan tempat berwisata pada masa itu.(5)
Dosen Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin Dias Pradadimara menyebut, di abad ke-20 pantai ini menjadi lokasi bersandarnya kapal-kapal dari daerah. Kapal yang berjejeran di sepanjang pantai menjadi pemandangan yang lazim bagi masyarakat sekitar kala itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dias menggambarkan, Pantai Losari di masa itu masih dipenuhi dengan pohon nipah, pohon bakau, dan sejumlah tanaman lainnya.
"Seperti pantai pada umumnya. Ada pesisirnya, ada kapal sandar di situ, orang bawa barang di situ, orang dari daerah, tempat menambatkan perahu saja atau kapal. Jadi tidak ada fungsi yang khusus, itu wilayah pantai saja," ujar Dias kepada detikSulsel, Selasa (15/11/2023).
Pantai Losari Ditanggul Pertama Kali
Aktivitas di Pantai Losari mulai ramai sejak ditangul. Terkait waktu penanggulan Pantai Losari ini, terdapat beberapa versi yang berbeda-beda.
Salah satu versi menyebutkan, Pantai Losari pertama kali ditanggul pada masa Pemerintahan Sipil Hindia Belanda/Nederlandsch Indische Civiele Administratie (NICA). Saat itu dibangun lantai dasar beton sepanjang 910 meter. Pembangunan tersebut digagas oleh DM Van Switten, Wali Kota saat itu yang menjabat pada tahun 1945-1946.
Pantai ini dipasangi lantai dengan tujuan untuk melindungi beberapa spot dan sarana strategis warga di sekitar dari derasnya ombak selat Makassar.(1) Namun, sumber lain menyebut bahwa pemasangan tanggul di bibir Pantai Losari pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Belanda di tahun 1926.(2)
![]() |
Sementara menurut Dias, penanggulan di bibir pantai dilakukan pertama kali pada tahun 1930-an. Adapun penanggulan di tahun 1945 yang disebut sebelumnya, sebenarnya hanya dilakukan pembangunan kembali. Pasalnya tanggul di pantai ini rusak usai terjadinya peperangan hingga pengeboman pada masa penjajahan Belanda.
Sekitar 20 tahun setelah ditanggul atau pada tahun 1950-an, barulah pantai ini dijadikan sebagai pasar ikan. Pasar ikan ini hanya ada di ujung pantai dan jumlahnya pun tidak banyak.
"Dan itu (pasar ikan) cuma secuil saja, satu blok itu, dekat MGH (Makassar Golden Hotel). Bukan sepanjang itu pasar ikan, tidak. Cuma ujung-ujungnya," katanya.
Dias menyebut, Pantai Losari menjadi jadi tempat pelelangan ikan pada masa itu selama sekitar 30 tahun, mulai tahun 1950 hingga 1980.
Kemudian di tahun 1975, tempat ini kembali direhabilitasi. Tembok tanggul Pantai Losari sebagai penahan gelombang diperbaiki sepanjang Jalan Maipa dan Jalan Kenari.(6)
Pantai Losari Pernah Dijuluki "Rumah Makan Terpanjang di Dunia"
Pada tahun 1980-an, Pantai Losari menjadi tempat keramaian atau beraktivitas masyarakat. Satu persatu pedagang kaki lima menempati bibir pantai untuk berjualan jajanan khas Makassar kala itu.
Perlahan-lahan, pedagang kaki lima yang berjualan di Pantai Losari semakin ramai, mereka memiliki nomor warung yang berurutan. Hingga di tahun 1997, jumlah warung di Pantai Losari mencapai 267.
"Sepanjang bibir pantai pedagangnya itu sudah berjejer yang sampai 250-an terus di tahun 1997 pedagang sudah sampai 267-an. Karena nomor akhirnya itu 267. Kan setiap pedagang kaki lima itu kan ada tulisannya di atas seperti tanda kalau ini gerobak 1,2,3 dan sampai 267-an nomornya," katanya.
Dias menjelaskan, warung-warung yang berjejeran kala itu hanya berupa lapak dan tidak menyediakan kursi. Pengunjung saat itu menggunakan tanggul di sepanjang Pantai Losari sebagai tempat untuk makan setelah membeli jajanan di warung-warung.
Berawal dari sinilah Pantai Losari Kota Makassar disebut-sebut mendapatkan predikat "rumah makan terpanjang di dunia" atau "meja terpanjang di dunia". Namun Dias menyebut kalau julukan itu hanyalah klaim masyarakat saja.
"Bukan predikat, lebih tepatnya itu omongan orang-orang karena panjang, jadi dibilangi terpanjang di dunia," tuturnya.
Dosen Sejarah UNM Bustan Buhari juga menyebut julukan "rumah makan terpanjang di dunia" ini hanya pelabelan masyarakat saja. Mereka hanya melihat warung berjejer dan panjang sehingga disebut rumah makan terpanjang.
"Kalau saya dapat, itu pelabelan. Jadi di sekitaran pantai itu semuanya rata-rata penjual-penjual makanan, warung-warung yang menjual jajanannya di situ. Nah dari situ saya kira muncul pengistilahan-pengistilahan itu," jelas Bustan kepada detikSulsel, Kamis (9/11).
Revitalisasi Pantai Losari
Revitalisasi Pantai Losari pertama kali dilakukan pada tahun 2000-an. Saat itu Kota Makassar dipimpin oleh Wali Kota Amiruddin Maula di masa jabatan tahun 1999-2004.
Awalnya pemerintah membentuk tim 17 untuk mempelajari segala seluk beluk usaha penyelamatan pantai tersebut. Adapun langkah pertama yang dilakukan pemerintah adalah merelokasi pedagang kaki lima ke Jalan Metro Tanjung Bunga pada tahun 2001.
![]() |
Relokasi pedagang kaki lima dari Pantai Losari ini lantas menghapus julukan "meja terpanjang di dunia" yang dibangga-banggakan masyarakat pada masa itu. Pantai yang berdampingan dengan pedagang kecil memang memberikan suasana damai, namun di sisi lain, Pantai Losari juga memberikan pemandangan jorok karena ratusan warung yang berjejeran.(4)
"Kita bersyukur karena Pantai Losari direvitalisasi, artinya dikembalikan fungsinya sebagai ruang publik yang menjadi hak publik yang harus dinikmati semua orang, bukan hanya yang punya ruko, yang punya warung, bukan hanya bikin rumah atau kantor pada pantai tersebut," ucap gembira mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagaimana dikutip di buku "Berbekal Seribu Akal Pemerintahan dengan Logika" oleh Tomi Lebang.
Sementara itu, Dias menambahkan, rencana revitalisasi pemerintah saat itu ditolak oleh sejumlah mahasiswa di Makassar. Sekitar akhir order baru hingga tahun 2000-an, mahasiswa menolak reklamasi dan segala hal yang tidak berpihak kepada sektor informal atau pedagang kaki lima.
Dalam jurnal berjudul "Dinamika Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pantai Losari 2000-2019" lebih spesifik disebutkan bahwa relokasi pedagang kaki lima pertama kali berlangsung di penghujung tahun 2001. Sebanyak 300 pedagang kaki lima waktu itu dipindahkan ke Jalan Metro Tanjung Bunga.
Dias juga mengatakan, pedagang ini juga kerap dipindahtempatkan beberapa kali pada tahun 2005. Sepanjang tahun 2000 hingga 2019, pedagang kaki lima ini telah mengalami 4 kali relokasi.(3)
"Di tahun 2005 sudah 3 kali berpindah," katanya.
Menurut Dias, pemerintah saat itu melakukan relokasi lantaran pemandangan Pantai Losari yang dipenuhi oleh pedagang kaki lima dinilai kurang modern. Padahal, para pedagang kaki lima yang terdampak kebijakan tersebut sebelumnya sudah berdagang lebih dari 20 tahun di Pantai Losari.
"Pemerintah (saat itu) melihat, wah ini kan tidak bagus dilihat, kita kota modern kok emper emperan. Begitu, disingkirkan," tutur Dias.
Sejak dulu, Pantai Losari tidak pernah lepas dari kegiatan sosial-ekonomi masyarakat Makassar. Aktivitas masyarakat hingga pedagang kaki lima di pantai ini sangat ramai.
Tercatat pada tahun 2012, masyarakat memanfaatkan ruang publik ini untuk berolahraga, seperti bersepeda, senam, jogging hingga memancing di pagi hari. Sedangkan sore sampai malam hari, banyak masyarakat berdatangan untuk jajan dan menikmati panorama matahari terbenam (sunset).
Pantai Losari Masa Kini
Pantai Losari di Kota Anging Mamiri kini menjadi pusat wisata warga lokal hingga wisatawan mancanegara. Meskipun pantai ini tidak menawarkan hamparan pasir, namun di tempat ini wisatawan tetap dapat menikmati keindahan laut dan berbagai pemandangan lainnya.
![]() |
Pantai Losari memiliki beberapa anjungan yang mewakili suku besar di Sulawesi Selatan, di antaranya, Anjungan Pantai Losari, Anjungan Bugis, Anjungan Makassar, Anjungan Toraja, dan Anjungan Mandar.
Anjungan Pantai Losari adalah anjungan pertama yang dibangun pada tahun 2006. Di sekitar anjungan ini, terdapat pula dua tugu penghargaan Adipura yang pernah diraih Kota Makassar dan di antaranya ada satu patung perahu phinisi.
Kemudian menyusul pembangunan Anjungan Bugis-Makassar yang terletak di sebelah kanan Masjid Terapung Amirul Mukminin. Di anjungan ini, wisatawan akan disuguhkan patung-patung yang mencerminkan budaya Bugis-Makassar, seperti permainan Panaga, kapal Phinisi, becak dan tarian khas pepe-pepeka ri makka.
Sementara pada bagian utara, samping kiri miniatur tulisan City of Makassar juga terdapat anjungan Toraja-Mandar. Anjungan terakhir ini dibuat pada akhir tahun 2013.
Sama dengan anjungan lainnya, Pemerintah Kota Makassar juga ingin memperkenalkan kebudayaan Toraja-Mandar melalui anjungan ini. Pada bagian Anjungan Toraja-Mandar, wisatawan akan disuguhkan patung-patung yang mewakili kebudayaan suku Toraja dan Mandar, seperti patung penenun sutera, patung tedong, patung penari Mandar hingga rumah adat Toraja.
Bukan cuma itu, di kawasan Pantai Losari ini juga berdiri megah Masjid Terapung Amirul Mukminin. Masjid ini menjadi salah satu tujuan wisata religi bagi umat Islam.
Tak sampai di situ, berbagai fasilitas lainnya juga dapat dinikmati di kawasan Pantai Losari. Ada tempat untuk berolahraga, berbagai kuliner khas Kota Makassar, hingga tempat belanja oleh-oleh yang bisa dijangkau hanya dengan berjalan kaki.(1)
Sumber:
1. Tesis "Penataan Kawasan Pantai Losari sebagai Urban Tourism Kota Makassar" oleh Nur Adya Suriadi.
2. Buku "Makassar Tempo Doeloe" oleh Zainuddin Tika, dll.
3. Jurnal "Dinamika Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pantai Losari 2000-2019" oleh Mufika Riski, Jumadi dan Amirullah.
4. Buku "Berbekal Seribu Akal Pemerintahan dengan Logika" Sari Pati Pidato Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Tomi Lebang.
5. Wawancara Dosen Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin Dias Pradadimara.
6. Arsip Provinsi Sulawesi Selatan Surat Nomor 121/TW/JS/PK/IV/75 tanggal 8 Januari 1975 tentang Rehabilitasi Berat Tembok Tanggul Losari.
(urw/nvl)