Sejarah Masuknya Injil di Toraja dan Misi Penghapusan Ritual Leluhur

Sejarah Masuknya Injil di Toraja dan Misi Penghapusan Ritual Leluhur

Rachmat Ariadi - detikSulsel
Senin, 13 Mar 2023 08:00 WIB
Ketua Umum Badan Pekerja Sinode (BPS), Pendeta Alfred Anggui melihat foto Aris van de Loosdrecht yang terpajang di dinding.
Foto: Ketua Panitia IMT 110, Djeckson Mari saat kunjungi museum Aris Van De Loosdrecht. (Rachmat Ariadi/detikSulsel)
Toraja Utara -

Masyarakat Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel) merayakan peringatan Injil Masuk Toraja (IMT) ke-110 tahun pada 9-18 Maret 2023. Peringatan ini menandai sejarah pertama kali Injil masuk yang mengubah peradaban masyarakat Toraja.

Masuknya Injil ke Toraja tidak lepas dari sosok Antonie Aris van de Loosdrecht, seorang pengabar Injil atau zendeling dari Belanda. Ia pertama kali membawa ajaran Injil ke tengah masyarakat Toraja pada tahun 1913.

Aris van de Loosdrecht pertama kali menginjakkan kali di Rantepao pada 16 Maret 1913. Saat hendak menyebarkan ajaran Injil, ia mengatur strategi agar diterima oleh masyarakat Toraja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengabaran Injil di Toraja

Sebagai langkah awal, Van de Loosdrecht menemui para pemuka masyarakat untuk merundingkan berbagai rencana yang telah disusunnya. Salah satunya lewat pembukaan sekolah-sekolah dan rumah sakit.

Ketua Umum Badan Pekerja Sinode (BPS) Pendeta Alfred Anggui mengatakan, pada Maret 1913 ada 20 orang Toraja yang dibaptis pertama kali untuk memeluk agama Kristen.

ADVERTISEMENT

"110 Tahun yang lalu, 20 orang pertama Toraja dibaptis. Momen itu yang saya maksud, perubahan masyarakat Toraja. Sekolah-sekolah mulai dibangun, rumah sakit berdiri untuk melayani masyarakat yang merupakan inti dari ajaran Injil itu sendiri," katanya kepada detikSulsel, Kamis (9/3/2023).

Meski di awal kedatangannya ada 20 orang yang mengikuti ajaran Injil, namun langkah Van de Loosdrecht tidak mudah. Dalam menyebarkan nilai-nilai Injil Van de Loosdrecht terkendala bahasa hingga tidak adanya literatur untuk mendukung proses belajar mengajar dan tenaga pendidik.

Selain itu, kondisi masyarakat Toraja saat masih memegang teguh ajaran Aluk Todolo menjadi tantang utama Van de Loosdrecht.

Di saat yang bersamaan, pemerintah tengah melakukan misi penghapusan tradisi perbudakan maupun ritual-ritual para leluhur yang menjadi sistem kehidupan masyarakat Toraja kala itu. Pemerintah bahkan tidak memberi ruang diskusi dengan para leluhur sehingga mendapat pertentangan yang keras.

"Banyak halangan dan rintangan dilalui Van de Loosdrecht saat mengabarkan nilai Injil di Toraja. Saat itu memang pemerintah menggagas penghapusan sistem budak, yang dalam masyarakat Toraja merupakan bagian dari sistem kehidupan mereka. Van de Loosdrecht mengkritik tindakan-tindakan pemerintah karena dianggap sebagai tindakan yang instan," jelas Alfred.

Mengambil upaya yang berbeda dengan pemerintah, Van de Loosdrecht mengabarkan Injil melalui pendidikan.

"Jadi dia saat itu lebih memilih untuk melakukan usaha pekabaran Injil melalui sekolah-sekolah yang didirikannya," ungkap Alfred.

Alfred menambahkan, saat itu Van de Loosdrecht sangat berpegang teguh pada nilai Injil. Bahkan melakukan layanan ke masyarakat tanpa membeda-bedakan ataupun melakukan tindakan diskriminatif ke masyarakat.

Hal ini kemudian membuat masyarakat Toraja perlahan memilih masuk Kristen dan mendalami nilai-nilai Injil.

"Nilai-nilai Injil yang disampaikan Van de Loosdrecht saat itu benar-benar menyentuh hati segenap masyarakat Toraja. Di gereja mereka diperlakukan dengan baik tanpa dibeda-bedakan, dirangkul dalam kasih Tuhan. Jadi tidak ada sekat, itulah inti dari kehadiran Injil, hidup yang berdampak serta memulihkan keberadaan kehidupan orang lain," tandasnya.

Setelah inti dari ajaran Injil menyebar ke berbagai pelosok Toraja, peradaban masyarakat Toraja pun berubah drastis.




(alk/sar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads