Songkok Recca atau yang lebih dikenal dengan Songkok To Bone memiliki sejarah yang panjang. Awalnya, Songkok Recca digunakan oleh Arung Palakka untuk menandai pasukannya saat menyerang Tana Toraja.
Tercatat dalam sejarah, berawal ketika Raja Bone ke XV Laterintatta Arung Palakka melakukan ekspansi ke Tana Toraja pada tahun 1683 masehi untuk memperluas kekuasaan Kerajaan Bone. Dalam penyerangan itu pasukan Arung Palakka berhasil menduduki wilayah Makale, dan Rantepao.
Namun, di tahun-tahun selanjutnya orang Toraja tidak rela ditindas dan dijadikan hamba Kerajaan Bone. Laskar Tana Toraja pun melakukan perlawanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perlawanan orang Toraja terhadap penguasaan Bone ini dikenal lewat gerakan yang bersemboyan To Pada Tindo To Misa' Pangimpi (Manusia Sama Derajatnya, Manusia Sama Impiannya).
Dewan Adat Bone Andi Baso Bone Mappasissi menjelaskan saat berperang, salah satu ciri khas pasukan Kerajaan Bone hanya memakai sarung diikat di pinggang. Sementara pasukan Tana Toraja juga memakai sarung saat perang.
Keadaan tersebut lantas membuat Arung Palakka tidak bisa membedakan pasukannya dengan pasukan Toraja saat bertempur di malam hari. Kedua pasukan juga sulit membedakan mana lawan mana kawan.
"Karena kedua pasukan masing-masing menggunakan sarung, untuk menyiasati keadaan seperti itu Arung Palakka mencari strategi baru dengan memerintahkan prajuritnya memasang tanda di kepala sebagai pembeda," ujar Andi Baso kepada detikSulsel Kamis (29/9/2022).
Baso menuturkan, sebagian pasukan Arung Palakka kemudian kembali ke tanah Bone untuk mencari pelepah lontar yang dikeringkan. Setelah itu dibakar dan dipukul-pukul (direcca-recca) sehingga keluar seratnya.
Serat pelepah lontar ini kemudian dibentuk menyerupai songkok dan menjadi identitas bagi pasukan Kerajaan Bone saat kembali berperang melawan pasukan Toraja.
"Pada periode inilah disebut sebagai Songkok Recca. Identitas pembeda pasukan kerajaan Bone," sebutnya.
Selanjutnya Songkok Recca jadi penanda strata di Kerajaan Bone...
Songkok Recca Jadi Penanda Strata di Kerajaan Bone
Baso melanjutkan, pada tahun 1931 di masa Raja Bone ke-32 yaitu Andi Mappanyukki, Songkok Recca kemudian dijadikan sebagai kopiah atau songkok resmi kerajaan. Songkok Racca kemudian diberi pinggiran benang emas sebagai penanda strata.
Songkok tersebut hanya dipakai oleh lingkungan kerajaan. Saat itulah disebut Songkok Pamiring Pulaweng atau songkok pinggiran emas.
"Songkok Recca dijadikan songkok kebesaran bagi raja, bangsawan, dan para punggawa-punggawa kerajaan saat itu. Hal ini bertujuan untuk membedakan tingkat kederajatan di antara mereka, maka Songkok Recca akhirnya dibuat dengan pinggiran berbahankan emas yang melambangkan tingkat strata atau derajatnya," jelasnya.
Songkok Recca kini menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pengusulannya dilakukan pada tahun 2018 dan ditetapkan pada tahun 2019.
Terbaru, Songkok To Bone ini meraih penghargaan internasional sebagai kerajinan unggul World Crafts Council (WCC) Award of Excellence for Handicraft of Asia Pasific Region 2022. Penerimaan sertifikat of Excellence dari World Crafts Council Asia Pasific Region diserahkan pada pembukaan pameran Kriya Nusa oleh Iriana Joko Widodo pada 21 September 2022 lalu di Prefunction Hall A-JCC, Jakarta.
Simak Video "Video: Detik-detik Longsor Tutup Jalan Trans Sulawesi di Bone Bolango"
[Gambas:Video 20detik]
(alk/nvl)