Suku Toraja dikenal memiliki beragam budaya hingga upacara adat yang hingga kini masih dilestarikan masyarakatnya. Salah satu yang cukup dikenal ialah Rambu Solo atau ritual pemakaman.
Rambu Solo dilakukan oleh keluarga masyarakat Toraja yang berduka. Mereka membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir kepada mendiang keluarga yang telah pergi lebih dulu.
Dewan Masyarakat Adat Nusantara, Eric Crystal Ranteallo mengatakan Rambu Solo merupakan ritual sakral bagi masyarakat Toraja. Ritual Rambu Solo ini telah dilakukan oleh Aluk Todolo, atau nenek moyang dari suku Toraja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang Toraja itu sangat menghargai keluarganya yang telah berpulang. Itu nomor satu di Toraja, sebagai penghormatan untuk terakhir kali. Ini sudah dilakukan sejak leluhur kami Aluk Todolo," jelas Eric Crystal Ranteallo kepada detikSulsel, Jumat (10/6/2022).
Rambu Solo dianggap sebagai upacara untuk menyempurnakan kematian seseorang. Kepercayaan masyarakat suku Toraja, berasal dari Aluk Todolo. Mereka percaya mati adalah suatu proses perubahan status dari manusia fisik di dunia menjadi roh di alam gaib.
Sehingga, selama rangkaian ritual Rambu Solo belum dilakukan hingga rampung, maka sang mayat akan diperlakukan sebagaimana orang sakit. Sang mayat tetap dibaringkan di tempat tidur serta tetap disediakan makan dan minum yang diletakkan di sampingnya.
"Bagi suku Toraja, orang yang sudah meninggal dikatakan telah benar-benar meninggal ketika seluruh prosesi upacara rambu solo telah terpenuhi. Jika belum, orang tersebut hanya dianggap makula (sakit), dan diperlakukan layaknya orang sakit, sehingga masih harus disediakan minuman, makanan, dan dibaringkan di tempat tidur," jelas Eric.
Perlakuan menganggap sang mayat sebagai orang sakit berakhir ketika dilaksanakannya Rambu Solo bagi yang bersangkutan, oleh keluarga atau keturunannya. Ritual Rambu Solo pada intinya adalah Meaya, yakni memindahkan/mengarak sang mayat dari tongkonan ke liang (kuburan) yang berupa gua di tebing batu.
Mayat Disimpan di Rumah hingga Rambu Solo Dilaksanakan
Eric mengatakan, ketika orang dari suku Toraja meninggal akan disimpan hingga Rambu Solo digelar. Sehingga jika biaya keluarga belum mencukupi maka mayat akan terus disimpan hingga mampu menggelar Rambu Solo.
"Makanya itu, biasa jenazah orang Toraja ada yang tinggal lama di rumah. Ada beberapa pendapat bilang itu menunggu biaya yang terkumpul, menunggu keluarga yang jauh datang," paparnya.
Meski begitu, Eric mengatakan sejatinya pelaksanaan Rambu Solo tidak memaksakan untuk menyembelih persembahan. Karena berdasarkan ajaran orang terdahulu suku Toraja, jika tidak mampu mengorbankan ternak maka cukup memukul kandang ternak.
"Sebenarnya ajaran nenek moyang kita tidak memaksakan untuk menyembelih kerbau atau babi. Ajaran nenek moyang kita dulu kalau tidak mampu menyembelih kerbau atau babi, itu cukup memukul-mukul kandang ternak yang ada, atau kalau tidak mampu membeli tedong bonga (kerbau belang) itu dikasi kapur. Itu bijaknya ajaran nenek moyang kita," paparnya.
Ada beragam rangkaian ritual Rambu Solo bagi masyarakat suku Toraja. Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Rangkaian Ritual Rambu Solo Suku Toraja
Rambu Solo terdiri atas beberapa ritual adat yang dilakukan secara runtut oleh masyarakat suku Toraja. Ritual dalam Rambu Solo' terdiri atas Mappassulu', Mangriu' Batu, Ma'popengkaloa, Ma'pasonglo, Mantanu Tedong, dan Mapasilaga Tedong.
Ritual pertama yang dilakukan saat rambu solo adalah Mappassulu'. Pada ritual ini berisikan pertemuan keluarga yang tujuannya adalah untuk memeriksa kembali hasil musyawarah keluarga sebelumnya, terutama yang berkaitan dengan kesanggupan dalam menyediakan kurban berupa kerbau dan babi. Pada tahap ini 2 ekor babi dipotong.
Ritual kedua adalah Mangriu' batu. Ritual ini bertujuan untuk mengusung batu dan dibawa ke tempat yang akan digunakan untuk Rambu Solo. Batu itu kemudian ditanam dan digunakan untuk menempatkan tali kerbau saat upacara pemakaman berlangsung.
Ketiga adalah ritual Ma'popengkaloa atau Ma'mopengkalo Alang. Ritual ini adalah proses memindahkan peti yang berisikan mayat ke sebuah lumbung untuk disemayamkan. Lumbung yang digunakan sebagai tempat menyimpan mayat ada di bagian depan tongkonan induk.
Keempat, ritual Ma'pasonglo yaitu proses perarakan jasad dari area tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian. Pengusungan mayat pada Ma'pasonglo ini dilakukan dengan menaikkan mayat ke keranda yang telah dihiasi benang emas dan perak.
Keranda tersebut dikenal dengan saringan yakni keranda jenazah yang dihiasi oleh bermacam-macam ukiran dan berbentuk seperti tongkonan. Pada proses ini biasanya warga yang hadir berbondong-bondong mengangkat peti.
Selanjutnya, keluarga yang menggelar Rambu Solo melakukan Mantarima Tamu atau menerima tamu. Pada prosesi ini keluarga menjamu tamu yang datang dan memberikan hidangan pada tempat yang telah disediakan.
Ritual selanjutnya adalah Mappasilaga Tedong, yang berisi rangkaian acara hiburan pada sore hari setelah proses penerimaan tamu selesai, dengan mempertontonkan adu kerbau. Adu kerbau ini dijadikan sebagai sarana hiburan. Ritual dalam Mapasilaga Tedong dilakukan oleh ahlinya yang disebut dengan Pa'tingoro.
Ritual lain dalam Rambu Solo dengan berkurban babi hingga kerbau untuk menunjukkan strata rumpun keluarga. Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Kurban Babi-Kerbau di Rambu Solo Tunjukkan Strata Rumpun Keluarga
Kemudian dilanjutkan dengan ritual Mantunu, yakni merupakan menebas kerbau dan babi saat upacara pemakaman yang dilakukan oleh seseorang dengan keahlian khusus dalam menebas kerbau. Kerbau itu ditumbangkan dengan sekali tebas. Setelah itu, darah yang mengalir dari tubuh kerbau itu akan dikumpulkan dalam wadah untuk dimasak dan dimakan bersama.
Pada rangkaian ritual Rambu Solo memang mengharuskan mengurbankan kerbau dan babi. Karena menurut keyakinan masyarakat suku Toraja, para hewan yang dikurbankan akan menjadi kendaraan orang yang sudah meninggal tersebut.
"Setiap ritual itu ada hubungan dengan Tuhan. Misalnya babi dan kerbau dipotong itu dipercayai sebagai kendaraannya orang meninggal nanti untuk menuju alam baka. Nah, sekarang kan sudah banyak agama di Toraja, jadi itu kita potong sebagai tanda syukur satu rumpun keluarga dalam acara itu," jelas Eric.
Eric menambahkan, banyaknya persembahan yang disembelih menunjukan strata suatu rumpun keluarga. Semakin banyak hewan yang disembelih semakin tinggi strata rumpun keluarga.