Songkok recca atau yang juga dikenal dengan songkok Bugis bukan hanya sekadar penutup kepala. Songkok ini menjadi identitas atau jati diri bagi para cendekiawan dan bangsawan kerajaan Bone.
Dahulu pemakainya bukan orang sembarangan. Konon, bila dipakai maka kharisma pemakainya akan semakin terpancar. Namun kini semua kalangan bisa mengenakan songkok ini.
Songkok ini sudah menjadi warisan budaya tak benda Indonesia.
Bahannya urecca berasal dari kata ure'ta, yang berarti lontara. Lontara itu ilmu pengetahuan. Jadi urecca itu adalah lambang dari ure acca.
"Jadi orang yang memakai di masa kerajaan Bone itu adalah cendekiawan. Diprakarsai oleh Lamellong, Kajaolalido," kata Budayawan Bone, Andi Yushan Tenritappu.
Yushan menuturkan, memang songkok ini awalnya hanya digunakan para cendekiawan yang disebut anre guru saat itu. Di tahun 1931, masa Andi Mappanyukki semua yang diangkat raja merupakan kalangan cendekiawan.
Sehingga demikian juga menjadi kalangan ningrat atau bangsawan maka sepakatlah para pemangku memberikan strip emas di pinggiran songkok.
"Makin tinggi emasnya makin besar ningratnya atau derajat kebangsawanannya," jelasnya.
Dewan Adat Bone, Andi Baso Bone Mappasissi mengatakan ada aturan penggunaan songkok sesuai tingkat atau strata bangsawan. Untuk bangsawan biasa boleh memakai songkok recca dengan tinggi bahan emas yang telah ditentukan. Setengah, sepertiga, atau seperempat tinggi songkok.
"Tak boleh seorang pun pakai songkok recca dengan bahan emas yang lebih tinggi dari milik raja dan anak-anaknya," ucapnya.
Namun kini songkok Recca sudah menjadi identitas orang Bugis. Termasuk menjadi kebanggaan orang Bugis Makassar di perantauan.
"Songkok Recca dulu sakral. Rakyat biasa enggan menggunakan meskipun punya uang. Tapi, sekarang, siapapun bisa pakai," pungkasnya.
(tau/nvl)