Pedagang air di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama Sangkala (60) menyebut pesanan air bersih meningkat selama musim kemarau atau kekeringan. Sangkala bisa mendapatkan Rp 600 ribu dalam sehari dengan menjual air menggunakan mobil tangki.
"Harga 1 tangki ini saya jual berdasarkan jaraknya, kalau dekat Rp 120 ribu, kalau jauh Rp 150 ribu. Saya biasa mengantar air ke pembeli sampai 4 kali sehari," ujar Sangkala kepada detikSulsel, Senin (14/10/2024).
Sangkala mengatakan sudah lima tahun berjualan air dengan mobil tangki berkapasitas 4.000 ribu liter. Mobil tangki tersebut diantarkannya untuk pelanggannya yang memesan melalui telepon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah 5 tahun jual air. Saya banyak langganan, kalau mereka mau tinggal telepon saja dan saya antar," kata Sangkala.
Selain di Kabupaten Maros, ia kerap mendapatkan pengantaran ke wilayah pesisir Kabupaten Pangkep. Ia mengatakan, permintaan air bersih saat musim kemarau memang selalu tinggi.
"Saya biasa mengantar sampai di Pangkep, itu daerah-daerah pinggir pantai tidak ada air bersih apalagi musim kemarau. Kalau musim hujan kurang mi pembeli," bebernya.
![]() |
Sangkala menuturkan, jika musim hujan tiba, biasanya hanya bisa menjual 2 tangki air saja. Ia mengatakan, pembeli air tangki di musim hujan umumnya rumah makan atau warung yang berada di jalan poros Maros-Pangkep.
"Kalau musim hujan paling hanya bisa jual 2 tangki saja untuk warung. Di musim kemarau seperti sekarang saya biasa jual 4 sampai 5 tangki," ucapnya.
Sementara itu, penjual air yang lain, Herman (38), menjual air dengan mobil pick up dengan 2 buah tandon yang masing-masing berkapasitas 1.200 liter. Harga jual setiap air tandon juga ditetapkan berdasarkan jarak pengantaran antara Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu.
"Harga jualnya tergantung jaraknya, Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu untuk 1 tandon. Saya sekali jalan bawa 2 tandon," ujarnya.
Ia mengatakan selama musim kemarau ini dalam sehari bisa menjual air 5 sampai 7 kali sehari. Dia menyebut penjualan bergantung antrean di tempat pengisian air.
"Kalau banyak antrean di sini paling 5 kali sehari, kalau antreannya kurang bisa sampai 7 kali," katanya.
Soal kualitas air yang dia jual, Herman mengatakan, tak pernah menerima keluhan dari pelanggannya. Ia menjamin kualitas air dagangannya sangat baik.
"Air di sini bagus. Banyak yang ambil termasuk tangki PMI (Palang Merah Indonesia) dan BPBD. Alhamdulillah selama ini tidak ada keluhan dari pembeli," ujarnya.
Para pedagang air tangki dan tandon seperti Sangkala dan Herman ini membeli air dari sumur warga di Desa Baruga, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros. Untuk satu tangki mereka beli seharga Rp 25 ribu dan Rp 5 ribu untuk satu tandon.
"Kalau untuk tangki harganya Rp 25 ribu Kalau untuk tandon kami jual Rp 5 ribu untuk 1 tandon," kata Iman, pemilik sumur.
Ia mengatakan, usaha jual air bersih ini adalah usaha milik keluarganya secara turun temurun. Iman mengatakan, sejak berdiri sekian tahun lalu, sumurnya tidak pernah kering meski musim kemarau. Hal itu membuat banyak pedagang air maupun instansi pemerintah membeli air di tempatnya.
"Pembeli dari pedagang yang pakai tangki dan tandon. Instansi seperti PMI dan BPBD juga ke sini beli air. Ini usaha keluarga, om ku sekarang yang pengelolanya," ucapnya.
Setiap hari, Iman melayani puluhan hingga ratusan pembeli dari pukul 08.00 sampai pukul 01.00. Untuk sekali pengisian ia bisa mengisi 2 unit bersamaan. Air dari sumur yang berada di belakang rumahnya dialirkan dengan selang berukuran besar untuk mengisi tangki maupun tandon.
"Buka dari pagi jam 08.00 pagi sampai pukul 01.00 malam. Setiap hari biasa puluhan sampai ratusan, saya tidak pernah hitung, tapi kebanyakan tandon," kata Iman.
Diketahui, krisis air telah melanda 9 kecamatan dan berdampak kepada 45 ribu warga di Maros dalam dua bulan terakhir. Untuk itu Pemkab Maros telah menetapkan status Tanggap Darurat Kekeringan selama sebulan ke depan.
"45 ribu jiwa, diperkirakan 7 ribu KK yang terdampak kekurangan air. Terbesar kekeringan di Kecamatan Lau, Bontoa, Maros Baru dan Marusu," kata Kepala BPBD Maros, Towadeng kepada detikSulsel, Jumat (11/10).
Ia mengatakan, status tanggap darurat telah ditetapkan sejak (4/10) dan dilaksanakan mulai Sabtu (12/10). Hal itu, karena anggaran Biaya Tidak Terduga (BTT) yang digunakan dalam tanggap darurat ini baru cair.
"Kalau di SK-nya, mulai tanggap darurat tanggal 4 Oktober tapi kan untuk action butuh proses pencairan anggaran, sehingga insyaallah besok mulai penyaluran perdana sampai sebulan," katanya.
(asm/sar)