Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin melakukan sidak pasar di Pasar Minasa Upa di Kabupaten Gowa. Bahtiar mengatakan harga cabai di pasar kini sudah turun menjadi Rp 30 ribu per kilogram.
Sidak tersebut dilakukan Bahtiar bersama Kapolda Sulsel Irjen Andi Rian Ryacudu Djajadi dan jakaran forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) Pemkab Gowa pada Senin (15/1/2024). Bahtiar mengatakan sidak pasar ini dilakukan untuk memantau pergerakan harga bahan pokok di pasaran.
"Kami pemerintah daerah bersama Forkopimda dan Tim Pengendali Inflasi daerah, memastikan setiap pekan pergerakan harga-harga barang itu tidak mempengaruhi inflasi yang signifikan," ujar Bahtiar kepada wartawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahtiar mengungkapkan, harga cabai di pasar tersebut sudah turun menjadi Rp 30 ribu per kilogram. Dia mengaku sangat bersyukur atas hal ini karena sebelumnya cabai menjadi penyumbang inflasi paling tinggi di Sulsel.
"Datanya tadi kita temukan di lapangan ternyata alhamdulillah cabai harganya sudah tidak terlalu pedas. Harganya sudah turun jadi Rp 30 ribu," ungkapnya.
Dia menuturkan harga bahan pokok di Pasar Minasa Upa relatif murah dan terkendali pergerakannya. Hanya sedikit bahan pokok yang harganya naik karena disebabkan faktor cuaca seperti bawang merah.
"Memang masih ada kenaikan sedikit di sini. Mungkin karena faktor hujan mungkin (yaitu) bawang merah. Tetapi relatif harga normal dan cukup barangnya. Yang penting kan ketersediaan barangnya," sebutnya.
"Yang lainnya alhamdulillah baik. Termasuk ikan, lagi banjir ikan Sulsel kalau waktu-waktu seperti ini walaupun cuaca agak sedikit kurang baik," lanjut Bahtiar.
Bahtiar menambahkan saat ini Pemprov Sulsel berkomitmen untuk bebas inflasi khususnya komoditi cabai rawit. Dengan demikian, Pemprov Sulsel sedang mengupayakan penanaman bibit cabai di banyak daerah.
"Makanya kita tanam banyak ini. Jadi memang ini baru tanam kan nanti hasilnya tiga bulan ke depan," imbuhnya.
Selain itu, dia juga menyebut budi daya cabai dapat dijadikan sebagai tanaman bisnis. Sebab, setelah dikalkulasi hasilnya bisa mencapai Rp 600 hingga Rp 800 miliar per hektare.
"Tetapi teman-teman kita di Sulsel ini bahkan kita dorong jadi tanaman bisnis. Karena ternyata setelah kita cek di lapangan hasilnya itu orang tanam cabai cukup menguntungkan. Satu hektar bisa menghasilkan Rp 600-800 juta per hektarnya," bebernya.
Bahtiar menuturkan saat ini pihaknya juga telah bekerja sama dengan perbankan untuk menyiapkan kredit usaha rakyat (KUR) untuk membantu petani dalam bisnis budi daya cabai ini. Modal yang didapatkan cukup beragam mulai Rp 80 juta sampai Rp 100 juta.
"Oleh karenanya sekarang ada KUR untuk tanam cabai. Mungkin sampai Rp 80-100 juta modalnya, 3 bulan bisa panen dan selama 2 tahun. Itu luar biasa bisnis cabai ini," ucapnya.
Selanjutnya, dia mengatakan kini pihaknya juga mengupayakan agar cabai Salo Dua lolos sertifikasi oleh balai benih untuk diproduksi massal. Cabai Salo Dua adalah cabai khas Sulsel dari Enrekang yang pohonnya dapat bertahan hingga 4 tahun lamanya.
"Kami sedang proses sertifikasi dengan balai benih supaya bisa di produksi massal. Dan itu menjadi peluang bagi masyarakat khususnya Enrekang untuk mendapatkan nilai tambah baru lagi. Jadi besok bisa jualan benih cabai selain jualan cabainya sendiri," pungkasnya.
(asm/nvl)