Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan Amerika Serikat (AS) secara resmi mengalami resesi secara teknikal. Ada sejumlah potensi dampaknya ke Indonesia yang mesti diwaspadai.
"Kita tidak jumawa. Kita tahu situasi masih akan sangat cair dan dinamis. Berbagai kemungkinan terjadi dengan kenaikan suku bunga, capital outflow terjadi di seluruh negara berkembang dan emerging termasuk Indonesia dan itu bisa mempengaruhi nilai tukar suku bunga dan bahkan inflasi di Indonesia," ungkap Sri Mulyani saat menghadiri Dies Natalis ke-7 PKN STAN sekaligus meresmikan Gedung Nusantara PKN STAN seperti dilansir dari detikFinance, Jumat (29/7/2022).
Sri Mulyani menuturkan ekonomi AS tumbuh negatif dua kuartal berturut-turut dalam tahun yang sama sehingga secara teknikal secara resmi masuk resesi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pagi ini Anda membaca berita AS negative growth kuartal II, technically masuk resesi. RRT seminggu yang lalu keluar dengan growth kuartal kedua yang nyaris 0. Apa hubungannya dengan kita lagi? AS, RRT, Eropa adalah negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi kalau mereka melemah, permintaan terhadap ekspor turun, harga komoditas juga turun," jelasnya.
Kondisi ini menurut Sri Mulyani perlu jadi perhatian lantaran ada banyak hubungannya dengan ekonomi Indonesia. Kendati kondisi ekonomi Indonesia masih cukup kuat dengan mengacu ke APBN yang surplus Rp 73,6 triliun per Juni 2022, namun Sri Mulyani menuturkan harus tetap waspada.
"Banyak hubungannya. Dengan inflasi itu maka otoritas moneter di berbagai negara melakukan respons kebijakan, mengetatkan likuiditas dan meningkatkan suku bunga. Ini menyebabkan arus modal keluar," urai Sri Mulyani.
"Kalau seandainya kenaikan suku bunga dan likuiditas cukup kencang, maka pelemahan ekonomi global pasti terjadi," sambungnya.
(tau/sar)