Sekretaris Daerah (Sekda) Sulawesi Selatan (Sulsel) Muh Jufri Rahman menilai kenaikan harga beras di sejumlah daerah berpotensi memicu inflasi. Jufri pun mendorong upaya diversifikasi sebagai alternatif mengatasi kenaikan harga beras.
"Jadi sebelumnya sudah sulit, kini naik lagi (harga beras). Jawabannya sudah ada. Pasti akan berdampak ke inflasi. Dulu pemicu inflasi kita di Sulawesi Selatan secara konservatif itu cabai keriting, sekarang pindah ke beras," ucap Jufri kepada wartawan, Rabu (27/8/2025).
Jufri menilai kondisi ini seharusnya bisa diantisipasi dengan memperkuat konsumsi pangan lokal melalui diversifikasi pangan. Masyarakat bisa mengalihkan kebutuhan makanannya dengan komoditas pangan yang lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang Jeneponto dulu makan beras jagung, kita malah lebih suka dulu beras jagung. Dulu masih saya ingat tahun 70-an ubi kayu dipotong kecil, enak juga," tuturnya.
"Sebenarnya diversifikasi pangan itu sebenarnya salah satu solusi atas ketergantungan kita terhadap beras," tambah Jufri.
Dia menilai, diversifikasi pangan adalah jalan keluar untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras. Namun, pola konsumsi masyarakat yang sudah terbiasa makan nasi membuat langkah ini tidak mudah.
"Dulu pangan tradisional kayak di Papua orang makan petatas, ubi jalar dia bakar dan seterusnya. Di NTT orang makan jagung, tiba-tiba serentak makan beras sehingga kesulitan seperti sekarang," paparnya.
Dia menekankan, fungsi utama makanan bukan semata mengenyangkan, melainkan juga memenuhi asupan gizi. Dia mengajak masyarakat tidak ragu kembali mengonsumsi pangan alternatif.
"Itu kan makanan fungsi utamanya mengimbangi rasa lapar. Kalau negara modern fungsi makan itu kecukupan asupan gizi, kalau kita wilayah agraris orang makan supaya tidak lapar. Jadi selama mengenyangkan makan saja ubi, jagung, dan sebagainya," jelas Jufri.
Sebelumnya diberitakan, harga beras juga mengalami kenaikan di sejumlah pasar tradisional di Makassar. Pemkot Makassar menduga kondisi ini disebabkan oleh pedagang masih menjual stok lama.
"Memang kendalanya juga pedagang-pedagang di pasar itu menjual stok-stok lama yang belum habis. Itu yang kita temukan waktu sidak dengan Pak Wali (Munafri Arifuddin) dua hari lalu," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan Makassar, Nisman Mangkasa kepada detikSulsel, Rabu (28/8).
Di satu sisi, pedagang terpaksa menjual di atas harga eceran tertinggi (HET) untuk menghindari kerugian. Harga beras dipastikan akan stabil pada saat stok lama pedagang sudah habis.
"Jadi harus dijual dulu yang lama baru bisa mereka dengan harga yang baru lagi. Karena kalau mereka menjual dengan harga yang setelah turun ini mereka akan rugi," urainya.
(sar/hsr)