Renungan Harian Katolik Rabu, 27 Agustus 2025: Dipanggil untuk Berdiri Tegak

Renungan Harian Katolik Rabu, 27 Agustus 2025: Dipanggil untuk Berdiri Tegak

Osmawanti Panggalo - detikSulsel
Rabu, 27 Agu 2025 06:30 WIB
ilustrasi orang berdoa
Foto: Unsplash/Patrick Fore
Makassar -

Renungan Katolik Rabu, 27 Agustus 2025, gereja kembali mengajak kita merenungkan firman Tuhan yang memberi tuntunan dalam hidup sehari-hari. Bacaan hari ini mengingatkan kita bahwa iman bukan hanya soal kata-kata indah yang diucapkan, melainkan tentang keberanian untuk berdiri tegak dan hidup sesuai dengan kebenaran Injil.

Mengingatkan kita pada teladan Rasul Paulus yang dengan kerja keras dan ketulusan mewartakan Injil kepada jemaat. Ia tidak hanya berbicara tentang firman Allah, tetapi juga menghadirkan dalam tindakan nyata.

Renungan hari ini mengangkat tema "Dipanggil untuk Berdiri Tegak" dilansir dari buku Inspirasi Pagi (LBI) oleh M Constantin FSGM. Renungan ini juga dilengkapi dengan daftar bacaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yuk, disimak!

Renungan Harian Katolik Hari Ini, 27 Agustus 2025

Berikut ayat Alkitab yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan:

ADVERTISEMENT

Bacaan I: 1 Tes 2:9-13

Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu.

Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya.

Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang,

dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.

Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi?dan memang sungguh-sungguh demikian?sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya.

Mazmur Tanggapan: Mzm. 139:7-8,9-10,11-12ab

Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?

Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau.

Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut,

juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku.

Jika aku berkata: "Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam,"

maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang.

Bacaan Injil: Mat.23:27-32

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.

Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh

dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu.

Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu.

Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu!

Renungan Hari Ini: Dipanggil untuk Berdiri Tegak

1 Tesalonika 2:9-13

"Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami.

Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu."

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, hari ini Gereja memperingati Santa Monika, ibu dari Santo Agustinus. Santa Monika terkenal sebagai seorang istri dan seorang ibu yang hidup dalam diam, serta dalam doa, air mata, dan pengorbanan. Ia mengalami penderitaan batin yang cukup lama karena suaminya yang temperamental dan anaknya yang masih hidup dalam dosa. Meski begitu, ia tidak pernah menjadi beban bagi orang lain. Ia berusaha tetap tegar dalam menghadapi penderitaan, sampai akhirnya anaknya seorang ibu yang mengasuh anaknya.

Proses pengasuhan ini dapat diartikan sebagai kemampuan berbagi hidup.

Analisis biologis menunjukkan bagaimana proses ibu membagikan hidup kepada anaknya. Seorang ibu mulai membagi hidupnya sejak awal kehamilan. Janin tumbuh dalam tubuh sang ibu, bergantung sepenuhnya pada nutrisi, oksigen, dan perlindungan yang diberikan melalui plasenta. Setelah kelahiran, ibu melanjutkan berbagi hidup melalui tindakan menyusui. ASI bukan hanya makanan, melainkan juga perlindungan imunologis. Penelitian juga menunjukkan bahwa setelah melahirkan, hormon prolaktin dan oksitosin mendorong otak seorang ibu untuk mengalami perubahan yang signifikan, serta memperkuat naluri keibuan dan dorongan untuk merawat anaknya.

Gereja adalah ibu yang merawat anak-anaknya. Semoga Tuhan meningkatkan hormon prolaktin dan oksitosin iman kita, sehingga kita satu sama lain mampu menjadi "ibu" yang rela membagi hidup kita bagi kehidupan sesama.

Kisah Santa Monika, Janda

Monika, Ibu Santo Agustinus dari Hippo, adalah seorang ibu teladan. Iman dan cara hidupnya yang terpuji patut dicontoh oleh ibu-ibu Kristen terutama mereka yang anaknya tersesat oleh berbagai ajaran dan bujukan dunia yang menyesatkan. Riwayat hidup Monika terpaut erat dengan hidup anaknya Santo Agustinus yang terkenal bandel sejak masa mudanya. Monika lahir di Tagaste, Afrika Utara dari sebuah keluarga Kristen yang saleh dan beribadat. Ketika berusia 20 tahun, ia menikah dengan Patrisius, seorang pemuda kafir yang cepat panas hatinya.

Dalam kehidupannya bersama Patrisius, Monika mengalami tekanan batin yang hebat karena ulah Patrisius dan anaknya Agustinus. Patrisius mencemoohkan dan menertawakan usaha keras isterinya mendidik Agustinus menjadi seorang pemuda yang luhur budinya. Namun semuanya itu ditanggungnya dengan sabar sambil tekun berdoa untuk memohon campur tangan Tuhan. Bertahun-tahun lamanya tidak ada tanda apa pun bahwa doanya dikabulkan Tuhan. Baru pada saat-saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat dan minta dipermandikan. Monika sungguh bahagia dan mengalami rahmat Tuhan pada saat-saat kritis suaminya.

Ketika itu Agustinus berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikan di kota Kartago. Cara hidupnya semakin menggelisahkan hati ibunya karena telah meninggalkan imannya dan memeluk ajaran Manikeisme yang sesat itu. Lebih dari itu, di luar perkawinan yang sah, ia hidup dengan seorang wanita hingga melahirkan seorang anak yang diberi nama Deodatus. Untuk menghindarkan diri dari keluhan ibunya, Agustinus pergi ke Italia. Namun ia sama sekali tidak luput dari doa dan air mata ibunya.

Monika berlari meminta bantuan kepada seorang uskup. Kepadanya uskup itu berkata: "Pergilah kepada Tuhan! Sebagaimana engkau hidupa, demikian pula anakmu, yang bagimu telah kaucurahkan banyak air mata dan doa permohonan, tidak akan binasa. Tuhan akan mengembalikannya kepadamu." Nasehat pelipur lara itu tidak dapat menenteramkan hatinya. Ia tidak tega membiarkan anaknya lari menjauhi dia, sehingga ia menyusul anaknya ke Italia. Di sana ia menyertai anaknya di Roma maupun di Milano. Di Milano, Monika berkenalan dengan Uskup Santo Ambrosius. Akhirnya oleh teladan dan bimbingan Ambrosius, Agustinus bertobat dan bertekad untuk hidup hanya bagi Allah dan sesamanya. Saat itu bagi Monika merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidupnya. Hal ini terlukis di dalam kesaksian Agustinus sendiri perihal perjalanan mereka pulang ke Afrika: "Kami berdua terlibat dalam pembicaraan yang sangat menarik, sambil melupakan liku-liku masa lalu dan menyongsong hari depan. Kami bertanya-tanya, seperti apakah kehidupan para suci di surga... Dan akhirnya dunia dengan segala isinya ini tidak lagi menarik bagi kami. Ibu berkata: "Anakku, bagi ibu sudah ada sesuatu pun di dunia ini yang memikat hatiku. Ibu tidak tahu untuk apa mesti hidup lebih lama. Sebab, segala harapan ibu di dunia ini sudah terkabul". Dalam tulisan lain, Agustinus mengisahkan pembicaraan penuh kasih antara dia dan ibunya di Ostia: "Sambil duduk di dekat jendela dan memandang ke laut biru yang tenang, ibu berkata: "Anakku, satu-satunya alasan yang membuat aku masih ingin hidup sedikit lebih lama lagi ialah aku mau melihat engkau menjadi seorang Kristen sebelum aku menghembuskan nafasku. Hal itu sekarang telah dikabulkan Allah, bahkan lebih dari itu, Allah telah menggerakkan engkau untuk mempersembahkan dirimu sama sekali kepadaNya dalam pengabdian yang tulus kepadaNya. Sekarang apa lagi yang aku harapkan?"Beberapa hari kemudian, Monika jatuh sakit. Kepada Agustinus, ia berkata: "Anakku, satu-satunya yang kukehendaki ialah agar engkau mengenangkan daku di Altar Tuhan." Monika akhirnya meninggal dunia di Ostia, Roma. Teladan hidup santa Monika menyatakan kepada kita bahwa doa yang tak kunjung putus, tak dapat tiada akan didengarkan Tuhan.

Demikian renungan harian Katolik Rabu, 27 Agustus 2025 dengan bacaannya. Semoga Tuhan memberkati.




(alk/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads