Siswa sekolah dasar (SD) di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel), terpaksa belajar di kolong rumah warga yang dijadikan kelas belajar. Kelas yang berada jauh di pelosok gunung itu membuat siswa belajar beralaskan tanah dengan dan menerima materi pembelajaran dari 3 guru berstatus honorer.
SD ini berlokasi di Dusun Bara, Desa Bonto Somba, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Sebuah dusun terpencil berjarak sekitar 50 kilometer dari Kota Maros.
"Saya cuma ingin anak-anak di sini bisa baca tulis. Bisa sekolah, bisa punya cita-cita," ujar penggagas sekolah ini, Suryadi kepada detikSulsel, Jumat (2/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
SD ini merupakan kelas jauh dari SDN inpres 238 Bonto Parang yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Dusun Bara. Suryadi mengatakan sulit bagi anak-anak Dusun Bara untuk ke sekolah karena medan untuk ke sana cukup berat untuk anak-anak.
"Anak-anak kesulitan untuk ke sana setiap hari, medannya berat, jadi kami membuka sekolah ini," kata Suryadi.
Sekolah kolong ini dirintis Suryadi sejak 2018, namun baru pada tahun 2023, Pemerintah Kabupaten Maros memberikan pengakuan sebagai kelas jauh dari SD Inpres 238 Bonto Parang. Kini sekolah jauh tersebut memiliki tiga guru tetap yang tinggal di dusun Bara.
"Tidak mudah dan tidak langsung diakui pemerintah," ungkapnya.
Sejak mendapat pengakuan sebagai kelas jauh, Suryadi mengaku bersyukur karena saat ini dia mengajar bersama 2 orang lain yang berstatus honorer dengan upah Rp 600 ribu perbulan. Dia menyebut jumlah murid terdaftar di kelas jauh itu mencapai 73 murid.
"Awalnya 20 orang yang bersekolah. Terus sampai sekarang sudah 73 orang di Dapodik. Tapi kalau lagi panen begini yang hadir hanya 20 persen karena kebanyakan disuruh sama orang tuanya ke sawah atau ke kebun," paparnya.
Salah satu siswa, Alfin (12) menuturkan suasana kelas mereka cukup riuh. Selain karena hewan ternak seperti ayam kerap masuk, kelas yang digabung dari kelas 1 sampai kelas 6 itu menurutnya cukup mengganggu konsentrasi belajar.
"Kalau ayam berkeliaran sudah biasa. Tapi yang membuat kami terganggu itu karena semua kelas dicampur. Jadi kami yang kelas enam mau tidak mau menyimak pelajaran anak kelas 1 sampai 5. Mereka juga begitu," kata Alfin.
Dalam situasi yang terbatas itu, Alfin mengaku akan terus belajar untuk mewujudkan cita-cita menjadi anggota TNI pertama dari Dusun Bara. Dia mengatakan akan menjadi kebanggaan bagi orang tua dan warga kampungnya jika kelak menjadi tentara.
"Tidak ada tentara di kampungku ini, saya mau jadi tentara pertama dari sini. Saya tiga orang bersaudara, tapi dua orang yang sekolah satunya tidak karena harus bantu orang tua berkebun dan di sawah. Semuanya akan bangga kalau saya nanti jadi tentara," lanjutnya.
(ata/sar)