Militer Myanmar Dituduh Tetap Lakukan Pengeboman Meski Negara Dilanda Gempa

Militer Myanmar Dituduh Tetap Lakukan Pengeboman Meski Negara Dilanda Gempa

Tim detikNews - detikSulsel
Senin, 31 Mar 2025 18:30 WIB
Naypyidaw -

Sebanyak 1.700 orang dilaporkan tewas akibat gempa bumi yang melanda Myanmar bagian tengah. Meski negara itu sedang menghadapi krisis gempa, militer Myanmar dituding tetap melancarkan serangan udara di desa-desa.

Melansir detikNews yang mengutip Reuters, Senin (31/3/2025), Serikat Nasional Karen, salah satu tentara etnis tertua di Myanmar, mengatakan Junta terus melakukan serangan udara di tengah krisis bencana alam. Serangan itu disebut menargetkan wilayah sipil, bahkan ketika penduduk sangat menderita akibat gempa bumi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut klaim kelompok tersebut, militer seharusnya memprioritaskan upaya bantuan bagi korban gempa. Namun menurutnya, kondisi sebaliknya justru terjadi di Myanmar di mana militer malah melakukan pengerahan pasukan untuk menyerang rakyatnya.

Sementara itu, kelompok bantuan bernama Free Burma Rangers menyebut jet militer melancarkan serangan udara dan serangan pesawat nirawak di negara bagian Karen, dekat markas besar Karen National Union (KNU). Serangan itu tepatnya dilancarkan tak lama setelah gempa terjadi pada Jumat (28/3).

ADVERTISEMENT

Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan telah mendesak gencatan senjata segera untuk memudahkan penyaluran bantuan di Myanmar.

"(Balakrishnan) menyerukan gencatan senjata segera dan efektif di Myanmar yang akan memfasilitasi upaya untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan rekonsiliasi, perdamaian, dan rekonstruksi nasional jangka panjang," kata Kementerian Luar Negeri Singapura.

Juru bicara junta tidak menjawab pertanyaan tentang kritik tersebut. Militer Myanmar terlibat perang saudara dengan beberapa kelompok oposisi bersenjata sejak kudeta tahun 2021, ketika militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi.

Sebagai informasi, episentrum gempa M 7,7 itu berada di wilayah yang dikuasai pasukan junta militer. Tetapi, kehancurannya meluas dan juga memengaruhi beberapa wilayah yang dikuasai oleh gerakan perlawanan bersenjata.

Pada Minggu (30/3), Pemerintah Persatuan Nasional yang mencakup sisa-sisa pemerintahan yang digulingkan pada tahun 2021, mengatakan milisi antijunta di bawah komandonya akan menghentikan semua aksi militer ofensif selama dua minggu. Penasihat senior Myanmar di Crisis Group, Richard Horsey, mengatakan beberapa pasukan antijunta telah menghentikan serangan mereka tetapi pertempuran masih berlangsung di tempat lain.

"Rezim juga terus melancarkan serangan udara, termasuk di daerah yang terkena dampak. Itu harus dihentikan," katanya.

Dia mengatakan rezim tidak memberikan banyak dukungan yang diperlukan di daerah yang dilanda gempa. Pemerintah Myanmar dianggap hanya mengerahkan pemadam kebakaran setempat, kru ambulans dan organisasi masyarakat untuk membantu warga terdampakgempa.

(hmw/ata)

Hide Ads