3 Fakta Pahit Puncak Carstensz Gunung Tertinggi di Indonesia

3 Fakta Pahit Puncak Carstensz Gunung Tertinggi di Indonesia

Tim detikSulsel - detikSulsel
Rabu, 05 Mar 2025 08:30 WIB
Puncak Jayawijaya (Carstensz Pyramid)
Puncak Carstensz. Foto: Situs Satpol PP Provinsi Papua
Mimika -

Puncak Jaya atau juga dikenal dengan nama Carstensz Pyramid di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, ternyata menyimpan fakta pahit yang mengkhawatirkan. Salju abadi di gunung tertinggi Indonesia itu kini menuju punah.

Kondisi itu terjadi seiring dengan pemanasan global yang melanda wilayah pegunungan Jayawijaya Papua. Dalam periode 2010 hingga 2024, ketebalan es pada gunung dengan puncak tertinggi di 4884 meter di atas permukaan laut (MDPL) itu menyusut drastis.

Dirangkum detikSulsel, berikut 3 fakta pahit Puncak Carstensz:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Ketebalan Es Tersisa 4 Meter

Koordinator Bidang Standardisasi Instrumen Klimatologi BMKG Donaldi Sukma Permana mengatakan ketebalan es di Pegunungan Jayawijaya pada 2010 lalu sebesar 32 meter. Angkanya kemudian menyusut menjadi 5,6 meter pada media November 2015-Mei 2016.

"Terakhir ada 14 stake yang sudah tersingkap artinya ketebalan gletser diperkirakan tinggal 4 meter," kata Donaldi seperti dilansir detikTravel, Senin (2/12/2024).

ADVERTISEMENT

Hasil survei yang dilakukan BMKG pada November 2024 menunjukkan penurunan luas permukaan es sangat drastis di Puncak Sudirman. Luas es menyusut menjadi 0,11-0,16 kilometer persegi dari sebelumnya pada tahun 2022 luas es tercatat sekitar 0,23 kilometer persegi.

Penipisan ketebalan es dan dinamika cuaca menjadi tantangan tersendiri bagi tim survei gabungan antara BMKG bersama dengan PT Freeport Indonesia dalam melakukan pengukuran es pada puncak tertinggi ke tujuh di dunia itu.

Tim itu sebelumnya intens melakukan survei pengukuran sejak 2010 dengan dengan cara traking atau terbang menggunakan helikopter dan mendarat di permukaan es. Namun sejak 2017, tim survei mengandalkan analisa gambar visual dan pengamatan keberadaan stake untuk mengukur ketebalan es.

"Tetapi survei ini akan terus kami lakukan untuk mendokumentasikan es di Papua yang sudah dalam tahap yang sulit untuk mempertahankannya lagi," tutur Donaldi.

2. Pengaruh Pemanasan Global

Di satu sisi, pencairan es di Pegunungan Jayawijaya merupakan fenomena dari perubahan iklim yang membuat suhu bumi semakin panas. Situasi itu diperparah dengan kenaikan suhu secara drastis.

Data Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG mencatat, kenaikan suhu secara global melaju cepat mencapai 1,45 derajat celcius di atas suhu rata-raa masa pra-industri. Sementara di Indonesia, kenaikan suhu rata-rata 0,15 derajat celcius per 10 tahun.

Koordinator Sub Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG Albert C Nahas menambahkan, laju peningkatan ditemukan di wilayah Kalimantan, Sumatera bagian selatan, Jakarta dan sekitarnya, Sumatera bagian utara kemudian di Papua Pegunungan dan juga sebagian kecil Sulawesi.

Dari historis suhu ini, kata Albert, jika diproyeksikan ke depannya dengan penyederhanaan 0,15 derajat per 10 tahun maka di pertengahan abad 21 ini Indonesia sudah akan melampaui batas 1,5 derajat. Angka ini sering dijadikan ambang batas untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

3. Salju Abadi Menuju Punah

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menilai kondisi ini semakin mengkhawatirkan. Dwikorita mengatakan dampak perubahan iklim serta fenomena El Nino diyakini berpotensi mempercepat kepunahan tutupan es di Puncak Jaya.

"Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam. Perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut," ungkap Dwikorita dalam situs BMKG, Selasa (22/8/2023).

Di sisi lain, Dwikorita menerangkan, Indonesia menjadi salah satu lokasi yang unik. Meski berada di wilayah tropis, Indonesia memiliki salju abadi di Puncak Jayawijaya.

Bentang alam ini menarik perhatian ilmuwan, peneliti, hingga pecinta alam. Namun dalam beberapa dekade terakhir, terjadi penurunan drastis pada luas area salju.

Donaldi Sukma Permana, pemimpin Studi Dampak Perubahan Iklim pada Gletser di Puncak Jaya menambahkan bahwa dalam rentang waktu tahun 2016-2022, laju penipisan es terjadi sekitar 2,5 meter per tahun. Luas tutupan es di salju abadi itu sekitar 0,23 kilometer persegi dan terus mengalami pencairan.

"Dampak nyata lainnya dari pencairan es di pegunungan ini adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global," imbuh Pakar Klimatologi BMKG itu.




(asm/ata)

Hide Ads