5 Materi Khotbah Lukas Penuh Pesan Renungan dan Kabar Sukacita

5 Materi Khotbah Lukas Penuh Pesan Renungan dan Kabar Sukacita

Fatmawati Hamzading - detikSulsel
Rabu, 25 Des 2024 00:25 WIB
Dua anggota Gegana Polda Metro Jaya melakukan sterilisasi di Gereja Katolik Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda, Selasa (24/12/2024). Sterilisasi gereja dilakukan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan umat Kristiani dalam menjalankan ibadah perayaan Natal 2024. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/foc.
Foto: ANTARA FOTO/SULTHONY HASANUDDIN
Makassar -

Khotbah Lukas sangat dekat dengan makna perayaan Natal karena membicarakan tentang kasih Allah dan kedatangan Yesus Kristus. Pesan-pesan yang disampaikan lewat ayat-ayat dalam Injil Lukas merupakan kabar sukacita kedatangan Yesus Sang Juruselamat dunia.

Khotbah Lukas juga dapat disampaikan dalam perayaan Natal 2024 dan dijadikan bahan renungan oleh umat. Pasalnya, tema Natal Katolik yang diusung tahun ini diambil dari Injil Lukas pasal 2 ayat 15, yang berbunyi "Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem.. ".

Injil Lukas menceritakan perjalanan Maria dan Yusuf ke Bethlehem hingga kelahiran Yesus di kandang. Kisah tersebut diceritakan dengan detail lewat ayat-ayat Lukas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu pastor yang hendak membacakan khotbah Natal dapat mengangkat materi dari Injil Lukas ini. Berikut 5 materi khotbah Lukas penuh pesan renungan dan kabar sukacita yang bisa dijadikan referensi sebagaimana dilansir detikSulsel dari berbagai sumber..

Disimak, ya!

ADVERTISEMENT

Materi Khotbah Lukas #1

Tema: Allah yang Penuh Kasih dan Pengampunan
Bacaan: Lukas 15:11-32

Pendahuluan

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Hari ini kita mendengar salah satu perumpamaan paling indah dalam Injil Lukas, yaitu tentang anak yang hilang. Kisah ini bukan hanya tentang seorang ayah dan dua anaknya, tetapi gambaran nyata tentang kasih dan pengampunan Allah yang begitu besar kepada umat-Nya.

Seperti anak yang hilang, kita semua pernah menjauh dari Allah. Namun, Allah tidak pernah meninggalkan kita. Mari kita merenungkan tiga tokoh utama dalam kisah ini: si anak bungsu, si anak sulung, dan sang ayah.

1. Anak Bungsu: Pertobatan yang Memulihkan
Anak bungsu adalah gambaran orang yang memilih jalan hidup yang salah. Ia meminta warisan, meninggalkan rumah, dan menghamburkan hartanya dalam kesenangan duniawi. Akibatnya, ia jatuh ke dalam penderitaan dan kelaparan.

Namun, di tengah keterpurukannya, ia menyadari kesalahannya dan memutuskan untuk kembali kepada ayahnya. Kata-katanya penuh penyesalan:
"Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap Bapa; aku tidak layak lagi disebut anak Bapa" (Lukas 15:21).

Refleksi:

Kita sering seperti anak bungsu, tergoda oleh dunia dan lupa akan kasih Allah.
Namun, pertobatan selalu membawa pemulihan. Allah siap menerima kita kembali jika kita merendahkan diri dan mengakui dosa kita.

Aplikasi:

Mari kita bertanya pada diri sendiri: adakah dosa yang membuat kita menjauh dari Allah? Maukah kita kembali kepada-Nya hari ini?

2. Anak Sulung: Tantangan untuk Menerima Kasih Allah
Anak sulung merasa marah ketika ayahnya menerima adiknya kembali dengan pesta besar. Ia berkata:
"Aku melayani Bapa selama bertahun-tahun dan aku tidak pernah melanggar perintah Bapa, tetapi aku tidak pernah diberi seekor anak kambing pun untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku" (Lukas 15:29).

Ia merasa bahwa ketaatannya tidak dihargai. Sikapnya menunjukkan kecemburuan dan kurangnya pengertian akan kasih ayahnya.

Refleksi:

Kita sering menjadi seperti anak sulung, merasa bahwa pelayanan atau ketaatan kita membuat kita lebih berhak atas kasih Allah dibanding orang lain.
Allah mengajarkan bahwa kasih-Nya tidak bersyarat. Semua orang yang bertobat diterima dengan sukacita.

Aplikasi:

Adakah dalam hati kita perasaan iri terhadap kasih Allah kepada orang lain? Mari belajar bersukacita atas pertobatan dan berkat yang diterima sesama.

3. Sang Ayah: Gambaran Kasih dan Pengampunan Allah
Ayah dalam kisah ini adalah gambaran sempurna dari Allah yang penuh kasih. Ketika melihat anak bungsunya kembali, ia berlari menyambut, memeluk, dan memberinya pakaian terbaik. Ia berkata:
"Anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapati kembali" (Lukas 15:24).

Ayah juga dengan sabar menjelaskan kepada anak sulungnya bahwa kasih kepada adiknya tidak mengurangi kasih kepadanya.

Refleksi:

Kasih Allah tidak mengenal batas. Ia selalu menantikan kita untuk kembali kepada-Nya.
Allah memanggil kita untuk memiliki hati yang penuh kasih seperti-Nya, menerima semua orang yang bertobat tanpa syarat.

Aplikasi:

Adakah dalam hidup kita orang yang membutuhkan kasih dan pengampunan kita? Mari kita meneladani sang ayah dengan membuka hati kepada sesama.

Penutup

Saudara-saudari terkasih,
Melalui kisah ini, Yesus mengajarkan kita tentang kasih dan pengampunan Allah yang tak terbatas. Seperti anak bungsu, mari kita bertobat dan kembali kepada-Nya. Seperti anak sulung, mari kita belajar bersukacita atas karya Allah dalam hidup orang lain. Dan seperti sang ayah, mari kita menjadi pribadi yang penuh kasih, siap mengampuni, dan merangkul mereka yang membutuhkan kasih.

Semoga kita semua, sebagai anak-anak Allah, semakin dekat dengan Bapa yang penuh kasih dan pengampunan.

Amin.

Materi Khotbah Lukas #2

Tema: Kasih yang Melampaui Batas
Bacaan: Lukas 10:25-37

Pendahuluan

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Dalam kehidupan kita sehari-hari, sering kali kita dihadapkan pada pertanyaan tentang siapa yang layak mendapatkan kasih dan perhatian kita. Perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati ini mengajarkan kita tentang kasih yang melampaui batas-batas suku, agama, atau status sosial.

Hari ini, kita akan merenungkan tiga hal penting dari kisah ini: sikap para tokoh dalam perumpamaan, makna kasih yang sejati, dan panggilan bagi kita untuk menjadi "tetangga" bagi sesama.

1. Sikap yang Berbeda terhadap Sesama
Yesus menceritakan kisah seorang pria yang dirampok, dipukuli, dan ditinggalkan setengah mati di pinggir jalan. Tiga orang melewati pria tersebut: seorang imam, seorang Lewi, dan seorang Samaria.

Imam dan Lewi:
Kedua tokoh ini adalah pemimpin agama, tetapi mereka melewati orang itu tanpa memberikan pertolongan. Mungkin mereka takut menjadi najis atau merasa bahwa urusan mereka lebih penting.

Orang Samaria:
Orang Samaria, yang biasanya dianggap musuh oleh orang Yahudi, justru menunjukkan belas kasih. Ia berhenti, mengobati luka-luka pria itu, dan memastikan ia dirawat dengan baik di penginapan.

Refleksi:

Apakah kita seperti imam atau Lewi, yang terkadang terlalu sibuk atau takut untuk menolong?
Ataukah kita mau meneladani orang Samaria, yang melihat penderitaan sebagai kesempatan untuk berbuat kasih?

2. Kasih yang Sejati adalah Tindakan
Kasih bukan hanya perasaan atau kata-kata, tetapi tindakan nyata untuk menolong mereka yang membutuhkan. Orang Samaria tidak hanya merasa iba; ia bertindak:

Ia menghampiri orang yang terluka.
Ia mengobati luka-lukanya dengan minyak dan anggur.
Ia menggunakan uangnya untuk memastikan orang itu dirawat hingga sembuh.
Refleksi:
Kasih sejati adalah kasih yang berkorban. Kadang, itu berarti mengorbankan waktu, tenaga, atau bahkan harta kita. Kita dipanggil untuk mengasihi sesama tanpa pamrih, bahkan ketika itu sulit.

Aplikasi:

Mari bertanya pada diri kita sendiri:

Adakah seseorang di sekitar kita yang membutuhkan perhatian dan pertolongan kita?
Bagaimana kita bisa menunjukkan kasih melalui tindakan nyata?

3. Menjadi "Tetangga" bagi Sesama
Ketika ahli Taurat bertanya kepada Yesus, "Siapakah sesamaku manusia?" Yesus tidak menjawab dengan definisi, tetapi dengan kisah ini. Pada akhirnya, Yesus berkata:
"Pergilah, dan perbuatlah demikian!" (Lukas 10:37).

Menjadi "tetangga" berarti siap mengasihi siapa saja, tanpa memandang latar belakang mereka. Orang Samaria tidak bertanya siapa pria yang terluka itu; ia hanya melihat kebutuhan dan bertindak.

Refleksi:

Dunia kita sering membatasi kasih berdasarkan suku, agama, atau status sosial. Namun, Yesus memanggil kita untuk melampaui batasan itu.
Menjadi "tetangga" berarti hadir bagi mereka yang membutuhkan, di mana pun dan kapan pun.

Penutup

Saudara-saudari yang terkasih,
Melalui perumpamaan ini, Yesus mengajarkan bahwa kasih sejati adalah kasih yang bertindak dan melampaui batas. Mari kita menjadi "tetangga" bagi sesama kita, seperti orang Samaria yang murah hati.

Semoga Allah memberikan kita hati yang penuh belas kasih, mata yang peka melihat kebutuhan sesama, dan tangan yang siap menolong. Dengan demikian, kita dapat menjadi saksi kasih Allah di tengah dunia.

Amin.

Materi Khotbah Lukas #3

Tema: Kerendahan Hati dan Pertobatan Sejati
Bacaan: Lukas 18:9-14

Pendahuluan

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Hari ini kita mendengarkan perumpamaan yang diajarkan Yesus tentang dua orang yang pergi ke rumah ibadat untuk berdoa: seorang Farisi dan seorang pemungut pajak. Perumpamaan ini mengajarkan kita tentang pentingnya kerendahan hati dan pertobatan sejati di hadapan Allah.

Mari kita merenungkan tiga pesan penting dari kisah ini: sikap hati yang benar di hadapan Allah, jebakan kesombongan, dan panggilan untuk pertobatan sejati.

1. Sikap Orang Farisi: Kesombongan yang Menghalangi
Orang Farisi dalam perumpamaan ini berdoa dengan cara yang menunjukkan kesombongan. Ia menganggap dirinya lebih baik dari orang lain, khususnya pemungut pajak, yang dianggap sebagai orang berdosa oleh masyarakat. Ia berkata:
"Ya Tuhan, aku bersyukur kepada-Mu, karena aku bukan seperti orang lain, perampok, orang yang tidak adil, atau pemungut pajak ini." (Lukas 18:11).

Refleksi:

Orang Farisi tidak melihat dirinya sebagai orang yang membutuhkan pengampunan. Ia merasa cukup dengan perbuatannya sendiri dan merasa lebih tinggi dari orang lain.
Kesombongan ini menghalangi dia untuk benar-benar mendekat kepada Allah.

Aplikasi:

Apakah kita sering merasa lebih baik dari orang lain, bahkan merasa bahwa kita tidak perlu bertobat?
Kita harus berhati-hati agar tidak terperangkap dalam sikap sombong yang menganggap diri kita sudah cukup baik.

2. Sikap Pemungut Pajak: Kerendahan Hati yang Diterima Allah
Sebaliknya, pemungut pajak yang berdiri jauh dari altar dan tidak berani menatap ke langit, hanya berkata:
"Ya Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa ini!" (Lukas 18:13).
Ia tidak mengandalkan perbuatannya yang baik, tetapi mengakui kelemahannya dan memohon belas kasihan Allah.

Refleksi:

Pemungut pajak menyadari bahwa ia berdosa dan butuh pengampunan. Kerendahan hati ini membuatnya diterima oleh Allah.
Allah selalu mendengarkan doa orang yang dengan tulus mengakui dosa-dosanya dan memohon pengampunan-Nya.

Aplikasi:

Apakah kita mengakui ketergantungan kita pada Allah dan mengakui kelemahan kita?
Kerendahan hati membuka jalan bagi kita untuk menerima pengampunan Allah.

3. Pesan Yesus: Allah Mengutamakan Hati yang Rendah Hati
Yesus menutup perumpamaan ini dengan mengatakan:
"Barangsiapa meninggikan dirinya akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan dirinya akan ditinggikan." (Lukas 18:14).
Ini adalah prinsip penting dalam hidup Kristen. Kerendahan hati dan pengakuan atas dosa membuka jalan bagi pengampunan dan penerimaan di hadapan Allah.

Refleksi:

Kita tidak bisa mendekat kepada Allah dengan kekuatan dan kebaikan diri sendiri. Hanya melalui kerendahan hati dan pertobatan kita bisa dipandang berkenan di hadapan-Nya.
Dalam hidup kita, apakah kita lebih sering mengandalkan kekuatan dan usaha pribadi atau kita datang dengan hati yang rendah dan penuh pertobatan?

Aplikasi:

Mari kita belajar merendahkan hati, mengakui dosa kita, dan datang kepada Allah dengan hati yang tulus.
Ketika kita berdoa, mari kita berfokus pada relasi kita dengan Allah, bukan pada perbandingan dengan orang lain.

Penutup

Saudara-saudari yang terkasih,
Perumpamaan ini mengingatkan kita bahwa Allah lebih menyukai hati yang rendah hati dan tulus dalam pertobatan daripada penampilan agama yang penuh kesombongan. Kita semua adalah orang berdosa yang membutuhkan pengampunan Allah. Jangan biarkan kesombongan menghalangi kita datang kepada-Nya, tetapi datanglah dengan hati yang rendah hati dan penuh penyesalan.

Semoga kita dapat hidup dalam kerendahan hati, selalu mengandalkan kasih dan pengampunan Allah. Marilah kita terus berdoa dengan sikap hati yang benar di hadapan Tuhan.

Amin.

Materi Khotbah Lukas #4

Tema: Kasih yang Mengubah Hidup
Bacaan: Lukas 7:36-50

Pendahuluan

Saudara-saudari yang terkasih,
Hari ini kita akan merenungkan kisah yang penuh pengajaran tentang kasih, pertobatan, dan pengampunan. Kisah ini tentang seorang perempuan yang dikenal sebagai orang berdosa, yang datang kepada Yesus dengan hati yang penuh penyesalan dan kasih. Perempuan ini menunjukkan kepada kita bahwa kasih yang tulus kepada Yesus dapat mengubah hidup seseorang.

Perumpamaan Yesus dalam kisah ini mengajarkan kita tiga hal penting: nilai kasih yang sejati, kekuatan pengampunan, dan bagaimana pengampunan itu mengubah hidup kita.

1. Kasih yang Mengalir dari Pertobatan
Perempuan yang datang kepada Yesus itu adalah seorang yang dianggap berdosa oleh masyarakat, mungkin seorang pelacur atau seorang yang hidup dalam dosa. Namun, ia datang dengan tulus hati, membawa minyak wangi untuk mengurapi kaki Yesus, sambil menangis dan membasahi kaki-Nya dengan air mata. Perbuatan ini adalah bentuk pertobatan yang mendalam dan kasih yang meluap-luap.

Refleksi:

Kasih yang sejati dimulai dari pertobatan. Perempuan ini tidak hanya menunjukkan kasih melalui perbuatan, tetapi juga dengan hati yang penuh penyesalan.
Pertobatan sejati adalah langkah pertama menuju kasih yang tulus kepada Tuhan. Seperti perempuan ini, kita juga dipanggil untuk datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur dan penuh penyesalan atas dosa kita.
Aplikasi:

Mari kita bertanya pada diri kita sendiri: apakah kita datang kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan penuh kasih, ataukah kita hanya melakukannya sebagai rutinitas tanpa merasakan kedalaman pertobatan kita?
2. Pengampunan yang Membebaskan
Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus ke rumahnya melihat apa yang terjadi, ia berkata dalam hati, "Jika Ia ini seorang nabi, tentu Ia tahu siapa dan perempuan macam apa yang menyentuh-Nya, bahwa perempuan itu adalah orang berdosa." (Lukas 7:39). Namun, Yesus menanggapi dengan memberikan perumpamaan tentang dua orang yang berutang, satu utangnya lebih besar daripada yang lain, tetapi keduanya diampuni. Yesus bertanya, "Siapakah di antara mereka yang akan lebih mengasihi?" (Lukas 7:42).

Orang Farisi menjawab, "Saya kira orang yang lebih banyak diampuni." Yesus kemudian berkata kepada perempuan itu, "Dosamu yang banyak itu sudah diampuni, sebab engkau telah banyak mengasihi; tetapi siapa yang sedikit diampuni, sedikit juga mengasihinya." (Lukas 7:47).

Refleksi:

Pengampunan Allah adalah pemberian yang tidak ternilai. Ketika kita menyadari betapa besar pengampunan yang kita terima, kita akan semakin mengasihi Tuhan.
Kasih yang ditunjukkan oleh perempuan ini adalah respon atas pengampunan yang telah ia terima. Semakin besar pengampunan yang kita terima, semakin besar pula kasih kita kepada Tuhan.

Aplikasi:

Adakah kita menghargai pengampunan Tuhan dalam hidup kita? Apakah kita menunjukkan kasih kita kepada Tuhan dengan cara yang sesuai dengan anugerah yang telah diberikan-Nya kepada kita?
3. Kasih yang Mengubah Hidup
Yesus berkata kepada perempuan itu, "Dosamu telah diampuni." (Lukas 7:48). Dengan pengampunan itu, hidup perempuan tersebut berubah. Dia tidak hanya menerima pengampunan, tetapi kasihnya yang besar juga menjadi kesaksian tentang perubahan hidupnya.

Yesus juga berkata kepada perempuan itu, "Imanmu telah menyelamatkan engkau; pergilah dengan selamat." (Lukas 7:50). Pengampunan bukan hanya memberi pembebasan dari dosa, tetapi juga membawa kedamaian dan keselamatan sejati. Kasih yang diberikan oleh Tuhan mengubah hidupnya dari seorang yang penuh dosa menjadi seseorang yang dipenuhi dengan damai dan harapan.

Refleksi:

Pengampunan yang kita terima dari Tuhan seharusnya mengubah cara kita hidup. Kasih yang besar akan membawa perubahan besar dalam hidup kita.
Sebagaimana perempuan ini, kita dipanggil untuk merespons kasih Allah dengan hidup yang berbeda-hidup yang mengasihi Tuhan dan sesama.
Aplikasi:

Apakah hidup kita telah berubah setelah kita menerima pengampunan Allah? Mari kita berusaha untuk hidup sesuai dengan kasih yang telah Allah berikan kepada kita.
Kasih yang kita terima harus menjadi motivasi untuk mengasihi lebih dalam dan lebih besar kepada Tuhan dan sesama.

Penutup

Saudara-saudari terkasih,
Perempuan yang datang kepada Yesus dengan hati yang penuh penyesalan dan kasih mengajarkan kita bahwa kasih yang sejati lahir dari pertobatan yang tulus dan pengampunan yang besar. Ketika kita menyadari betapa banyaknya dosa kita yang telah diampuni, kita akan semakin mengasihi Tuhan. Kasih yang besar ini mengubah hidup kita, memberikan kedamaian dan keselamatan yang sejati.

Mari kita terus datang kepada Tuhan dengan hati yang penuh kasih dan pertobatan, serta hidup yang berubah karena kasih-Nya. Semoga setiap langkah hidup kita menjadi ungkapan kasih kita kepada Tuhan yang telah mengampuni kita.

Amin.

Materi Khotbah Lukas #5

Tema: Kasih yang Memanggil dan Menerima
Bacaan: Lukas 5:27-32

Pendahuluan

Saudara-saudari yang terkasih,
Hari ini kita mendengar kisah panggilan Matius, seorang pemungut pajak yang dianggap berdosa oleh masyarakat pada waktu itu. Yesus, dengan kasih-Nya yang luar biasa, memanggil Matius untuk mengikut-Nya, dan hal ini menjadi sebuah contoh yang indah tentang bagaimana kasih Allah tidak pernah membedakan siapa pun. Kasih Allah yang menerima setiap orang, bahkan yang dianggap paling rendah oleh masyarakat, adalah panggilan yang mengubah hidup.

Perikop ini mengajarkan kita tentang tiga hal penting: panggilan pribadi dari Yesus, kasih yang tidak membedakan, dan bagaimana kita dipanggil untuk mengikuti-Nya dengan hati yang terbuka.

1. Panggilan Pribadi dari Yesus
Kisah ini dimulai dengan Yesus yang melihat Matius duduk di meja pemungut pajak dan berkata kepadanya, "Ikutlah Aku!" (Lukas 5:27). Matius tidak ragu, dia meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus. Panggilan ini sangat mendalam karena Matius, sebagai pemungut pajak, dianggap sebagai orang yang berdosa oleh masyarakat. Namun, Yesus tidak melihat status sosialnya, melainkan memandang hatinya yang siap untuk berubah.

Refleksi:

Yesus memanggil kita semua secara pribadi, tanpa memandang latar belakang kita. Apakah kita membuka hati untuk mendengar panggilan-Nya?
Panggilan Yesus selalu datang dengan kasih dan memberi kita kesempatan untuk memulai kehidupan baru di dalam-Nya.
Aplikasi:

Mari kita refleksikan: bagaimana kita merespons panggilan Tuhan dalam hidup kita? Apakah kita dengan cepat meninggalkan kehidupan lama kita dan mengikuti-Nya?

2. Kasih yang Tidak Membeda-bedakan
Ketika Matius mengundang Yesus untuk makan bersama dengan teman-temannya yang juga merupakan pemungut pajak dan orang berdosa, beberapa orang Farisi mengkritik Yesus, mengatakan, "Mengapa kamu makan dan minum dengan pemungut pajak dan orang berdosa?" (Lukas 5:30). Yesus menjawab, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Lukas 5:31-32).

Yesus menunjukkan bahwa kasih-Nya tidak terbatas pada orang yang tampaknya "benar" menurut standar manusia, tetapi Dia datang untuk semua orang, termasuk mereka yang dianggap rendah, berdosa, dan terbuang.

Refleksi:

Kasih Yesus melampaui batas-batas yang dibuat oleh manusia. Dia tidak membedakan orang berdasarkan status sosial, reputasi, atau dosa mereka.
Kita sering kali cepat menilai orang lain berdasarkan penampilan luar atau masa lalu mereka. Namun, Yesus mengajarkan kita untuk melihat hati mereka dan memberi mereka kesempatan untuk bertobat.
Aplikasi:

Apakah kita juga memperlakukan orang dengan kasih yang tidak membedakan? Apakah kita siap untuk menyambut mereka yang mungkin terabaikan oleh masyarakat?
Kasih yang sejati mengajak kita untuk menanggalkan prasangka dan memberi tempat bagi setiap orang yang ingin mengalami pengampunan dan kasih Tuhan.

3. Mengikuti Yesus dengan Hati yang Terbuka
Matius tidak hanya mengikuti Yesus, tetapi ia juga mengundang Yesus untuk datang ke rumahnya. Tindakan ini menunjukkan kesediaan Matius untuk membuka hidupnya kepada Yesus dan membagikan kasih yang telah ia terima kepada orang lain. Matius menjadi saksi bagi teman-temannya tentang perubahan besar dalam hidupnya.

Refleksi:

Mengikuti Yesus bukan hanya soal datang kepada-Nya, tetapi juga tentang membuka hidup kita untuk dipenuhi dengan kasih-Nya dan berbagi kasih itu kepada orang lain.
Yesus memanggil kita untuk menjadi saksi-Nya di dunia ini, mengundang orang lain untuk merasakan kasih dan pengampunan yang kita terima.
Aplikasi:

Bagaimana kita membuka hidup kita untuk Tuhan? Apakah kita siap untuk menjadi saksi kasih-Nya melalui tindakan kita sehari-hari?
Mari kita berbagi kasih yang kita terima dari Tuhan kepada orang-orang di sekitar kita, seperti yang dilakukan Matius dengan mengundang Yesus dan teman-temannya.

Penutup

Saudara-saudari yang terkasih,
Kisah panggilan Matius mengajarkan kita bahwa kasih Allah tidak mengenal batas dan tidak memandang siapa kita. Panggilan-Nya datang dengan kasih yang tulus untuk mengubah hidup kita, seperti yang terjadi pada Matius. Kita dipanggil untuk mengikuti Yesus dengan hati yang terbuka, tanpa ragu, dan tanpa prasangka.

Mari kita buka hati kita untuk menerima kasih-Nya yang melimpah dan berbagi kasih itu dengan sesama. Semoga hidup kita semakin mencerminkan kasih Yesus yang tidak membedakan, tetapi menerima setiap orang dengan penuh kasih dan pengampunan.

Amin.

Nah, itulah kumpulan materi Khobah Lukas yang bisa dibawakan saat Natal 2024. Selamat ibadah Natal, ya!




(alk/alk)

Hide Ads