Rayakan Natal di Korea Utara Terancam Penjara-Hukuman Mati

Rayakan Natal di Korea Utara Terancam Penjara-Hukuman Mati

Tim detikEdu - detikSulsel
Senin, 23 Des 2024 20:30 WIB
Ilustrasi pohon Natal
Ilustrasi pohon natal. Foto: Getty Images/iStockphoto/miniseries
Jakarta -

Merayakan Natal di Korea Utara menjadi hal yang tabu. Orang-orang bisa dikenakan sanksi penjara bahkan hukuman mati jika kedapatan merayakannya.

Dilansir dari detikEdu, Natal di Korea Utara tidak pernah dirayakan secara terbuka sejak Dinasti Kim mengambil tindakan drastis terhadap kebebasan beragama pada 1948. Sejak saat itu, setiap orang yang terbukti merayakannya akan mendapatkan sanksi.

Banyak insiden Natal di Korea Utara yang diceritakan dari para pembelot yang berhasil melarikan diri. Pembelot tersebut di antaranya bernama Jeong Young dan Kang Jimin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melansir dari The Indepentent, pemerintah Korea Utara secara terbuka menentang Natal. Mereka berupaya keras agar informasi perihal hari raya tidak masuk ke negaranya.

Tidak hanya Natal, sebenarnya Korea Utara merupakan negara yang anti terhadap agama yang terorganisasi. Bagi umat Kristiani yang merayakan Natal akan dikenakan sanksi penjara, disiksa, atau diperintahkan mati.

ADVERTISEMENT

Kang Jimin salah satu yang merasakan pahitnya merayakan Natal di Korea Utara. Ia menyebut jika di Korea Utara, masyarakat bahkan tidak tahu siapa itu Yesus Kristus.

"Natal adalah hari kelahiran Yesus Kristus, tetapi Korea Utara jelas merupakan negara komunis sehingga orang-orang tidak tahu siapa Yesus Kristus. Mereka tidak tahu siapa Tuhan. Keluarga Kim adalah Tuhan mereka," ujar Jimin.

Jimin mengaku saat masih tinggal di Korea Utara, ia tidak mengenal satupun penganut Kristen. Pemerintah di sana mengendalikan semua media dan internet sehingga orang yang ditemuinya tidak mengenal siapa itu Yesus.

"Anda tidak bisa mengatakan Anda seorang Kristen. Jika Anda melakukannya mereka akan mengirim Anda ke kamp penjara," ungkapnya.

"Saya mendengar tentang sebuah keluarga yang percaya kepada Tuhan dan polisi rahasia menangkap mereka. Mereka semua sekarang sudah meninggal bahkan anak-anaknya," sambung Jimin.

Korea Utara Punya Beberapa Gereja Kristen

Walaupun dilarang, Korea Utara tetap punya beberapa gereja Kristen yang diresmikan oleh pemerintah. Berdasarkan Pusat Basis Data Hak Asasi Manusia di Korea Utara (NKDB) memperkirakan ada 121 fasilitas keagamaan di negara tersebut, termasuk 64 kuil Buddha, 52 kuil Cheondoism, dan lima gereja Kristen yang dipantau oleh negara.

Jimin menyebut meskipun ada, gereja itu hampir tidak pernah dikunjungi oleh banyak orang. Gereja hanya dibuka untuk tamu-tamu negara.

Diketahui, Jimim berhasil melarikan diri dari Korea Utara pada tahun 2007. Prosesnya tidak mudah, ia pergi ke China lalu kemudian melarikan diri ke Inggris.

Saat ini, Jimin tinggal di North Malden, daerah pinggiran London. Tidak sendiri, ia tinggal bersama 700 warga Korea Utara yang merupakan komunitas Korea Utara terbesar di Eropa.

Hukuman Sadis Korea Utara ke Warga

Cerita yang hampir sama juga dibagikan oleh Jeong Young Sil. Young Sil merupakan pemuka agama Kristen di Korea Utara.

Pada 2002 ia sempat membantu orang Kristen melarikan diri ke China dan diketahui polisi Korea Utara. Karena peristiwa itu, ia menerima hukuman sadis, seperti gigi dan kukunya dicabut agar polisi mendapatkan informasi.

Tetapi hal itu tidak berhasil hingga ia akhirnya pada 2007 Young Sil berhasil melarikan diri ke Korea Selatan. Sebagai pemuka agama, Young Sil menyebut jika ada banyak gereja bawah tanah di Korea Utara.

Umat Kristen di sana sering berkumpul di rumah-rumah warga dalam kelompok yang terdiri dari dua orang agar tetap privat. Sesekali mereka juga berkumpul di kelompok yang besar namun jauh dari jangkauan polisi.

"Kami pergi jauh ke pegunungan di mana tidak seorang pun dapat menemukan kami," ucap Young Sil dikutip dari Time Magazine.

Sejarah Natal Dilarang di Korea Utara

Berbicara tentang Natal di Korea Utara, kita harus kembali ke awal tahun 1900-an. Pada saat itu Pyongyang ibu kota Korea Utara dikenal luas sebagai "Yerusalem Timur", karena penuh dengan umat Kristen.

Saat Kristen semakin dikenal banyak orang, para jemaah mengadakan doa bersama di depan umum setiap perayaan Natal. Namun, setelah Jepang menguasai Korea pada 1910, pemerintah menekankan pertemuan-pertemuan keagamaan.

Sampai pada 1950-an setelah perang Korea yang menyebabkan terbagi dua di mana utara yang komunis dan selatan yang kapitalis. Pemerintah Korea Utara mulai melaksanakan eksekusi terhadap ribuan jemaat umat Kristen selama tahun-tahun setelahnya.

Pemerintah menetapkan serangkaian libur nasional lain menuju 25 Desember. Tanggal 24 Desember, warga Korea Utara merayakan ulang tahun Kim Jong Suk, mendiang ibu Kim Jong Il (ayah Kim Jong Un).

Pada hari tersebut, masyarakat akan berziarah ke tempat kelahirannya yang terletak di wilayah Hoeryong. Tiga hari setelahnya, masyarakat Korea Utara merayakan Hari Konstitusi dan libur bekerja. Pada Hari Tahun Baru, Korea Utara menekankan semangat revolusioner.

Warga akan melakukan prosesi yang dilakukan setiap tahun dengan berjalan ke Istana Peringatan Kumsusan. Mereka kemudian memberikan penghormatan kepada jenazah Kim Il Sung (bapak Korea Utara) yang diawetkan.




(asm/sar)

Hide Ads