Kisah Tragis Hisashi Ouchi, 'Meleleh' Akibat Radiasi Nuklir

Kisah Tragis Hisashi Ouchi, 'Meleleh' Akibat Radiasi Nuklir

Tim detikHealth - detikSulsel
Selasa, 19 Nov 2024 23:00 WIB
Hisashi Ouchi tidak pernah menyangka kehidupan indahnya terenggut dan berakhir dengan siksaan rasa sakit di 83 hari terakhir masa hidupnya. Semua karena paparan radiasi besar yang dialami dirinya.

Kembali pada 30 September 1999, Hisashi Ouchi terkena kejadian buruk di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Tokaimura yang membuat organ internalnya hancur dan kulitnya mengelupas.  Hisashi Ouchi tidak sendiri, ia bekerja saat itu dengan dua rekannya untuk mengisi tangki pengendapan. Ialah Masato Shinohara dan Yutaka Yokokawa.

Hisashi Ouchi merupakan salah satu teknisi yang bekerja di sebuah fasilitas yang dioperasikan oleh JCO (formerly Japanese Nuclear Fuel Conversion Co) di Tokai, Ibaraki Perfecture.
Hisashi Ouchi korban kecelakaan nuklir di Jepang pada 1999. Foto: Komunitas Muda Nuklir Nasional
Jakarta -

Pria bernama Hisashi Ouchi meninggal dunia dengan cara yang mengerikan akibat kecelakaan nuklir di Jepang pada 1999. Ouchi saat itu bekerja di sebuah fasilitas pengolahan bahan bakar nuklir di Desa Tokai, Prefektur Ibaraki.

Dilansir dari detikHealth, Selasa (19/11/2024), Ouchi sempat dirawat di rumah sakit selama tiga bulan sebelum akhirnya dinyatakan meninggal pada 21 Desember 1999. Insiden itu ternyata tidak hanya memakan satu korban, Masato Shinohara yang juga terlibat di dalamnya dan berpulang karena gagal organ pada 27 April 2000.

Mengutip dari Tokyo Weekender, Ouchi diketahui terpapar radiasi sebanyak 17 sievert. Hasil tersebut merupakan tiga kali lebih banyak dari dosis yang dianggap berbahaya dan mematikan bagi manusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Insiden itu bermula pada saat Ouchi dan Shinobara memasuki area pemrosesan pabrik pada 30 September 1999 pukul 10 pagi waktu setempat. Mereka bersama dengan seorang pengawas bernama Yutaka Yokokawa di ruang berbeda.

Ouchi dan Shinobara ditugaskan untuk menyiapkan sedikit bahan bakar untuk reaktor pembiak cepat eksperimental bernama Joyoi. Tidak lupa diperkaya dengan uranium yang diperkaya hingga 18,8 persen U-235.

ADVERTISEMENT

Diketahui, Ouchi dan Shinobara lebih sering bekerja dengan kadar dari 5 persen. Terlebih mereka juga tidak memiliki pelatihan normal untuk tugas itu dan menyadari jika prosedur pengoperasian itu tidak disetujui oleh Badan Sains dan Teknologi.

Namun, karena adanya tekanan untuk memenuhi permintaan pengiriman, mereka terpaksa mempercepat prosesnya di luar prosedur pekerjaan. Waktu itu, mereka melihat kilatan cahaya biru hasil dari radiasi Cerenkov, yang merupakan ekuivalen elektromagnetik dari ledakan sonik.

Pada saat alarm berbunyi, ketiga pekerja sempat melarikan diri ke ruang dekontaminasi. Mereka lalu dibawa ke Institut Nasional Ilmu Radiologi di Chiba.

Sebuah buku yang ditulis oleh tim jurnalis NHK menyebut jika Ouchi yang paling dekat dengan tangki. Beberapa hari setelah kecelakaan, ia dipindahkan dari Chiba ke RS Universitas Tokyo.

Saat tiba di sana, Ouchi masih bisa berkomunikasi. Wajahnya membengkak dan matanya memerah.

Kesehatan Ouchi semakin buruk namun tim medis kebingungan untuk menyelamatkannya. Lambat laun, ia mengalami kerusakan parah pada organ dalamnya dan sel darah putihnya berjumlah hampir nol.

Sebelumnya pengobatan baru sempat dilakukan dengan transplantasi sel punca perifer. Hal itu dilakukan dengan harapan bisa menyembuhkan sistem kekebalannya yang melemah.

Sel-sel punca dari sumsum tulang belakang saudara perempuannya diberikan. Meskipun usaha itu dilakukan, nyatanya radiasi di tubuh Ouchi akhirnya menghancurkan sel-sel yang telah dimasukkan.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya...

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kesadaran Ouchi yakni memompa darah dan cairan ke dalam tubuhnya setiap hari. Akan tetapi, kondisinya terus memburuk hingga kulitnya bahkan mulai meleleh dan matanya mengeluarkan darah.

Dari hasil tes ditunjukkan jika paparan radiasi telah menghancurkan kromosom atau DNA yang bertugas untuk membuat kulit beregenerasi. Ouchi pun menjadi satu-satunya manusia yang hidup tanpa DNA.

Karenanya, epidermis atau lapisan luar yang melindungi tubuh secara bertahap menghilang. Rasa sakit yang dialaminya pun menjadi lebih intens.

Perlahan, Ouchi mengalami masalah pernapasan juga. Dua minggu setelah kecelakaan, ia tidak bisa lagi menerima makan dan harus diberikan melalui infus. Kemudian dua bulan setelah insiden itu, jantungnya tiba-tiba berhenti meskipun dokter bisa menghidupkannya kembali.

Ouchi sempat mengalami gagal jantung selama lebih dari satu jam. Hingga akhirnya ia dinyatakan meninggal dunia pada Desember 1999.

Di lain sisi, kondisi Shinohara sempat dinyatakan membaik setelah seminggu kematian Ouchi. Ia bahkan bisa menghirup udara segar untuk pertama kalinya sejak berbulan-bulan dirawat.

Akan tetapi, pada Februari 2000 Shinohara mengalami masalah pernapasan parah hingga dipasangi respirator. Menurut dokter, tubuh Shinohara rusak akibat radiasi.

Ajaibnya, Shinohara berhasil bertahan hidup selama kurang lebih 83 hari, sebelum akhirnya meninggal karena gagal organ. Sementara itu, Yokogawa yang mendapatkan radiasi 3 sievert diperbolehkan pulang setelah tiga bulan dirawat. Ia lalu ditangkap karena gagal mengawasi prosedur tepat.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: WNI di Jepang Disorot, Kita Harus Malu atau Introspeksi?"
[Gambas:Video 20detik]
(ata/nvl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads