Jusuf Kalla atau yang lebih akrab disapa JK, adalah sosok inspiratif yang dikenal sebagai negarawan, pengusaha, dan filantropis. Lahir di Watampone, Sulawesi Selatan (Sulsel), JK tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan ajaran nilai-nilai Bugis.
Nilai-nilai Bugis, seperti 'pajjama' artinya kerja keras dan 'magetteng', tidak mudah menyerah, menjadi landasan dalam setiap langkah hidupnya. Sejak muda, Jusuf Kalla sudah menunjukkan keteguhan dan semangat wirausaha.
Ia memimpin perusahaan keluarga dan aktif terlibat dalam dunia politik. Karier politiknya mengantarkan JK ke posisi-posisi penting, termasuk menjadi Wakil Presiden Indonesia dua kali, mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Melalui perjalanan hidupnya, Jusuf Kalla menunjukkan nilai-nilai budaya Bugis yang menjadi kunci utama kesuksesannya.[1]
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Profil Jusuf Kalla
Jusuf Kalla yang memiliki nama lengkap Drs H Muhammad Jusuf Kalla, lahir pada 15 Mei 1942 di Watampone, Sulawesi Selatan. Ia adalah anak kedua dari 17 bersaudara pasangan Hadji Kalla dan Athirah.
Meski terlahir di Kabupaten Bone, Jusuf Kalla menghabiskan sebagian besar hidupnya di Makassar. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di SD II Watampone pada tahun 1953, ia mengikuti orang tuanya yang pindah ke kota tersebut.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP Islam Datumuseng Makassar dan lulus pada tahun 1957. Kemudian, ia menyelesaikan pendidikan atasnya di SMA 3 Makassar pada tahun 1960.
Pada tahun 1967, Jusuf Kalla menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar. Di tahun yang sama, ia mempersunting Mufidah, perempuan kelahiran Sibolga, 12 Februari 1943. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai lima anak, yaitu Muchlisa Jusuf, Muswirah Jusuf, Imelda Jusuf, Solichin Jusuf, dan Chaerani Jusuf.
Biodata Jusuf Kalla
- Nama: Drs H Muhammad Jusuf Kalla
- Tempat/tanggal lahir: Watampone, 15 Mei 1942
- Agama: Islam
- Pasangan: Mufidah
- Anak-anak:
- Muchlisa Jusuf
- Muswirah Jusuf
- Imelda Jusuf
- Solichin Jusuf
- Chaerani Jusuf
- Pendidikan
- SD II Watampone (1953)
- SMP Islam Datumuseng (1957)
- SMA 3 Makassar (1960)
- Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin Makassar (1967)
- Riwayat Pekerjaan
- Wakil Presiden Republik Indonesia (2014-2019)
- Wakil Presiden Republik Indonesia (2004-2009)
- Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2001-2004)
- Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI (1999-2000)
- Direktur Utama Grup Usaha PT. Hadji Kalla (1967-2001)
- Riwayat Organisasi
- Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (2010-sekarang)
- Ketua Umum Palang Merah Indonesia (2009-2014)
- Ketua Centrist Asia Pacific Democrats Inter- national (2010-2012)
- Koordinator Palang Merah dan Bulan Sabit Merah se Asia Tenggara (2010-2011)
- Ketua Kehormatan Dewan Penyantun Universitas Al-Azhar (2006-2010)
- Anggota Wali Amanat Universitas Pendidikan Indonesia (2010-sekarang)
- Ketua Badan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina (2005-sekarang)
- Wakil Ketua Dewan Penasehat KAHMI (2004-sekarang)
- Ketua Harian Yayasan Islamic Center Al-Markaz (1994-sekarang)
- Ketua Umum IKA-UNHAS (1992-sekarang)
- Ketua Umum Yayasan Pendidikan Hadji Kalla (1982-sekarang)
- Anggota Dewan Penyantun Universitas Negeri Makassar (1975-sekarang)
- Anggota Dewan Penyantun IAIN/UIN Makassar (1975-sekarang)
- Anggota Dewan Penyantun Universitas Islam Makassar (1975-sekarang)
- Penghargaan
- Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia Adipradana (2004)
- Menerima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Adipurna (2004)
- Menerima Doktor Honoris Causa dari Universitas Malaya, Malaysia (2007)
- Menerima Doktor Honoris Causa dari Universitas Soka, Jepang (2007)
- Menerima Tanda Kehormatan Commander de l'Order de Leopold dari Kerajaan Belgia (2009)
- Menerima Doktor Honoris Causa dari Universitas Pendidikan Indonesia (2011)
- Menerima Doktor Honoris Causa dari Universitas Hasanuddin Makassar (2011)
- Menerima Doktor Honoris Causa dari Universitas Brawijaya (2011)[1][2]
Perjalanan Karier Jusuf Kalla di Dunia Bisnis
Sebelum terjun ke dunia politik, Jusuf Kalla memulai kariernya dengan menjalankan bisnis keluarga. Perkembangan dan keberhasilan karier bisnisnya sangat dipengaruhi oleh karakter pribadinya yang menyerap nilai-nilai budaya Bugis, seperti prinsip 'pajjama' (kerja keras) dan 'magetteng' (tidak mudah menyerah).
Sejak kecil, Jusuf Kalla dididik oleh kedua orangtuanya untuk menerapkan prinsip 'pajjama,' yang membentuknya menjadi pribadi yang selalu bekerja keras dalam segala hal yang dikerjakannya.
Hal ini tercermin dalam keterlibatannya dalam kegiatan bisnis keluarganya. Hadji Kalla dan Athirah kerap membawa Jusuf Kalla untuk bertemu dengan rekan-rekan bisnis, bahkan hingga ke Jakarta.
Saat dewasa, Jusuf Kalla mulai terlibat dalam pengambilan keputusan penting untuk mengembangkan bisnis orang tuanya. Pada tahun 1967, Hadji Kalla kemudian menyerahkan kepemimpinan bisnis kepada Jusuf Kalla.
Di usianya yang masih muda, ia sudah memikul tanggung jawab besar. Meski begitu, Jusuf Kalla menunjukkan keteguhan dan semangat kerja keras yang luar biasa dalam memimpin perusahaan keluarga.
Saat mengemban amanah tersebut, perusahaan yang diwarisi menghadapi tantangan besar, mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang sedang terpuruk. Namun, krisis tersebut justru membuat Jusuf Kalla menjadi pebisnis ulung dan pelobi yang handal.
Selain memiliki prinsip pekerja keras, karakter 'magetteng' Jusuf Kalla membuatnya menjadi pelopor impor mobil Toyota ke Indonesia. Kala itu, Jusuf Kalla dan kepala montir di bengkel mobil Cahaya Bone (perusahaan bus angkutan penumpang barang milik Hadji Kalla) bernama Haji Basire, merakit mobil Jepang itu.
Namun, karena buku manual yang semuanya dalam bahasa Jepang, Basire kesulitan memahami instruksinya dan perakitan hanya dilakukan berdasarkan pengalamannya sebagai montir. Awalnya Jusuf Kalla merasa sangat bangga mobil tersebut sudah terkait.
Namun kebanggaan itu langsung runtuh ketika mobil yang dirakit tidak bisa berbelok. Meski begitu, Jusuf Kalla tidak menyerah.
Dia segera mendatangkan montir dari Jepang untuk memperbaiki masalah tersebut. Ternyata, kesalahan terletak pada pemasangan komponen oleh Basire, yang memasang bagian kanan di kiri dan sebaliknya.
Kejadian tersebut menggambarkan bahwa dalam prinsip Jusuf Kalla, tidak ada istilah tidak bisa. Baginya, yang terpenting adalah memulai dulu, dan urusan masalah bisa diselesaikan belakangan.
Jika menghadapi hambatan, ia akan mencari solusi dan cara baru untuk mengatasinya. Sebab jika tidak memulai sesuatu karena takut salah, maka hidup tidak akan bergerak maju.
Tak hanya itu, falsafah hidup Bugis yang selalu dipegang Jusuf Kalla, "Aja' mumaelo' ribetta makalla ri cappa alletennge" (Jangan biarkan diri kita didahului, injakkan kaki terlebih dahulu di ujung titian), juga menjadi pedoman dalam setiap langkahnya. Artinya, dalam bertindak, jangan biarkan orang lain lebih dulu melangkah, karena siapa yang lebih cepat, dialah yang lebih baik.
Oleh karenanya, Jusuf Kalla selalu bergerak cepat ketika melihat melihat ada peluang di depannya. Salah satunya terjadi saat pemerintah meluncurkan kebijakan untuk mengembangkan pertanian melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi, dengan fokus pada peningkatan teknologi, khususnya mekanisasi pertanian.
Melihat peluang ini, NV Hadji Kalla Trading Company di bawah kepemimpinan Jusuf Kalla memanfaatkan kesempatan tersebut dan menjadi agen traktor mini untuk kebutuhan pertanian. Saat itu, traktor mini merek Kubota, lazim ditemukan di kolong rumah petani di pelosok-pelosok.
Dengan semangat dan keteguhan hati, Jusuf Kalla berhasil memperluas bisnis NV Hadji Kalla Trading Company ke berbagai sektor. Kini bisnis yang dimulai dari usaha kecil ini berkembang pesat menjadi Kalla Group yang terus melebar ke berbagai sektor industri. Kepimpinan Jusuf Kalla pada bisnis tersebut kemudian diberikan kepada adiknya, Fatimah Kalla pada tahun 1999. [1]
Kiprah Politik Jusuf Kalla
Jusuf Kalla tidak hanya menunjukkan keahliannya di dunia bisnis, tetapi juga dalam politik. Ia memulai kariernya di bidang politik sebagai anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Periode 1965-1968 mewakili Sekber Golkar.
Nama Jusuf Kalla kemudian mulai terkenal setelah bergulirnya era reformasi, tepatnya ketika Presiden BJ Habibie digantikan oleh KH Abdurrahman Wahid. Pada periode itu, Jusuf Kalla diangkat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Jabatan yang diembannya itu mengharuskannya tampil di berbagai forum, dan hampir di setiap kesempatan pidato-pidato dan ide yang disampaikannya didengar dan dipublikasikan oleh media. Inilah membuat Jusuf Kalla semakin dikenal oleh publik dan memantapkan posisinya selain sebagai pengusaha sukses juga sebagai politikus.
Terbukti Jusuf Kalla pernah beberapa kali menjabat sebagai menteri dan menjadi Wakil Presiden Indonesia dua kali, yaitu di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Semua pencapaian tersebut tidak terlepas dari prinsip-prinsip falsafah hidup Bugis yang selalu ia pegang teguh dalam setiap langkah perjalanan hidupnya.
Masyarakat Bugis Makassar mengenal budaya 'siri' yang berkaitan dengan penegakkan harga diri, kehormatan. Bagi mereka tidak ada tujuan hidup yang lebih penting daripada menjaga 'siri.'
Jika merasa tersinggung atau dipermalukan 'nipakasiri' orang Bugis lebih memilih untuk mati dalam perkelahian demi memulihkan 'siri' mereka, daripada hidup tanpa kehormatan. Nilai tersebut juga tercermin dalam karakter Jusuf Kalla.
Salah satunya ditunjukkan ketika Jusuf Kalla dengan berani mencalonkan sebagai calon presiden. JK yang ketika itu mendapat penolakan halus sebagai capres SBY seolah ingin menunjukkan kuatnya budaya siri dalam suku Bugis.
Usai ditolak, JK justru memberanikan diri maju mencalonkan diri sebagai presiden melawan SBY. Meskipun JK juga menyadari akan sangat sulit untuk mengungguli SBY. Ditambah lagi persoalan politik identitas yang berkaitan dengan dominasi etnis. Ada anggapan yang menyebut bahwa jika bukan dari Jawa akan sangat susah untuk menjadi pemimpin negara.
Namun dengan nilai budaya Bugis yang dianutnya, JK tak pantang menyerah dengan adanya anggapan demikian. Meskipun pada akhirnya ia kalah dalam kontestasi tersebut, keputusan JK mencalonkan diri semata-mata untuk menunjukkan betapa pentingnya mempertahankan harga diri atau budaya siri dalam prinsip hidup orang Bugis.[1][3]
Gaya Kepemimpinan Jusuf Kalla
Sejak muda, Jusuf Kalla telah menunjukkan karakter kepemimpinan yang penuh integritas. Sikap, pikiran, ucapan, dan tindakannya selalu konsisten, selaras dengan prinsip 'taro ada taro gau' yang ia pegang hingga saat ini.
Selama memegang jabatan sebagai menteri dan wakil presiden, Jusuf Kalla dikenal sebagai pribadi yang tegas dan berani. Keberaniannya itu tidak tanpa alasan.
Menurut pakar hubungan internasional Hans J Morgenthau, Indonesia memiliki elemen kekuatan nasional yang besar, yaitu sumber daya alam, jumlah penduduk yang besar, dan wilayah yang luas.
Dengan potensi ini, Jusuf Kalla memanfaatkan Indonesia sebagai modal utama dalam diplomasi internasional dan selalu menyadari pentingnya peran Indonesia di mata dunia, dengan mempertimbangkan seberapa besar kepentingan dan ketergantungan negara-negara lain terhadap Indonesia.
Kemahiran Jusuf Kalla dalam diplomasi internasional telah berhasil menempatkan Indonesia dalam percakapan global dengan martabat yang tinggi. Keterampilannya dalam memediasi konflik, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, menunjukkan kualitas kepemimpinan yang luar biasa.
Dalam kepemimpinannya, Jusuf Kalla juga tidak pernah ragu untuk menghadapi tantangan dan mengambil sikap tegas demi kepentingan bangsa. Sebagai contoh seperti pemikirannya mengenai rasionalisasi harga BBM dengan alasan bahwa subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas, atau tentang pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu masyarakat miskin mengurangi dampak kenaikan BBM.
Ia juga memikirkan langkah-langkah untuk mengonversi penggunaan minyak tanah ke gas elpiji, serta berbagai inisiatifnya untuk mengatasi konflik, meningkatkan kesejahteraan, dan menangani bencana alam di berbagai daerah. Pemikiran-pemikiran tersebut mencerminkan dedikasi Jusuf Kalla dalam memajukan bangsa, menghadirkan solusi atas masalah sosial, dan memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional. [1]
Sumber:
[1] Buku JK Ensiklopedia karya Husain Abdullah, Neneng Herbawati, Andi Suruji
[2] Buku Muhammad Jusuf kalla: Membangun Misi Perdamaian Agama dan Kemakmuran Bangsa Indonesia karya Prof Dr H Sirajuddin M M Ag MH, Dr Moh Dahlan M Ag
[3] Jurnal Universitas Hasanuddin yang berjudul Pemikiran Politik Muhammad Jusuf Kalla
(urw/urw)