Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerima banyak permintaan agar pendidikan di Indonesia digratiskan hingga tingkat perguruan tinggi seperti di negara Nordik. Sri Mulyani pun memberikan jawaban menohok terkait hal tersebut.
Melansir detikFinance, Sri Mulyani mengatakan tidak banyak orang yang mengetahui bahwa ada pajak yang diterapkan sangat tinggi di balik kebijakan itu. Dia menyebut pajak yang diterapkan bahkan bisa sampai 70%.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan tidak ada yang benar-benar gratis di dunia ini. Sebab, kata dia, pasti ada saja yang perlu dibayar lebih mahal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya jadi Menteri Keuangan tuh sering juga orang-orang menyeletuk 'mbok ya kayak Nordic Country itu lho, segala macam bebas sampai perguruan tinggi, dari lahir sampai perguruan tinggi dia nggak perlu bayar apa-apa. Memang anak itu nggak bayar, yang bayar itu orang tuanya, tax-nya bisa 65-70% dari income mereka," kata Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Jesuit Indonesia di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Kamis (30/5/2024).
"Aku pernah punya teman di Bank Dunia, dia dari Finlandia. Saya tanya, how much tax you pay? Oh, around 70%. Jadi kalau kamu dapat US$ 100 ribu, kamu cuma dapat US$ 30 ribu? Iya," tambahnya.
Menurutnya, jalan agar jaring pengaman sosial berupa pendidikan gratis sampai perguruan tinggi ialah membayar pajak yang lebih besar.
"Orang anggap itu semuanya gratis, nggak ada yang bayar. Di dunia nggak ada yang gratis, pasti ada yang bayar. Dalam hal ini, if you want to create social safety net seperti di Nordic Country, then you have prepare for a very big high income tax," ucapnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengemukakan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu risiko terbesar bagi Indonesia. Jika kualitas SDM tidak ditingkatkan, justru akan menjadi beban negara.
"Kalau kita lihat risiko bagi Indonesia yang paling besar tetap pada kualitas SDM-nya. SDM itu potensi karena Indonesia demografinya muda, tapi dia bisa menjadi risiko liability pada saat SDM-nya tidak ditingkatkan. Makanya kita selalu debat, bagus bicara tentang kesehatan, pendidikan, jaminan sosial. Pada saat demografi kita masih muda, debat itu menurut saya baik dan sehat," imbuhnya.
(asm/asm)