Petani di Kelurahan Bittoeng, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengeluhkan terjadinya pendangkalan di saluran pembuangan. Akibatnya sawah siap panen seluas 10 hektare mengalami gagal panen.
"Jadi ada saluran tersier dan saluran pembuangan di sini yang perlu mendapatkan penanganan secepatnya, sebab sudah sampai 15 tahun tidak ada perhatian," kata Kepala Lingkungan Bittoeng, Andi Muis kepada detikSulsel, Kamis (30/5/2024).
Andi Muis menjelaskan ada sekitar 100 hektare lahan warga yang sering terdampak akibat saluran pembuangan yang mengalami pendangkalan selama 15 tahun terakhir. Bahkan kata dia, tahun ini ada petani yang terdampak gagal panen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terakhir itu saluran pembuangan digali tahun 2009, jadi adami 15 tahun kondisi begini. Ada terakhir ini bahkan sampai gagal panen 10 hektare padi siap panen karena sudah seperti danau itu sawah kondisinya," bebernya.
Dia menyesalkan lambannya penanganan dari Pemkab Pinrang yang membiarkan persoalan ini. Padahal kata dia, warga sudah sering menyurat meminta penanganan.
"Saya sudah pernah ke DPRD Pinrang, ke Pemda juga, buat proposal ke sana ke sini, tapi tetap tidak ada penanganan," bebernya.
Selain saluran pembuangan, saluran tersier tidak kalah buruknya. Andi Muis mengatakan, kondisinya sudah bolong-bolong sehingga air tidak bisa tertampung.
"Kalau musim hujan petani tidak bertani karena harus keluarkan uang 8 juta beli terpal untuk saluran air. Warga harus beli sendiri karena saluran tersier rusak berat," jelasnya.
Kabid Irigasi Pedesaan Dinas PSDA Kabupaten Pinrang, Husni Nakka mengaku telah meninjau lokasi saluran pembuangan dan tersier yang dikeluhkan warga tersebut. Dia mengatakan saluran pembuangan akan diupayakan masuk program normalisasi di Dinas Pertanian.
"Kemarin saya tinjau ke sana, sudah komunikasi dengan kadis pertanian. Penyampaian dia akan masuk ke program lahan rawa. Dari Dinas Pertanian sampaikan akan masuk ke program untuk normalisasinya," katanya.
Adapun untuk saluran tersier, Husni menyebut bukan menjadi kewenangan dari PSDA. Menurutnya hal tersebut biasanya ditangani oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).
"Saluran tersier, begini, kami tidak punya tersier di PSDA. Tersier sesuai aturan sekarang dikelola P3A," jelasnya.
(ata/asm)