Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar sosialisasi penerangan hukum kepada karyawan PT PLN Unit Induk Distribusi (UID) Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (Sulselrabar) untuk menghindari kejahatan tindak pidana korupsi. Kejati Sulsel menilai budaya siri dalam falsafah Bugis-Makassar bisa mencegah perilaku korupsi.
Hal itu disampaikan oleh Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi dalam sebuah kegiatan penerangan hukum dengan tajuk 'Budaya Siri Solusi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Sulawesi Selatan' yang digelar pada Jumat (17/5). Mulanya Soetarmi menjelaskan pesan penting terkait kegiatan penerangan hukum yang diselenggarakan itu.
"Kegiatan penerangan hukum merupakan upaya inovasi dan komitmen Kejaksaan RI dalam meningkatkan kesadaran hukum kepada warga negara khususnya pejabat dan karyawan PT PLN UID Sulselrabar dan masyarakat pada umumnya. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkaya khazanah pengetahuan hukum dan perundang-undangan serta menciptakan karyawan yang taat hukum sehingga dapat mengenali hukum dan menjauhi hukuman," kata Soetarmi dalam keterangannya, Kamis (17/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soetarmi lalu mengungkit nilai falsafah dari budaya siri yang dipegang oleh masyarakat Bugis-Makassar secara turun temurun. Dia menilai budaya siri dapat menjaga keseimbangan sosial dan memperkuat integritas seseorang dan kelompoknya.
"Budaya siri merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat Bugis-Makassar, mengajarkan pentingnya harga diri, empati, dan perilaku terpuji. Nilai-nilai siri dijaga dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Bugis-Makassar, baik di Sulawesi Selatan maupun di seluruh Indonesia. Siri membantu menjaga keseimbangan hubungan sosial dan memperkuat integritas individu dan kelompok," tuturnya.
Dia menambahkan, budaya siri yang dipegang teguh oleh setiap individu dan kelompok dapat meminimalisir tindak pidana korupsi yang semakin terorganisir. Soetarmi juga mengingatkan seluruh peserta kegiatan untuk menghindari setiap perilaku korup.
"Praktik-praktik seperti penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, oleh masyarakat diartikan sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal yang lazim terjadi di negara ini," sebutnya.
"Ironisnya, walaupun usaha-usaha pemberantasannya sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi tersebut tetap berlangsung, bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya," lanjut Soetarmi.
Terpisah Manajer Keuangan, Informasi dan Umum PLN UID Sulselrabar Ambo Tuo mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Kejati Sulsel ini. Dia materi yang disampaikan bertujuan untuk mengedukasi karyawan agar menghindari tindak pidana korupsi.
"Kami membutuhkan informasi serta pemahaman hukum khususnya dari APH. Kunjungan Tim Penkum Kejati SulSel ini sangat bermanfaat dan mengedukasi masyarakat utamanya untuk menghindari kejahatan tindak pidana korupsi di lingkup karyawan PT PLN UID Sulselrabar," kata Ambo Tuo.
(ata/sar)