Balasan Menohok KPU Maros Usai Diadukan Tak Gelar PSU di TPS 003 Cenrana

Balasan Menohok KPU Maros Usai Diadukan Tak Gelar PSU di TPS 003 Cenrana

Sahrul Alim - detikSulsel
Selasa, 07 Mei 2024 10:00 WIB
Sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu oleh DKPP RI dengan teradu komisioner KPU Maros di Ruang Sidang Kantor Bawaslu Sulsel, Senin (6/5/2024).
Foto: Komisioner KPU Maros disidang di Kantor Bawaslu Sulsel. (Sahrul Alim/detikSulsel)
Makassar -

Komisioner KPU Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel), memberikan klarifikasi usai diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) gegara tidak menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 003 Cenrana Baru. KPU Maros menilai pengadu hanya menggunakan asumsi dan narasi tak berdasar.

Ketua KPU Maros Jumaedi awalnya menyampaikan 11 poin pembelaan dalam sidang pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 42-PKE-DKPP/III/2024 di Ruang Sidang Mutmainnah, Bawaslu Sulsel, Senin (6/5/2024). KPU Maros diadukan ke DKPP oleh pemerhati pemilu bernama Syukri.

"Sehingga semua tuduhan pengadu tersebut haruslah dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," kata Jumaedi dalam sidang tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pembelaannya, Jumaedi merinci sejumlah kejadian saat rekomendasi PSU dikeluarkan Panwascam Cenrana. Dia mengungkap rekomendasi Panwascam Cenrana diterima oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Cenrana pukul 22.00 Wita, Jumat (23/2).

Sementara rekomendasi tersebut sampai di KPU Maros pada pukul 22.30 Wita dan langsung melakukan koordinasi dengan KPU Sulsel. Pasalnya PSU paling lambat dilaksanakan 10 hari setelah hari pemungutan suara atau Sabtu (24/2).

ADVERTISEMENT

"KPU Kabupaten Maros juga telah berupaya berkoordinasi dengan KPU Provinsi sebagai upaya respons cepat dari surat PPK," ujar Jumaedi dalam sidang.

Usai berkoordinasi dengan KPU Sulsel, pihaknya lalu menggelar pleno dan memutuskan rekomendasi tersebut tidak memungkinkan untuk dilaksanakan. Alasannya karena keterbatasan waktu.

"Pada dasarnya KPU Kabupaten Maros ingin melaksanakan PSU akan tetapi karena keterbatasan waktu yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan sehingga rekomendasi PSU untuk TPS 03 Desa Cenrana Baru, Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros merupakan suatu yang tidak mungkin dapat dilaksanakan (impossibility of performance)," jelas Jumaedi.

Dia juga mengungkapkan, KPU Maros terbukti telah melaksanakan dua PSU, yakni di TPS 04 Kelurahan Mario Pulana, Kecamatan Camba sesuai rekomendasi PPK, Selasa (20/4) dan TPS 02 Kelurahan Hasanuddin, Kecamatan Mandai, Jumat (23/2). Hal itu membuktikan bahwa KPU Maros bukan tidak ingin melakukan PSU tapi memang karena batas waktu.

Jumaedi menyampaikan bahwa masalah ini telah dikaji oleh Bawaslu dan Sentra Gakkumdu Maros. Hasilnya, tidak ada pelanggaran tindak pidana pemilu imbas tak digelarnya PSU sesuai rekomendasi panwascam.

"Status temuan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti sesuai dengan pengumuman tertanggal 21 Maret 2024," jelasnya.

Tanggapan pengadu di halaman berikutnya..

Jawaban KPU Maros Dinilai Tak Berisi

Sementara itu, Syukri menilai jawaban KPU Maros tidak ada isinya. Syukri lantas mengambil contoh kasus yang mirip saat Pemilu 2019 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Bawaslu DIY melakukan dialog dengan KPU sehingga menemukan jalan untuk bagaimana PSU dilaksanakan agar supaya suara rakyat, adanya kejahatan dalam pemilu itu bisa diulangi dengan jujur dan adil," ujar Syukri dalam sidang saat memberi tanggapan.

Selain itu, Syukri juga memberikan contoh kasus yang dialami panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di Malaysia. Saat itu, kata Syukri, KPU RI harus mencabut keputusannya agak hak konstitusi warga Indonesia di Malaysia tak kehilangan.

"Kasus kedua yang terjadi di Malaysia, KPU RI mengalami sebuah kebuntuan ketika ada 63 ribu dan 20 ribu TPS, KPU harus mencabut keputusannya sendiri tentang batasan waktu 10 hari, bagaimana di tanggal 10 April itu harus melakuan PSU yang ada di Malaysia," ujar Syukri.

Lebih lanjut, Syukri mengatakan jumlah pemilih bukan inti persoalannya. Sebab KPU Maros menghilangkan hak konstitusi warga karena tidak menggelar PSU di TPS 003 Cenrana Baru.

"Bukan soal jumlah pemilih yang besar, kalau di kasusnya ini kan cuma 1 TPS kurang lebih 200 sampai 300 pemilih akan tetapi hak konstitusi tidak boleh diabaikan berdasarkan undang-undang," tegasnya.

Atas kejadian itu, Syukri menilai KPU Maros diduga melanggar UU Pemilu Pasal 220 ayat 1 dan 2 dan peraturan DKPP ayat 2. Pasalnya, KPU Maros melegitimasi keputusan 7 KPPS di TPS tersebut yang bersepakat hanya memberi 4 surat suara kepada salah seorang pemilih.

"Undang-undang dan PKPU jelas, satu pemilih harus mendapat 5 jenis surat suara yang sudah dijelaskan warnanya masing-masing. Namun mereka bersepakat sehingga menghilangkan hak konstitusi," tambahnya.

Menurut Syukri, anggota KPU adalah pelaksana Undang-Undang sebagai tanggung jawab dalam sumpah jabatan. Bukan justru mengabaikan ataupun melawan hukum.

"Itu stressing kami sehingga kami harus mengadukan ke DKPP sebagai jalan untuk mencari keadilan, bukan untuk ada kebencian pribadi. Itulah risikonya sebagai penyelenggara pemilu, sangat resisten," jelasnya.

"Saya melihat jawaban ini sama sekali tidak ada apa-apanya karena mengabaikan Pasal 220 ayat 1 dan 2 yakni rekomendasi Bawaslu maupun Panwascam wajib ditindaklanjuti," tambahnya.

Halaman 2 dari 2
(hsr/sar)

Hide Ads