Perempuan lanjut usia (lansia) bernama Sitti Nur (64) di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), hidup dalam kondisi memprihatinkan akibat menderita tumor sebesar bola kaki di sekitar wajahnya. Keluarga pasrah dan tidak membawa Sitti Nur ke rumah sakit karena keterbatasan biaya.
"Terkendala ekonomi jadi tidak bisa dibawa ke rumah sakit," kata salah satu anak Sitti Nur, Nuraeni kepada wartawan, Sabtu (4/5/2024).
Sitti Nur merupakan warga Desa Sidorejo, Kecamatan Wonomulyo. Sehari-hari dia tinggal bersama dua anak dan tiga cucunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nuraeni menuturkan jika awalnya ibunya menderita tumor pada tahun 2022 lalu. Setelah mendapat bantuan biaya yang dikumpulkan sejumlah relawan, Sitti Nur sempat menjalani operasi pada tahun 2023.
"Awalnya bagus setelah dioperasi, mama sempat beraktivitas normal, hingga berjualan," ungkapnya.
Namun kondisi korban kembali memburuk sejak tujuh bulan terakhir. Awalnya dia menduga jika ibunya hanya mengalami sariawan karena gusinya mengalami pembengkakan.
"Awalnya gusi ada pembengkakan usai cabut gigi, awalnya disangka sariawan, tapi kenapa semakin membesar. Akhirnya dokter menyarankan agar dirujuk ke RSUD, namun terkendala biaya, hingga akhirnya pembengkakannya terus membesar seperti sekarang ini," terang Nuraeni.
Nuraeni menyebut jika sebenarnya ibunya terdaftar sebagai penerima jaminan kesehatan dari BPJS. Hanya saja fasilitas jaminan sosial tersebut tidak dapat difungsikan karena pihak keluarga sudah beberapa bulan tidak sanggup membayar iuran.
"Tidak dibawa ke rumah sakit karena terkendala perekonomian, BPJS nya juga begitu, tertunda, menunggak," jelasnya.
Nuraeni mengatakan berbagai upaya pernah dilakukan untuk menyembuhkan penyakit ibunya. Kini Sitti Nur kini mulai kesulitan beraktivitas tanpa bantuan orang lain meski sekadar makan maupun minum.
"Sudah susah bergerak kalau tidak dibantu. Makan dan minum juga sudah susah," sambung Nuraeni.
Nuraeni pun mengakui jika dirinya tidak dapat berbuat banyak untuk membantu pengobatan sang ibu. Sebab untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dia hanya dapat mengandalkan penghasilan sang adik yang berprofesi sebagai penarik becak motor (bentor).
"Penghasilannya juga tidak seberapa, kadang tidak cukup untuk makan sehari-hari, apalagi bentor nya juga bukan milik sendiri tetapi punya orang lain yang disewa," ucapnya.
Nuraeni menambahkan jika kondisi yang dialami Sitti Nur pernah dilaporkan kepada pemerintah desa termasuk Dinas Sosial (Dinsos) setempat dengan harapan mendapat bantuan.
Sementara Kepala Dinsos Polman H Azwar Jasin mengatakan jika pihaknya telah pernah menawarkan agar Sitti Nur dirujuk ke rumah sakit di Makassar untuk mendapat perawatan yang lebih layak. Namun tawaran tersebut ditolak.
"Saya mau bawa ke Makassar waktu Ramadan kemarin. Tapi menolak (Sitti Nur). Keluarganya juga tidak mau kalau dibawa (ke Makassar)," ungkap Azwar melalui pesan singkat.
Azwar mengatakan jika Sitti Nur dan keluarganya tetap menolak, meski pihaknya telah menyampaikan akan menanggung seluruh biaya selama perawatan di rumah sakit.
"Saya sampaikan kalau semua dibiayai di Makassar, penunggunya saya mau inapkan di Balai Kemensos, tapi tidak mau juga. Dari Dinsos juga ada bantuan permakanan yang sudah kita berikan," pungkasnya.
(ata/hmw)