17 Puisi Hari Kartini tentang Perjuangan Perempuan yang Menginspirasi

17 Puisi Hari Kartini tentang Perjuangan Perempuan yang Menginspirasi

St. Fatimah - detikSulsel
Jumat, 19 Apr 2024 08:00 WIB
Ilustrasi puisi cinta
Ilustrasi puisi Hari Kartini (Foto: Getty Images/iStockphoto/ultramarinfoto)
Makassar -

Hari Kartini diperingati setiap tanggal 21 April di Indonesia. Hari peringatan ini merujuk pada hari lahir pahlawan wanita nasional, Raden Ajeng Kartini.

Hari Kartini kerap diperingati dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengadakan lomba membaca sayembara puisi Hari Kartini.

Melalui kegiatan tersebut, pembaca maupun penulis puisi dapat mengenang dan mengapresiasi perjuangan Kartini dalam memajukan kehidupan perempuan di Indonesia. Nah, sebagai inspirasi, di bawah ini terdapat sejumlah puisi Hari Kartini yang dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yuk, disimak!

1. Jeritan Perempuan yang Melawan

Oleh: Nolinia Zega

ADVERTISEMENT

Pernahkah sejenak kau berdiam diri,
Memandang lekat diri,
Menelisik setiap bagian dari dirimu, yang kelihatan dan tak terlihat secara teliti?

Bagaimana cara menata rambutmu, sudahkah sesuai keinginanmu?
Pakaian yang kau kenakan, sudahkah nyaman untukmu?
Riasan wajah yang menempel di permukaan kulitmu, apa benar yang kau sukai?
Sepatu yang kau kenakan, tidak menyakiti kakimu? Kau menyukainya dan membutuhkannya?
Pekerjaanmu saat ini, benarkah panggilan dari hatimu dan kau menikmatinya? Atau setiap hari kau sesungguhnya tersiksa bukan main, seperti mayat hidup di tempat kerja, tapi "mau bagaimana lagi"?.
Caramu bertutur kata, melangkah, bertindak, apa memang benar bentuk dari olahan jiwamu?
Atau sesungguhnya ada yang menjerit dalam diam, menangis tanpa selalu meneteskan bulir bening di sudut mata, meronta dengan sisa asa; melawan kekukuhan yang melekat - dilekatkan pada diri?

Jangan-jangan benar, kita dikonstruksi
Jangan-jangan benar, kita dituntut oleh penghakiman dari masyarakat, adat istiadat, stigma-stigma sepanjang usia,
Menjadi merdeka, berdaulat atas diri sendiri, hanyakah sebuah mimpi indah di siang bolong untukku, untuk kaumku?
Tapi kita harus melawan ketidakadilan ini,
Tidak bisa tidak!

05 Desember 2018

2. Literasi Ubah Negeri

Oleh: Khanipan

Dulu kau diam diri di rumah
Namun kini menduduki berbagai ranah Kau perjuangkan emansipasi
Majukan bangsa dengan budaya literasi

Kau tuntun mereka yang buta aksara
Ajari mereka bagaimana membaca Bukan untuk kesombongan
Namun demi kemajuan peradaban

Berawal dari
Ini Bapak Budi
Ini Ibu Budi
Suaramu terdengar lirih
Namun mampu mengubah negeri

Dengan literasi kau paparkan tujuan diri
Berbakti pada negeri
Mengharumkan nama pertiwi Untuk kejayaan kini dan nanti

Bekali negeri dengan literasi
Untuk bersaing diglobalisasi
Semua berkat emansipasi
Yang kau perjuangkan dari dulu hingga kini

3. Sang Penggerak Milenial, Kartini Kini

Oleh: Allys Setia Mulyanti

Secarik Kecantikan tersipu
Berpangku di atas keajaiban
Wanita terhebat itu
Bukan bernilai dunia tipuan

Sang mentari berseri meski suri
Menatap tajam terkungkung putri
Siapkan kubang berisi amunisi peri
Menggaungkan kata tersibak lari

Kartini sang penggerak milenial
Kokoh hati tak luputkan sesal
Raih mimpi tak ajarkan bebal
Wujudkan misi aksara bak bridal

Buka dan bacalah
Resapi makna leburkan lelah
Pantang tersilap salah istilah
Pelangi kan menjadi sebuah celah

Kartini kini, merebak serasi
Penuhi jiwa haus ribuan literasi
Ajak bergerak lupakan gengsi
Mimpi lama terkontaminasi

Yakin maju dengan jati diri
Mudah berkreasi tak ajarkan iri
Rangkul yang tersungkur, cari
Bibit penggerak menjelma peri

Anggun paras merdeka gaya
Kartini kini semakin kaya
Berbagi pandai tak hanya di dunia maya

Cara uniknya bertutur harapan jaya
Kartini kini, menghias jujur percaya
Literasi tertanam menjadi cahaya
Bangkit menggelora diantara budaya
Hasilkan berjuta arti dalam Oleh

Sang penggerak milenial kini
Menjadi tamu penting di sini
Bayangan yang tak lagi berseni
Melanjutkan proses di jiwa murni

Terjatuh tak digulung keluh
Melawan keserakahan membasuh
Diamkan mereka yang angkuh
Jiwa kecewa hilang dibalas rengkuh

Kartini-Kartini di era keemasan
Meronta menghancurkan keserakahan
Para petinggi yang hanya meraup kekayaan
Dari sombongnya ilusi kekhawatiran

Kartini sang penggerak milenial
Mampu melepas resah pembawa sial
Tancapkan sabar sebar amanah ideal
Meruntuhkan mereka yang pandai membual

Semangat pejuang penggerak
Sosok mulia dengan peringkat di atas perak
Meski rintangan gergaji menyeruak
Sorak do'a tak mangkir berteriak

Jadilah pendekar di dunia penuh tipu
Biarkan mulut menyanjung membalas sipu
Senyum membuncah menyuarakan mampu
Sosok Kartini hadir bak cerahnya lampu
Jagakan ilmu baru budaya pemersatu

Sejahterakan hidup tanpa berpangku ragu
Perubahan ekstra meraih capaian satu
Kartini kini memberi kesan tak lagi ambigu

4. Pesan Pujangga

Oleh: Zahratul Laili

Jemari bicara,
Merangkai alunan kata yang tak berpijak pada bumi
Menyampaikan sebuah pesan kepada sebagian penduduknya
Mengolah serpihan aksara menjadikan sebuah diksi
Mengalunkan syair agar mereka tahu perihalnya

Kepada penduduk bumi,
Tanah gersang merindukan air mata awan
Daun jatuh terseok untuk melayang
Seperti buku berdebu yang menunggu di perpustakaan
Seperti ilmu pengetahuan yang menunggu untuk dipinang

Kepada perempuan masa kini,
Jangan padamkan lilin-lilin yang telah dinyalakan
Jangan abaikan aungan-aungan macan
Kau adalah pencetak generasi
Harusnya kau nyalakan jiwa literasi

Dari jemarimu yang menuliskan kata dengan indah
Dari bicaramu yang menyampaikan berjuta pengetahuan
Dari pikiranmu yang menyimpan gudangnya ilmu
Dari media sosial tempatmu mencari hal baru dan menjelajah dunia

Satu hal kami para pujangga titipkan,
Jadilah Kartini masa kini
Untuk mencetak generasi unggul
Berbudi pekerti, serta
Berjiwa literasi

Banjarmasin, 14 April 2021

5. "Guruku, Kartiniku"

Oleh: Efa Madani

Wahai guruku, ibu kartiniku..
Pengeja langkah yang buta akan setiap ilmu
Membuka luas wawasan jendela pengetahuanku
Panutan negeri dalam bertindak dan bertutur baku
Penuh kasih, santun, dan cerdas layaknya ibundaku

Wahai guruku, ibu kartiniku..
Aku terlahir dengan banyak kebutaan aksara
Ditempa dengan beragam cara untuk menghadapi dunia
Ibu kartini, keinginan di masa lalu mu kini menjadi nyata
Meski ragamu tiada, tetapi kami rasakan jiwamu tetap ada

Wahai Ibu Raden Ajeng Kartini,
Banggakah kau akan guru penerusmu di masa kini?
Tak ada lagi yang membelenggu hati nurani
Bebas berekspresi dan mendidik diri, mencari diri
Dan ibu guruku, penuntun menuju setiap mimpi

Keabadian jiwa dalam tiap-tiap literasi
Membangkitkan kami dari gelapnya sisi
Kini pemuda bangsa bangkit turut mengabdi
Demi membangkitkan pendidikan negeri
Menghapus kebodohan di zaman teknologi

Kulihat banyak buku dari berbagai nusantara
Atau bahkan Negara untuk mencerdaskan bangsa
Kini semua akses terbuka untuk kita membuka mata
Bukan hanya bangsawan yang bisa belajar dan membaca
Di kota dan semoga pelosok desa

6. Menari di Atas Lidah Api

Oleh: Dimas Arika Mihardja

Bagi jejak Kartini, kini, di sini
di bumi yang semakin menua:
bersama kita tuai tarian di atas lidah api.

Selendang kasih sayang membentang
di sepanjang lorong kehidupan
kemudian di antara selendang yang membelit selangkang
ialah ular berkepala dua, tak lelah menjulurkan lidah api
siap melumat hasrat yang bergelora.

Di atas permadani bergambar daun waru
tak letih aku menari dengan jiwa lepuh.

7. Perempuan itu Buku

Oleh: Sio Hutasoit

Apa kau tahu? Jika perempuan itu Buku.

Tintanya biru teduh.
Perempuan itu Gudangnya Ilmu.
Isinya tak hanya asmara candu, namun arti dari tulus
Pengorbanan tanpa keluh.
Walau dituntut harus sempurna sungguh, Namun...

Perempuan tahu nikmatnya berdiri teguh, tanpa kompromi waktu.
Di dalam Buku akan kau temukan cerita tentang cinta yang utuh.
Walau hidup tak semanis madu, tangis menderu bahkan sakit berdentum
Tapi tak pernah ia tulis bahwa hidup sepahit empedu.

Hanya ada bait tentang nyanyian syukur
Sayangnya, Buku itu tak bisa kau beli dengan sekuntum bunga warna ungu.
Tapi tawarlah dengan rindu yang sudah kau pupuk.
Tenang saja, tak perlu ragu...
Karena, dari buku itu akan kau temukan bahwa perempuan adalah pangkal restu

Juga sajak-sajak tentang doa ibu
Yang tiap hari ia tulis dengan tangguh

Perempuan tak pernah layu
Perempuan itu Buku
Perempuan itu aku.

Sen,5 April 2021

8. Literasi Kartini

Oleh: Maorit

Kartini mengajarkan kami
Bahwa tulisan itu adalah ungkapan ekspresi
Menulis adalah menyusun ide
Menjadi gagasan yang mendobrak tradisi

Kartini meyakinkan kami bahwa
Membaca itu membuka jendela dunia
Mengisi pikiran dengan pengetahuan
Membuka diri pada kesempatan

Kartini membuktikan kekuatan bahasa
Bertata krama gadis Jawa
Bertutur Bahasa Indonesia
Berkomunikasi Bahasa Belanda dengan sempurna

Kartini menunjukkan kepada kami
Bahwa revolusi berakar dari rumah
Pendidikan pertama kami adalah bunda
Yang mengajarkan kami berbicara dan menanamkan cita-cita

Kartini mendorong kami maju
Dengan senjata kertas, pena dan buku
Kaki kami memang menjejak tanah
Tapi wawasan kami luas seluas angkasa

9. Wanita dan Zaman

Oleh: Wiwik Istari Y. Tarigan

Kubayangkan ....
Zaman itu....
Wanita dengan keluguan dalam gelap tanpa aksara,
Diam, terpaku lemah...
Menatap sayu
Senyum pun terpaksa
Pasrah

Matanya bisa menatap namun kosong hampa ilmu
Telinga bisa mendengar namun disumbat dentuman kekuasaan
Mulutnya bisa berucap namun dibungkam adat

Tidak boleh....
Keluar mencetus
Tidak boleh...
Marah meluap
Tidak boleh...
Membantah sanggah
Tidak boleh...
Tertawa lepas

Namun,
Batin makin bergejolak,
Pikiran makin mengangkasa
Jiwanya makin meradang
Mengapa?
Dunia tidak adil....
Padaku....

Sementara aku terikat jarik, kebaya dan konde
Sedangkan dia di negeri sana bebas bergaun brokat, berambut
belande

Mengapa aku sengsara terbata bata membaca
Sedangkan dia di negeri sana gembira dalam tumpukan hipotesa

Mengapa aku menangis dalam menulis
Sedangkan dia di negeri sana menari dengan tesis

Zaman kini....
Kuhadapi ,
Wanita penuh gemerlap, terang,
dalam tumpukan buku, berlembar lembar ijazah, dan bermahkota
toga

Tidak lagi buta literasi,
Mereka sudah...
Meracau nanar,
Memandang cerah,
Tertawa lepas,
Kuat giat,
Santun lembut,

Jendela dunia terbelalak,
Wanita itu kini...
Lugas nan tegas, dalam balutan baju loreng,
Kritis nan ekspresif, dalam balutan gaun batik organza
Emosional nan kuat, dalam balutan coklat waskat

Wanita itu kini,
Tidak bodoh membaca,
Tidak salah menulis,
Tidak ragu berdiri,
Dan telah menjadi dirinya,

Namun bahagiakah dia?
Ternyata tidak,
Terkadang iya, dan akhirnya pasrah
Wanita tetap wanita,

Dengan kesembronoannya, kerugiannya, kerendahan akalnya,
Namun berusaha untuk tidak terjadi....
Lagi....

Zaman itu....
Berlari kembali mengejar mimpi,
Dalam goyah gontai, tersuruk payah,
Bangun, bangkit dalam sakit dan menangis...

Wanita zaman itu,
Wanita zaman kini,
Dalam selimut takdirNya,

10. Raih Tanpa Ragu

Oleh: Fauzia Harnum

Waktu telah berwacana
Mimpi akan terus dijajah
Lantas, siapakah kita kini?
Jika teknologi berkuasa
Tanpa seimbang rajutan cinta dan asa
Nafsu menjadikan kaum sebagai senjata
Dulu, sekarang, atau nanti
Dunia tetaplah dia
Dia yang memulai peradaban
Orasi semakin diagungkan
Demi kefanaan yang kau sebut revolusi

Benar istimewanya
Insan berkualitas terlahir dari rahim perempuan yang kuat
Ancaman akan hak dan sucinya
Terus saja semena-mena lupa dan dilupakan

Lalu, layakkah kami mengambil peluang itu?
Merekonstruksi generasi menjadi cendekiawan
Sebab tanpa kecerdasan
Manusia akan punah

Masih banyak niat yang dapat digugah
Mata yang menguasai huruf dan angka
Menggenggam dunia
Otak dan hati harus terpaut
Membentuk sebuah Oleh
Kata yang penuh makna
Membuat kita berjelajah
Pada kepastian, pada kebahagiaan, pada keabadian

Sejatinya pengetahuan adalah tulusnya etika
Murninya prasangka tanda bijaknya pemahaman
Maka, buka kisah baru
Bersama serukan prestasi
Menghela dogma
Mengejar literasi
Sebab kita adalah Kartini
Fasih membangun keselarasan
Hentikan intimidasi
Menuju Indonesia berbudaya hakiki

11. Ibu Literasi

Oleh: Maria Ulfa

Siapakah kartini?
Apakah dia perempuan?
Atau wanita?

Banyak jawaban
Banyak pendapat
Banyak tafsir
Apakah adil?

Mengapa sampai saat ini
Orang bilang perempuan dan wanita berbeda?

Terminologi
Senarai
Dan para ahli
Punya pendapatnya sendiri

Untuk apa ada kesetaraan
Kalau masih ada perbedaan
Dan aku yakin
Kartini juga tidak akan sepemikiran

Lantas
Siapakah yang paling hebat?
Siapakah yang paling literat?
Diatur? Yang mulia?
Bukankah dalam ceritanya
Para pria di atas segalanya
Di antara perempuan dan wanita
Perempuan atau wanita sama
Bagi kita
Semua manusia
Anak-anak dari rahimnya

Kandung
Lahir
Asuh
Susu
Bahasa
Aksara
Baca
Mukzizat yang ia punya

Bukan karena kaya
Bukan juga karena strata
Apalagi puja
Tapi karena asa

Hidup kehidupan
Penuh dipenuhi
Ubah perubahan
Buat membuat
Tahan bertahan
Dunia di dunia

Segala yang ia ketahui
Bahkan yang belum diketahui
Sampai yang tidak mungkin ia ketahui
Dicari jawaban pasti

Untuk apa?
Agar mendapat paham

Jadi, ku rasa Kartini tidak akan peduli
Ia perempuan atau wanita
Karena dari perempuan dan wanitalah
Generasi bangsa
Penerus dunia
Hadir
Kartini adalah perempuan juga wanita

Mengubah buta jadi pandai
Memadukan abjad jadi makna

Menghilangkan segan jadi renjana
Menyadarkan lamban jadi kefasihan

Kartini masa kini
Adalah ibu literasi
Jangan lagi pertanyakan
Perempuan atau wanita
Tapi berkat dayanya
Mengubah gulita jadi pelita

12. Generasi Emansipasi

Oleh: Herin Herlina

Bukan tentang perasaan tapi tentang kesetaraan
Hidup dalam kemewahan tapi memilih kesederahanaan
Bukan bak roman picisan yang tak bisa bangkit dari keterpurukan
Tentang cara bertahan walau banyak yang menekan
Segalanya dikorbankan demi warisan masa depan

Kami,
Kami warisan masa depan itu
Yang tangannya bukan lagi sebatas halaman dan dapur
Yang raganya bukan sekedar pajangan dan alat pemenuh nafsu
Pemikirannya tak lagi kaku mengikuti kalbu
Jauh dari kata budak cinta yang terjatuh dan mudah rapuh

Tapi, apa gunanya jika sikap dan tutur nya tak berisi
Padahal diluar sana sibuk berteriak hak asasi
Demi memperjuangkan sebuah kata emansipasi
Bukan lagi waktunya mementingkan eksistensi
Tapi bawalah diri pada peradaban yang berliterasi

Posisi di dapat dari berbagai sisi dan potensi
Membuka setiap lembaran untuk mendobrak takdir
Dari balik jeruji yang bisa saja selamanya terkunci
Tak akan ada lagi yang membatasi untuk berkreasi
Karena kita mampu bermimpi, berlari dan percaya diri

Masih banyak yang harus diperbaiki di negeri ini
Dari pemikiran kuno yang hampir melekat menjadi tradisi
Hingga literasi yang tak lagi menjadi pondasi
Yang bisa saja terjadi generasi mati suri
Sudah cukup sampai disini...
Berjuanglah untuk diri sendiri dan kartini
Yang telah berjuang hingga mati untuk negeri ini

13. Membaca Tiada Henti

Oleh: Nartini

Hari berganti seiring bergesernya mentari
Teriring pandemi menyulitkan kondisi
Kaum hawa bangkit berliterasi
Terus, teruslah membaca demi generasi

Belaian tanganmu menghangatkan
Lembut tutur-katamu menenangkan
Keikhlasan doamu mengantarkan jalan kita
Keluasan pandanganmu gambar kasihnya

Kaum hawa membaca dan beroleh
Tak kenal lelah tiada putus asa
Melek teknologi berinovasi
Berjiwa anggun berempati

Kartini muda nan beroleh
Berliterasi terus dalam mandiri
Jalani tantangan laju kedepan
Tekad menyala tuk generasi

Kartini...
Tetap berkreasi di berbagai situasi
Olehmu selalu dinanti
Menghiasi dunia ilmu dan pekerti

Kartini...
Ditanganmu keluarga berdiri
Karakter, inovasi, literasi
Satu tekad bangun negeri

14. Bukan Kartini

Oleh: Victoria Dian Ginting

Aku memang bukan Kartini.
Lahir di tahun dan budaya yang jauh berbeda.
Walau kuyakin nilai dan keutamaan yang kami anut masih sama.

Aku memang bukan Kartini.
Tapi semangatnya membuatku percaya.
Wanita diciptakan untuk tujuan mulia.
Dia yang bisa terus maju tanpa menjadi lelah.
Terus berOleh tanpa melihat aral.
Terus memandang ke depan tanpa lupa mengerjakan kebaikan saat ini.

Aku bukan Kartini.
Tapi jiwanya hidup di dalam jiwaku yang seorang ibu.
Aku percaya aku menjadi awal dibukanya dunia anak-anakku.
Tempat mereka melihat warna.
Tempat mereka mengenali cinta dan alam raya.
Tempat mereka belajar memuja Sang Pencipta.

Aku bukan Kartini.
Tapi aku ingin terus berusaha mencontoh cita-citanya.
Mengenalkan dunia lewat kata.
Mengisahkan dunia lewat bahasa.
Memahami dunia lewat cerita.

Aku memang bukan Kartini.
Tapi aku membawa semangatnya bersamaku.
Membawa anak-anakku mencintai Oleh.
Memaknai ragam budaya dalam goresan pena.

Aku bukan Kartini.
Tapi akan kubawa anak-anakku mencintai dunia buku.
Sebagaimana Kartini terus menyeru untuk kaumnya, memajukan mereka agar tak lagi buta.
Aku kan terus membuka lembar dunia
yang tersimpan dalam buku kecil anak-anakku.
Mengijinkan mereka mengenali jiwa lain selain aku
dan melihat kebajikan tentang kehidupan diturunkan
dalam kisah-kisah manusia.

Aku memang bukan Kartini.
Tapi kisahnya akan terus menjadi semangatku.
Menjadi ibu dan berbakti 'tuk kaumku.

Solo, 14 April 2021

15. Kidung Senja Perempuan Desa

Oleh: Yoyo Whisnu

Sayup terdengar tembang lawas kaum adat tanah Jawa
" Tak lelo lelo lelo ledung, cep menengo ojo pijer nangis...
Tak emban nganggo jarik kawung.... "
Dengan suara lembutnya perempuan desa itu
Membacakan dongeng klasik " Ande -Ande Lumut"
Sang anak mendengarkannya dengan mulut mungilnya ternganga
Dan kadang diselingi senyum manisnya menyemangati ibunya untuk terus bercerita

Sesekali sang anak bertanya :
"Bu... kenapa Klenting Abang tidak bisa dibantu nyebrang sungai?"
Dengan bahasa sederhana Ibu menjalankannya
Begitulah cara perempuan desa mengajarkan budi pekerti
Anak itu kini beranjak dewasa
Kemanapun dia pergi ada cerita yang ingin diulanginya
Puluhan toko buku menjadi tempat belanja kesayangannya
Perpustakaan pun menjadi tempat yang rutin dikunjunginya
Semua dibacanya,
Mulai cerita klasik hingga yang novel percintaan
Tentang motivasi yang menginspirasi ...dan apapun itu...
Perempuan desa itu semakin tua
Ada rasa bangga melihat anaknya
Bisa berOleh karena banyak membaca
Tepat di kamis malam semua dipanggilnya
Dengar suara lirih perempuan itu berkata
"anak-anakku semua, tugas ibu merawatmu usai sudah..
Bacakan kembali cerita ibumu kepada anak-anakmu,
Karena hanya itu contoh terbaik bagi cucuku
Izinkan ibu istirahat dulu malam ini"
Semua menunduk kagum dan lega melihat ibu bahagia
Jumat pagi ibu terbangun dengan senyum
Ada kertas putih terletak di meja samping tempat tidurnya
"anakku dan cucuku, Eyang pamit meninggalkan semua ini
Bacakan selalu doa doa terbaik untuk Eyang
Seperti eyang selalu bacakan untuk kalian semua"

Bogor 12 April 2021

16. Mencari Kartini

Oleh: Rialita Fithra Asmara

Rupa huruf
Rupa wajah
Rupa cita-cita
Sayap bertumbuh pada tubuh mereka
Mengepak lalu bersemayam pada tubuh buku yang beku
Di perpustakaan yang menguar aroma doa
dari bibir penuh kata memancar cahaya
menyapa kami dengan debar gembira
"Kau mencari Kartini?" tanyanya.
Kami mengangguk
Kami pun diajak dengan langkah tergesa
Ke tubuh buku yang beku
"Kartini ada di sini?" tanya kami dengan suara parau.
Kartini adalah pengetahuan yang menempel
pada buku-buku yang didekap sunyi
dan sepi nan sekarat
di perpustakaan yang tubuhnya disiram gerimis air mata sendat
"Selain itu di mana lagi?"
kami terus bertanya seolah kami tercipta dari seribu bibir.
di huruf-huruf yang kau lahirkan
dari rahim cita-cita telusur informasi
lalu, kau jelmakan ia pada perpustakaan
yang ramai huruf gembira bernilai daya juang tak terkira
serupa surat-surat Kartini kepada Nyonya Abendanon
Lalu, tetiba wajah kami
kembar menjadi Kartini Masa Kini
dengan tubuh huruf menempel di sana-sini

17. Kartini Kartini Muda

Oleh: Henri Prianto Sinurat

Jemari jemari kasar itu tak lagi terlihat kini
Membaur bersama abu sisa sisa kayu bakar di depan tungku
Mata yang bersinar mencermati tajam baris baris kata di buku yang usang
Mencuri waktu memupuk ilmu

Pandangan sayu itu tak lagi terlihat kini
Cepat melihat cepat mengingat cepat meningkatkan mutu
Pandangan yang berbinar mencermati tajam semua peluang
Abaikan gerutu mengurai pikiran beku

Sentimen kaku itu tak lagi terlihat kini
Kartini Kartini muda selalu hadir sepanjang waktu
Reformasi pikiran memenuhi ruang ruang
Meretas semu membahanakan mutu

Berdiri sama tinggi menjadi patron yang terjadi kini
Kartini Kartini muda semakin lantang meretas belenggu
Meningkatkan minat baca yang semakin menghilang
Menggantikan buku menjadikan baca jadi candu

Mengedepankan informasi membudayakan literasi
Kartini Kartini muda seharusnya menjadi pemicu
Manfaatkan waktu yang kerap terbuang
Menepis ragu melibatkan nawaitu

Jarak dan waktu tidaklah merintangi
Kartini Kartini muda sekarang pemikirannya maju
Berias dan memasak tidak menjadi hilang
Bahu membahu badai pasti berlalu

Itulah sejumlah puisi Hari Kartini yang dapat detikers jadikan sebagai inspirasi untuk membuat puisi ataupun dibagikan di media sosial. Selamat Hari Kartini untuk semua perempuan Indonesia!




(alk/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads