- Ceramah Singkat Ramadhan #1 Judul: 3 Orang yang Terhalang Kebaikan di Bulan Ramadhan
- Ceramah Singkat Ramadhan #2 Judul : Hakikat Ibadah Puasa
- Ceramah Singkat Ramadhan #3 Judul: Ramadhan sebagai Bulan Jihad
- Ceramah Singkat Ramadhan #4 Judul: Meraih Dua Manfaat Shalat Tarawih
- Ceramah Singkat Ramadhan #5 Judul: Taqwa, Pembebas Kekafiran Diri
- Ceramah Singkat Ramadhan #6 Judul: Cahaya Ramadhan
- Ceramah Singkat Ramadhan #7 Judul: Keutamaan Sahur
- Ceramah Singkat Ramadhan #8 Judul: Perbanyak Dzikir di Bulan Ramadhan
- Ceramah Singkat Ramadhan #9 Judul: 3 Hal yang Membatalkan Pahala Puasa
- Ceramah Singkat Ramadhan #10 Judul: Ramadhan sebagai Madrasah Sabar
- Ceramah Singkat Ramadhan #11 Judul: Tips Ngabuburit Islami, Dijamin Panen Pahala
- Ceramah Singkat Ramadhan #12 Judul: 6 Keutamaan Lailatul Qadar
Salah satu kegiatan yang kerap digelar saat bulan suci Ramadhan adalah ceramah keagamaan. Ceramah ini biasanya disampaikan usai shalat isya, subuh, atau pun menjelang berbuka puasa.
Ceramah singkat Ramadhan bisa menjadi sarana yang efektif menyampaikan pesan-pesan islami seputar puasa dan amalan-amalan lainnya kepada umat Islam. Terdapat banyak pilihan tema yang dapat disampaikan, misalnya tentang hal-hal yang membatalkan puasa, cara menghidupkan malam Lailatul qadar, dan sebagainya
Nah, bagi detikers yang ingin menjadi penceramah di bulan Ramadhan, berikut ini 12 contoh ceramah singkat dengan berbagai tema menarik yang dapat dijadikan referensi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuk, simak selengkapnya!
Ceramah Singkat Ramadhan #1
Judul: 3 Orang yang Terhalang Kebaikan di Bulan Ramadhan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan anugerah dan karunia yang sangat besar kepada kita. Sehingga kita bisa hadir dalam masjid yang mulia ini untuk melaksanakan shalat fardhu Isya dan Tarawih secara berjamaah.
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada nabi junjungan kita, Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Pada malam hari ini, izinkanlah saya menyampaikan sebuah ceramah singkat yang berjudul "3 orang yang terhalang kebaikan di bulan Ramadhan."
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Bulan Ramadhan adalah bulan mulia dengan seluruh keutamaan dan keistimewaan di dalamnya. Semua orang Islam di manapun berlomba-lomba untuk memperoleh keutamaannya dengan meningkatkan intensitas ibadah dibanding bulan-bulan lainnya. Sekalipun demikian, ada tiga orang atau golongan yang terhalang memperoleh semua itu. Mereka adalah orang-orang yang merugi. Lalu siapa mereka?
Syekh Sayyid Abdullah bin Muhammad bin As-Shiddiq Al-Ghumari (wafat 1992 M) seorang ulama hadits kenamaan asal Maroko. dalam salah satu kitabnya, Ghayatul Ihsan, menyebutkan hadits yang diriwayatkan dari dari Ka'ab bin 'Ajrah dalam kitabnya. Ia lalu memberi judul hadits ini, Al-Mahrum man hurrima khira Ramadhan, artinya Orang yang terhalang adalah orang yang terhalang dari kebaikan Ramadhan".
عَنْ كَعْبِ بْنِ عَجْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : احْضَرُوا الْمِنْبَرَ. فَحَضَرْنَا. فَلَمَّا ارْتَقَى دَرَجَةً، قَالَ: آمِينَ، فَلَمَّا ارْتَقَى الدَّرَجَةَ الثَّانِيَةَ قَالَ: آمِينَ. فَلَمَّا ارْتَقَى الدَّرَجَةَ الثَّالِثَةَ قَالَ: آمِينَ. فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ سَمِعْنَا مِنْكَ الْيَوْمَ شَيْئًا مَا كُنَّا نَسْمَعُهُ قَالَ: إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَرَضَ لِي، فَقَالَ: بُعِدَ لِمَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يَغْفَرْ لَهُ. قُلْتُ: آمِينَ. فَلَمَّا رَقِيتُ الثَّانِيَةَ قَالَ: بُعِدَ لِمَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ قُلْتُ: آمِينَ. فَلَمَّا رَقِيتُ الثَّالِثَةَ قَالَ: بُعِدَ لِمَنْ أَدْرَكَ أَبَوَاهُ الْكِبَرُ عِنْدَهُ أَوْ أَحَدُهُمَا فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ. قُلْتُ: آمِينَ
Artinya: Dari Ka'ab bin 'Ajrah, ia berkata: "Rasulullah Saw berkata: "Hadirlah kamu semua ke mimbar." Maka kami pun hadir. Ketika Rasulullah saw naik ke anak tangga pertama, beliau katakan: "Amin." Ketika naik ke anak tangga kedua, beliau katakan: "Amin". Ketika naik ke anak tangga ketiga, beliau katakan lagi: "Amin." Ketika beliau turun, kami bertanya mengklarifikasi: "Wahai Rasulullah, hari ini kami telah mendengar sesuatu yang tidak pernah kami dengar". Rasulullah saw kemudian bersabda: "Sesungguhnya Jibril mengajukan kepadaku, ia berkata: "Dilaknat orang yang bertemu dengan Ramadhan, akan tetapi ia tidak diampuni. Maka aku katakan: "Amin." Ketika aku naik ke anak tangga kedua, ia berkata: "Dilaknat orang yang ketika namamu disebut, ia tidak bershalawat kepadamu". Aku katakan: "Amin." Ketika aku naik ke anak tangga ketiga, ia berkata: "Dilaknat orang yang kedua orang tuanya sampai usia lanjut bersamanya, atau salah satu dari mereka, akan tetapi itu tidak membuatnya masuk surga."Maka aku katakan: "Amin.
Imam Al-Hakim menilai shahih hadits ini. Hadits ini mempunyai banyak jalur periwayatan dan redaksi. Makna dari بعد adalah ابعده الله "Allah melaknatnya." Makna ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang lain. Dan barangsiapa yang Allah melaknatnya, maka ia akan dimasukan kedalam neraka.
Makna redaksi hadits أدرك رمضان فلم يغفر له (orang yang bertemu dengan Ramadhan, akan tetapi ia tidak diampuni), karena ia lalai di bulan ini. Yakni dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang (maksiat) dan ia tidak mendapatkan ilham untuk bertaubat sehingga sampai bulan Ramadhan habis, ia tidak mendapatkan pengampunan.
Redaksi hadits: بعد من ذكرت عنده فلم يصل عليك. Disebutkan dalam redaksi hadits yang lain: ومن ذكرت عنده فلم يصل عليك فأبعده الله. Artinya, "Orang yang ketika namamu disebut di sampingnya, ia tidak bershalawat kepadamu maka Allah melaknatnya."
Hal ini menunjukan kewajiban bershalawat kepada Nabi ketika namanya disebut. Jika namanya disebut berulang-ulang kali dalam satu majlis maka cukup dengan bacaan shalawat pada kali pertamanya saja.
Redaksi hadits: ... بعد من أدرك أبويه الكبر. Maknanya adalah karena ia melalaikan hak kedua orang tuanya dan ia tidak berbakti kepadanya sehingga ia berhak mendapatkan laknat dan masuk neraka.
Dari hadits tadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga orang yang terhalang kebaikan Ramadhan yakni yang pertama, Orang yang menemui bulan Ramadhan namun tidak mendapatkan maghfirah atau ampunan. Sebab, ia lalai dengan melakukan kemaksiatan dan tidak bertaubat hingga Ramadhan berlalu.
Yang kedua, Orang yang ketika nama Nabi Muhammad SAW disebut, ia tidak bershalawat kepadanya. Yang ketiga, orang yang masih menemui kedua atau salah satu orang tuanya, namun ia menyia-nyiakannya dengan tidak berbakti dan melalaikan hak-haknya. Naudzubillah min dzalik. Semoga kita tidak termasuk dari ketiganya. Amin. Wallahu a'lam bishawab.
Demikianlah ceramah singkat yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan #2
Judul : Hakikat Ibadah Puasa
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Innalhamdalillah washolatu wasalamu ala rosulillah sayyidina Muhammad ibni abdilah waala alihi wasohbihi wamawalah (amma ba'du).
Jemaah masjid yang semoga Allah muliakan dunia dan akhirat.
Alhamdulillah, dengan izin Allah kita bisa berkumpul di masjid ini untuk menjalankan perintah-Nya. Mudah-mudahan kita dapat meraih pahala dan pengampunan dari Allah SWT di bulan penuh rahmat ini.
Jamaah yang dirahmati Allah SWT,
Ibadah puasa disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad saw. Ibadah puasa diwajibkan bagi umat Islam selama bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Ibadah puasa sejatinya bukan syariat baru. Ibadah puasa telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum umat Nabi Muhammad saw.
Ibadah puasa mengandung banyak manfaat dan keutamaan bagi umat manusia baik secara jasmani maupun secara rohani. Oleh karena itu, ibadah puasa tidak hanya disyariatkan kepada umat terdahulu, tetapi juga umat Nabi Muhammad saw, umat akhir zaman.
Ibadah puasa sendiri cukup unik. Ibadah puasa berbeda dari jenis ibadah lainnya. Pada ibadah puasa, umat Islam diperintahkan untuk menahan dan meninggalkan sesuatu (takhalli), bukan diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Karena sifatnya yang takhalli, ibadah puasa tidak terlihat secara kasat mata. Sifat takhalli ini menempatkan ibadah puasa menjadi istimewa.
Imam Al-Ghazali menjelaskan keistimewaan ibadah puasa. Imam Al-Ghazali dalam karyanya yang terkenal Ihya Ulumiddin menjelaskan hakikat puasa. Imam Al-Ghazali menyebut secara singkat dan tepat perihal hakikat puasa sebagaimana berikut:
أن الصوم كف وترك وهو في نفسه سر ليس فيه عمل يشاهد وجميع أعمال الطاعات بمشهد من الخلق ومرأى والصوم لا يراه إلا الله عز و جل فإنه عمل في الباطن بالصبر المجرد
Artinya: "Puasa itu menahan diri dan meninggalkan (larangan puasa). Puasa pada hakikatnya sebuah rahasia. Tidak ada amal yang tampak padanya. Kalau semua ibadah disaksikan dan dilihat oleh makhluk, ibadah puasa hanya dilihat oleh Allah saw. Puasa adalah amal batin, murni kesabaran," (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 293).
Dari penjelasan ini, kita dapat mengerti bahwa keutamaan dan inti ibadah puasa adalah kesabaran dengan ganjaran tiada tara. Kita dapat mengerti mengapa hadits qudsi selalu mengatakan, "Ibadah puasa (dipersembahkan) untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya."
Puasa mengambil seperempat bagian dari keseluruhan keimanan karena "Puasa itu setengah dari kesabaran," (HR At-Tirmidzi). Sedangkan, "Kesabaran mengambil setengah bagian dari keimanan," (HR Abu Nu'aim dan Al-Khatib).
Adapun manfaat dari puasa adalah menurunkan keinginan-keinginan syahwat yang menjadi lahan subur setan. Dengan lapar dan haus puasa, lahan subur dan medan pacu setan menyempit dan terbatas.
Ibadah puasa bermanfaat untuk menaklukkan setan karena syahwat-syahwat itu merupakan jalan masuk setan, "musuh" Allah. Sedangkan syahwat pada manusia itu menguat oleh sebab makan dan minum.
Dari sini kemudian, ibadah puasa menjadi pintu ibadah dan tameng atau perisai bagi mereka yang berpuasa. Ibadah puasa mempersempit ruang gerak setan di dalam tubuh orang yang berpuasa.
قال صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَارِيَهُ بِالجُوْعِ
Artinya, "Rasulullah saw bersabda, 'Sungguh, setan itu berjalan pada anak Adam melalui aliran darah. Oleh karena itu, hendaklah kalian mempersempit aliran darah itu dengan rasa lapar,' (HR. Muttafaq alaihi)," (Al-Ghazali, 2018 M: I/293).
Ketika puasa membatasi, mempersempit ruang gerak, dan menutup jalan bagi setan, maka orang yang berpuasa layak diistimewakan oleh Allah dengan ganjaran yang tak terduga baik kuantitas maupun kualitasnya. Wallahu a'lam.
Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Saya akhiri dengan ucapan wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan #3
Judul: Ramadhan sebagai Bulan Jihad
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
إِنَّ الْحَمدُ لِلَّهِ نَحمده ونستعينه ونستغفره ونستهديه ونعوذ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهدها الله وہ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وأَشْهَدُ أَنَّ محمدا عبده ورسوله. اللهم صلِ وسلم وَبَارِكْ عَلَى سيدنا محمد وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهَدَاهُ إلى يوم الْقِيَامَةِ أَمَّا بعد
Bapak ibu yang saya hormati, segala puji kita panjatkan kepada Allah. Kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk hanya kepada-Nya.
Pada kesempatan yang mulia ini al-faqir mengingatkan diri sendiri dan mengajak kepada jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata'ala. Ketakwaan yang tidak sekadar menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya tetapi juga yang mengandung kesadaran bahwa semua itu sebagai bagian dari kebutuhan hidup, bukan tugas formal semata.
Alhamdulillah, kita hingga detik ini masih dikaruniai umur untuk berjumpa dengan Ramadhan tahun ini serta kemampuan melaksanakan kewajiban puasa dan ibadah-ibadah lainnya. Ini bukan hanya anugerah semata, tetapi juga sekaligus tantangan yang sangat berat.
Tantangan berat tersebut tampak sejak dari redaksi kalimat yang dipilih Allah ketika mewajibkan puasa:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS al-Baqarah: 183).
Pertama, pada ayat tersebut Allah menyapa orang beriman. Ini menandakan bahwa puasa meniscayakan iman yang kuat sebelum betul-betul sanggup menunaikan kewajiban ini. Kedua, Allah menggunakan kalimat pasif (fi'il mabni majhul), yakni "kutiba" (diwajibkan), dan bukan kalimat aktif "kataba" (mewajibkan). Tafsir asy-Sya'rawi menyebut redaksi semacam ini bermakna kata kerja yang memberatkan (fi'lun taklîfiyyun) sebagaimana perintah berperang dalam QS al-Baqarah ayat 216 yang juga menggunakan kalimat "kutiba".
Hadirin yang dirahmati Allah,
Inti dari puasa adalah menahan, sebagaimana arti shaum secara bahasa adalah imsâk (menahan). Dalam fiqih, puasa dimaknai sebagai menahan dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Jika mengacu pada definisi ini, tampaknya kesan berat dari puasa belum tergambar utuh, apalagi di negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, yang sebagian besar penduduknya berpuasa dan menghormati orang puasa. Kondisi lingkungan semacam ini tentu sangat mendukung untuk melalui lapar dan dahaga dengan relatif ringan.
Kesannya menjadi lain ketika kita geser makna "menahan" tersebut pada pengertian yang lebih hakiki, yakni menahan diri dari nafsu untuk berbuat buruk. Artinya, puasa tidak hanya berhubungan masalah perut dan kelamin tapi juga jiwa manusia untuk selalu terhindar dari perbuatan tercela (al-akhlaq al-madzmumah). Karena itu, yang dijaga bukan satu atau dua anggota badan, melainkan seluruh anggota tubuh agar berlaku sesuai tuntunan syariat-Nya.
Konsekuensi dari itu semua adalah tuntutan untuk tidak hanya menjaga mulut dari makanan tetapi juga dari perkataan kotor, ucapan yang menyakiti orang lain, bohong, obrolan sia-sia, ghibah, fitnah, adu domba, dan ungkapan-ungkapan yang bisa merusak hubungan sosial. Tidak cuma menahan kaki dan tangan dari perjalanan menuju restoran di siang bolong melainkan juga dari perbuatan maksiat dan menzalimi orang lain. Bukan sekadar mencegah telinga dari masuknya benda-benda, tetapi juga dari masuknya gosip, informasi yang tidak berguna, dan seterusnya.
Bukankah menahan anggota tubuh agar tidak terseret kepada perbuatan tercela itu lebih sulit dan berat ketimbang menahan lapar dan dahaga? Sebab, musuh utamanya bukan lagi semata godaan makan dan minum, melainkan pula ego dan nafsu dari dalam dirinya sendiri. Melawan diri sendiri tentu lebih susah daripada melawan musuh di luar diri.
Rasulullah menyebut perang melawan hawa nafsu ini dengan sebutan jihad akbar (jihad terbesar), lebih dahsyat ketimbang perang fisik yang beliau istilahkan sebagai jihad ashghar (jihad kecil). Sepulang dari perang Badar, Rasulullah berkata di hadapan para sahabatnya:
رَجَعْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الجِهَادِ الأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الأَكْبَر يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ
Artinya: "Kalian telah pulang dari sebuah peperangan kecil menuju peperangan akbar. Lalu sahabat bertanya, 'Apakah peperangan akbar (yang lebih besar), itu wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, "jihad (memerangi) hawa nafsu."
Hadirin yang dirahmati Allah,
Uraian tersebut selaras dengan penjelasan Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam Ihya' Ulumiddin yang membagi puasa kepada tiga derajat. Pertama, puasa umum (shaumul umum), yakni puasa yang hanya sampai pada level menahan perut dan kelamin untuk melampiaskan keinginan-keinginannya. Ini merupakan puasa standar minimum, yang jangkauannya baru sampai pada kemampuan bertahan dari lapar dan dahaga saja.
Kedua, puasa spesial (shaumul khusus), yaitu puasa yang sudah beranjak dari standar minimum, dengan menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan seluruh organ jasmani dari perbuatan dosa.
Ketiga, puasa super-spesial (shaumu khususil khusus). Ini level yang lebih tinggi dari dua level sebelumnya. Pada derajat ini, seseorang bukan hanya menahan godaan konsumsi, syahwat, dan praktik maksiat, melainkan sudah mampu menahan diri dari keinginan yang rendah, larut memikirkan dunia, dan berpaling ke selain Allah. Puasa dengan standar ini dianggap "batal" bila pikiran masih melayang-layang kepada selain Allah dan akhirat. Menurut sudut pandang puasa super-spesial ini, memikirkan dunia boleh sejauh itu untuk kepentingan agama. Al-Ghazali juga menyebut praktik puasa jenis ketiga ini sebagai "shaumul qalb" (puasa hati).
Hadirin yang dirahmati Allah,
Dari penjelasan tersebut menjadi jelas bahwa masing-masing memiliki tingkat beban tersendiri, mulai dari ringan, cukup berat, dan sangat berat. Masing-masing berbanding lurus dengan kualitas puasa orang yang menjalaninya. Puasa umum hanya dilakukan oleh orang-orang awam yang hanya melakukan puasa secara ala kadarnya. Puasa spesial biasanya dilakukan orang-orang saleh yang selalu berhati-hati dan menghindar dari perbuatan dosa meski kecil. Sedangkan puasa super-spesial dilakukan oleh orang-orang tertentu yang hatinya selalu terpaut kepada Allah, bukan kepada yang lain.
Dengan demikian, jihad yang betul-betul akbar ada pada derajat puasa kedua dan ketiga. Musuh yang diperangi pada derajat ini bersifat tersembunyi, penuh tipu daya, dan tak jarang digandrungi. Godaannya superberat sebab di mana-mana melepas sesuatu yang dibenci nafsu selalu lebih gampang ketimbang melepas sesuatu yang disukainya. Nafsu senantiasa memoles hal-hal terlarang tampak indah meskipun semu.
Hadirin, Imam al-Ghazali hanya mengaitkan tiga derajat puasa tersebut dengan kemampuan menahan, bukan seberapa besar kuantitas ritual ibadah seseorang selama Ramadhan. Artinya, tidak ada jaminan orang yang rajin shalat tarawih saban malam, rutin mengkhatamkan Al-Qur'an tiap pekan, atau giat berdzikir sudah pasti berada pada derajat puasa orang-orang khusus. Ibadah-ibadah tersebut tentu sangat dianjurkan, tetapi menjadi rusak ketika seseorang ternyata ia masih gemar menggunjing, bertengkar dengan tetangga, menyimpan dendam, menyebar kabar bohong di media sosial, memprovokasi permusuhan, atau perilaku tercela lainnya.
Puasa ini memang berat dijalankan ketika dilihat dari sudut pandang rohani. Namun, seberat apa pun al-faqir mengajak kepada diri sendiri dan kepada jamaah semua untuk mencapai kualitas puasa yang setinggi-tingginya. Mungkin tidak bisa diraih secara instan, tetapi ikhtiar dan belajar kita secara tahap demi tahap insyaAllah akan mendatangkan petunjuk dan kepekaan batin, sehingga kita mampu mencapai derajat puasa orang-orang khusus.
Semoga kesucian Ramadhan tahun ini meningkatkan kesucian hati dan pikiran kita, membersihkan perangai-perangai buruk yang melekat dalam diri kita, dan menghempaskan seluruh godaan berat yang membuat diri kita durhaka dan kufur. Amin.
Itulah tadi ceramah singkat yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Jika ada salah kata yang tidak berkenan di hati jamaah sekalian, mohon dimaafkan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ceramah Singkat Ramadhan #4
Judul: Meraih Dua Manfaat Shalat Tarawih
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
الحمدُ لِلَّهِ الَّذِي كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا، تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمرًا مُنِيرًا. أشهد اَنْ لاَ إِلَهَ إِلا اللهُ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الَّذِي بَعَثَهُ بِالْحَقِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وسِرَاجًا منيرا . اللهم صل عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا . أما بعد.
Segala puji bagi Allah, Maha Mengetahui, Maha Melihat, Maha suci Allah. Dialah yang menciptakan bintang-bintang di langit, menjadi penerang malam berteman cahaya bulan. Dan kita pun bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan kita bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, yang diutus dengan kebenaran. Oleh sebab itu, mari kita senantiasa membaca shalawat untuknya.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Saat ini kita semua berada di bulan yang sangat berkah, yaitu bulan Ramadhan, dimana semua amal ibadah dan kebajikan dilipatgandakan oleh Allah, pintu-pintu-pintu surga terbuka lebar, pintu-pintu neraka tertutup rapat. Maka, sangat rugi orang-orang yang tidak bisa meraih manfaat dan keberkahan di dalamnya. Karenanya, mari kita semua berlomba-lomba untuk bisa mendapatkan semua keberkahan dan manfaat tersebut.
Salah satu ibadah yang sangat banyak faedah dan manfaatnya untuk kita semua di bulan Ramadhan ini adalah menunaikan shalat sunnah Tarawih dengan istiqamah di setiap malam Ramadhan. Sebab, shalat sunnah yang satu ini hanya dianjurkan di bulan ini saja. Karena itu, mari kita jaga, kita tunaikan, dan lestarikan dengan istiqomah.
Anjuran shalat Tarawih pada malam bulan Ramadhan berdasarkan hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah, dan dinilai sahih oleh dua ahli hadits terkemuka, yaitu Imam Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Nabi saw bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ وَصَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, "Barangsiapa beribadah (pada malam hari) bulan Ramadhan dan berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu." (Muttafaq Alaih).
Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi dalam kitab Syarhun Nawawi 'ala Muslim, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan beribadah pada malam hari bulan Ramadhan adalah dengan mengerjakan shalat sunnah Tarawih. Karena itu, mari kita jaga ibadah puasa kita di bulan ini, dan juga kita maksimalkan ibadah shalat Tarawih, agar bisa mendapatkan ampunan dari Allah SWT sebagaimana hadits tersebut.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Terdapat dua manfaat yang sangat besar bagi orang-orang yang mengerjakan shalat sunnah Tarawih, yaitu (1) manfaat rohani; dan (2) manfaat jasmani. Manfaat rohani adalah diampuninya segala dosa-dosa yang pernah kita lakukan oleh Allah SWT, sebagaimana dijelaskan pada hadits di atas, dan tentu juga mendapatkan banyak pahala dari-Nya.
Dosa-dosa yang diampuni oleh Allah disebabkan shalat Tarawih adalah dosa-dosa kecil yang pernah kita lakukan selama ini. Hanya saja, bukan tidak mungkin Allah mengampuni dosa-dosa besar yang pernah kita lakukan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam Abu Thayyib ketika menjelaskan hadits di atas, ia mengatakan dalam kitabnya 'Aunul Ma'bud Syarhu Sunan Abi Dawud:
أَيْ مِنَ الصَّغَائِرِ وَيُرْجَى غُفْرَانُ الْكَبَائِرِ
Artinya: "Yaitu, mulai dari dosa-dosa kecil, dan diharapkan ampunan dosa-dosa besar."
Sedangkan manfaat jasmani dari shalat Tarawih adalah untuk kesehatan tubuh, serta terhindar dari penyakit-penyakit makanan yang dikonsumsi ketika berbuka puasa. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syekh Muhyiddin Mistu dalam kitabnya, As-Shaumu Fiqhuhu wa Asraruhu, halaman 111, ia mengatakan:
صَلَاةُ التَّرَاوِيْحِ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً وَتُفِيْدُ هَضْمَ الطَّعَامِ وَتَنْشِيْطَ الْجِسْمِ وَمَغْفِرَةَ الذُّنُوْبِ
Artinya: "Shalat tarawih sangat dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan, yaitu terdiri dari 20 rakaat, dan berfaedah menghancurkan makanan (dalam perut), membangkitkan semangat ibadah, dan ampunan dosa-dosa."
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa shalat Tarawih memiliki manfaat dan keutamaan yang sangat luar biasa. Karenanya, mari kita kita maksimalkan dan kita istiqomah-kan shalat sunnah yang satu ini, guna meraih dua manfaat tersebut, yaitu ampunan dari Allah atas semua dosa-dosa dan kesehatan badan.
Demikian ceramah perihal keutamaan dan manfaat dari shalat Tarawih. Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua, serta bisa menjadi penyebab untuk meningkatkan ibadah, kebajikan, ketakwaan, keimanan, dan menjauhi segala larangan. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa meraih manfaat dan keberkahan dalam bulan Ramadhan, amin.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan #5
Judul: Taqwa, Pembebas Kekafiran Diri
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah, marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji syukur kepada Allah.
Karena dengan nikmat-Nya, Allah masih memberikan kita kesempatan untuk kembali bertemu dengan bulan paling mulia, bulan penuh pengampunan, yakni bulan Ramadhan.
Puji syukur pula atas kehendak Allah SWT saya diberi kesempatan untuk berbagi ilmu melalui ceramah Ramadhan yang berjudul "Taqwa, Pembebas Kekafiran Diri".
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah,
Sebulan dalam satu tahun kalender Hijriah, kita mendapat kesempatan untuk menziarahi diri, menepi sejenak dari keriuhan, menata kembali alur kehidupan, atau mendekonstruksi spiritualitas melalui laku puasa. Surat Al Baqarah ayat 183 menjadi dasar dan ruh dalam menjalankan ibadah tersebut.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa "
Ayat ini merupakan dasar naqli kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Ayat yang kerap dibaca mubaligh di atas mimbar kultum atau ceramah sepanjang Ramadhan itu, juga menjadi landasan pengharapan seorang hamba agar menjadi pribadi yang bertakwa.
Lalu, siapa "si takwa" itu?. Dalam pandangan awam, kerapkali takwa diimajinasikan sebagai sebuah predikat atau gelar laiknya orang mendapatkan ijazah.
Tafsir yang lebih umum dan klasik kita dengar, takwa berarti takut kepada Allah dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya. Pemaknaan ini ada kesan bahwa ruang lingkup penghayatan takwa terbatas pada pengamalan syariat ibadah. Ia merupakan jelmaan dari rasa takut. Sehingga yang muncul adalah kesalehan individu, ritual-ritual ibadah sebagai wujudnya.
Dampak dari pencerapan seperti itu tak sedikit yang merasa benar sendiri. Membusungkan "keakuan" dalam beragama. Orang lain yang ibadahnya tidak serajin "aku" perlu diingatkan, bahkan, bila perlu dengan cara-cara yang keras.
Kemudian, pemahaman takwa yang lebih mendalam dapat kita jumpai dalam sebuah catatan Muhammad Asad. Orang yang bertakwa adalah mereka yang sadar akan kehadiran Tuhan.
Penafsiran seperti ini membebarkan pengertian takwa yang lebih esoteris. Sikap religius yang ditampilkan oleh seorang hamba bukanlah sebab ketakutan semata, melampaui itu, sikap demikian tampak sebagai keniscayaan karena Tuhan selalu hadir dalam setiap langkah hidup kita.
Dengan demikian, rasa "aku" dalam beragama mampu dikikis habis hingga yang ada hanyalah Sang Khalik. Karena kehadiran-Nya, tidak pantas kita menghukumi orang lain sebagai ahli bid'ah atau kafir. Sebab bukan kita yang berhak memberi penilaian akhir. Ada Tuhan di sisi kita, yang punya kuasa penghakiman.
Sikap yang yang tidak menonjolkan "aku" juga merupakan jalan dakwah yang menghadirkan kelembutan. Amar ma'ruf atau ajakan kebaikan lebih didahulukan ketimbang menghajar kemungkaran.
Alhasil, pemaknaan takwa sebagai kesadaran akan hadirnya Tuhan lebih hakiki (dimensi esoterik) ketimbang sekadar rasa takut yang syariat (dimensi eksoterik).
Hadirin yang dirahmati oleh Allah,
Penggalian makna takwa bisa juga berpijak dari kata takwa itu sendiri. Dalam kamus bahasa Arab, jika kita mencari definisi kata taqwa (ta-qof-wau-ya), maka kita akan dirujuk ke kata dzulum. Bahwa, dzulum adalah lawan kata dari takwa. Dzulum sendiri mempunyai arti melampaui batas atau berlebih-lebihan.
Berarti, takwa bermakna tidak melampaui batas atau proporsional. Arti kata ini bahkan, lebih implementatif. Praktik hidup proporsional menjadi salah satu ciri orang bertakwa.
Perilaku proporsional ini jika diterapkan sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh, tak akan ada banjir karena orang tidak membuang sampah sembarangan. Tak pernah ada perselisihan sebab orang menjaga hatinya. Bahkan, tak perlu ada kerusuhan gegara kalah dalam pemilu karena orang tidak melampaui batas dalam memperjuangkan haknya.
Muara dari sikap takwa adalah agar kita menjadi hamba yang dikehendaki Allah dalam surat Al Baqarah, sebagai insan yang patut mendapatkan petunjuk dalam Al-Qur'an.
Setiap individu bisa saja membaca Al Qur'an. Tetapi, hanya orang-orang yang memiliki syarat rohani tertentu yang bisa menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk, adalah mereka yang bertakwa, yaitu, mempunyai kesadaran tentang kehadiran Tuhan terus-menerus dalam dirinya dan dihiasi sikap asketis.
Alhasil, dalam pandangan saya takwa tak bermakna pasif sebagai gelar spiritualitas. Melebihi itu, takwa haruslah menjadi pembebas dari kekafiran diri alih-alih dikapitalisasi atau malah pembenar bagi laku kekerasan terhadap liyan. Maka menjadi pribadi yang bertakwa dalam waktu yang bersamaan adalah menerima keberadaan orang lain. Pribadi semacam inilah yang layak mendapatkan kedudukan paling mulia di sisi Allah SWT. Wallahu a'lam bishawab.
Itulah tadi ceramah singkat yang dapat saya sampaikan pada kesempatan hari ini. Saya akhiri dengan ucapan waffaqaniallahu wa iyyakum ilaa thoriqil khaer, tsumma wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan #6
Judul: Cahaya Ramadhan
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
إِنَّ الْحَمدُ لِلَّهِ نَحمده ونستعينه ونستغفره ونستهديه ونعوذ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهدها الله وہ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وأَشْهَدُ أَنَّ محمدا عبده ورسوله. اللهم صلِ وسلم وَبَارِكْ عَلَى سيدنا محمد وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهَدَاهُ إلى يوم الْقِيَامَةِ أَمَّا بعد
Bapak ibu yang saya hormati, segala puji kita panjatkan kepada Allah. Kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk hanya kepada-Nya.
Oleh sebab itu, mari kita selalu bersyukur atas apa telah dikaruniakan kepada kita semua.
Selanjutnya, semoga rahmat dan keselamatan senantiasa tercurah limpah kepada Nabi Muhammad Saw., beserta keluarga, sahabat. Kita senantiasa mengharap-harapkan syafaatnya kelak di yaumul akhir.
Bapak ibu dan hadirin yang saya hormati. Saat ini kita berada di bulan suci Ramadhan. Mari kita siapkan jiwa dan badan, mencari suri teladan, perbanyak wirid dan kezuhudan, sebab kita berada di zaman yang edan.
Bulan Ramadhan memang sangat istimewa. Di dalamnya terdapat berbagai peristiwa penting, penuh ampunan, dan keberkahan. Berbagai amalan mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda. Bahkan, tidur saja diganjar.
Di sisi lain, pintu pintu langit dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup. Itu pun masih ditambah dengan Lailatul Qadar yang menambah nilai ibadah kita seribu tahun lebih baik daripada malam-malam lainnya.
Itulah sebagian dari cahaya-cahaya Ramadhan. Mengapa kita sebut cahaya? Ada yang tahu sifat cahaya? Sifat cahaya itu bergerak cepat, menyinari seluruh ruang bahkan mampu menembus celah-celah.
Ia menyinari kegelapan, memberi penglihatan kepada kita sehingga dapat menemukan apa kita cari dan menerangi setiap jalan kita.
Begitu pula dengan Ramadhan. Ramadhan begitu cepat, hanya satu bulan di antara 12 bulan, hanya 30 hari diantara 360 hari. Waktu yang relatif singkat ini sebaiknya dapat kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Ramadan menyinari kita dari kegelapan yang kita lakukan sepanjang tahun. Maka tidak heran jika kita melihat banyak orang berubah menjadi shaleh dan shalehah ketika Ramadhan. Tidak perlu kita bully. Itu bukan karena orangnya, melainkan sifat dari Ramadhan yang menerangi.
Dengan cahaya yang dimiliki Ramadhan, kita jadi terbuka dan dapat melihat, mana saja amalan baik yang dapat kita kerjakan sehingga dilipatgandakan. Pada akhirnya, kita dapat memilih jalan yang baik bagi kita sendiri.
Baik bapak ibu saudara sekalian, demikian ceramah yang dapat saya sampaikan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah dan mendapatkan cahaya Ramadhan sepenuhnya. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan #7
Judul: Keutamaan Sahur
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahi robbil alamin
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan sehingga kita semua berkumpul di sini dalam keadaan sehat wal afiat. Tak lupa shalawat serta salam sentiasa kita peruntukkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Hadirin yang senantiasa dalam lindungan Allah SWT
Dalam menjalankan ibadah puasa, hal yang menjadi kegiatan rutin adalah bangun di sepertiga malam terakhir untuk melakukan sahur.
Dalam hadits Bukhari dan Muslim menceritakan dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda agar melaksanakan sahur karena dalam sahur ada keberkahan.
Dalam hadits ini, Nabi SAW menganjurkan umatnya untuk melaksanakan sahur, meskipun seseorang mampu berpuasa tanpa melakukannya.
Berikut beberapa keberkahan yang dipersembahkan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang melaksanakan sahur.
Pertama, mengikuti sunnah.
Seseorang yang melaksanakan sahur artinya telah melakukan sunnah Nabi Muhammad SAW. Dengan begitu, bagi orang yang melaksanakannya akan mendapatkan pahalanya yang berlimpah karena mengikuti sunnahnya.
Kedua, tidak lemas.
Dengan sahur, bukan hanya bisa melaksanakan ibadah puasa. Tetapi, juga bisa melaksanakan ibadah-ibadah yang lainnya.
Salah satu imam besar yaitu Imam Nawawi mengatakan bahwa berkah dari makan sahur itu adalah memberikan semangat dan kekuatan orang yang berpuasa.
Ketiga, istiqomah bangun malam.
Ketika ada seseorang yang istiqomah bangun malam untuk sahur. Maka di bulan-bulan selanjutnya, ia juga akan istiqomah untuk melaksanakan ibadah-ibadah lainnya.
Inilah keberkahan yang dapat diperoleh oleh orang-orang yang melakukan Sahur. Mudah-mudahan jamaah yang ada disini semakin giat dan konsisten dalam berpuasa.
Semoga amal ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadhan ini diterima oleh Allah SWT, Aamiin.
Demikian ceramah singkat Ramadhan kali ini, terima kasih atas perhatiannya, mohon maaf atas segala kesalahan.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan #8
Judul: Perbanyak Dzikir di Bulan Ramadhan
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertama-tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT sehingga kita dapat berkumpul dalam kondisi sehat walafiat.
Shalawat serta salam senantiasa tidak lupa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW.
Hadirin sekalian yang saya hormati dan cintai,
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan memperbanyak dzikir.
Dzikir adalah suatu amalan berupa ucapan yang dilakukan oleh seorang muslim untuk mengingat Allah SWT.
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 41-42, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dzikiran yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang."
Dari ayat tersebut, kita dapat memahami bahwa Allah SWT sangat mengutamakan amalan dzikir bagi hamba-Nya yang beriman. Dzikir bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, baik saat sedang duduk, berdiri, atau bahkan saat sedang melakukan aktivitas lainnya.
Di bulan Ramadhan, kita memiliki kesempatan yang sangat baik untuk memperbanyak dzikir. Kita bisa memulainya dengan membaca istighfar, membaca kalimat tauhid, atau membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Selain itu, kita juga bisa mengikuti majelis-majelis dzikir di masjid atau di lingkungan sekitar kita.
Dengan memperbanyak dzikir di bulan Ramadhan, Insya Allah kita bisa mendapatkan banyak manfaat, seperti merasa lebih tenang, lebih dekat dengan Allah SWT, dan mendapatkan pahala yang besar dari-Nya.
Jadi, marilah kita manfaatkan kesempatan yang ada di bulan Ramadhan ini untuk memperbanyak dzikir dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Demikian ceramah singkat tentang berdzikir di bulan Ramadhan. Kurang dan lebihnya mohon dimaafkan, Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan #9
Judul: 3 Hal yang Membatalkan Pahala Puasa
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahi robbil alamin
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan sehingga kita semua berkumpul di sini dalam keadaan sehat wal afiat. Tak lupa shalawat serta salam sentiasa kita peruntukkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Hadirin yang senantiasa dalam lindungan Allah SWT
Alhamdulillah kita telah memasuki hari ketiga puasa Ramadhan. Tentu banyak hal yang telah dilakukan selama puasa berjalan sejak hari pertama. Dan yang perlu mendapat perhatian adalah terkait hal yang membatalkan pahala puasa. Sehingga puasa tidak semata menggugurkan kewajiban.
Karena ujung dari diwajibkannya puasa adalah melahirkan insan bertaqwa, maka sudah selayaknya harus menjadi sebuah momentum untuk meninggalkan maksiat. Sehingga jangan sampai puasa hanya mendapatkan haus dan lapar. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش
Artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga. (HR An-Nasa'i).
Hadits di atas secara jelas memberikan suatu pengertian bahwa betapa banyak orang melakukan puasa dan sukses mencegah dirinya dari hal-hal yang membatalkan puasa, hanya saja tidak mendapatkan pahala. Lantas apa saja penyebab yang bisa menghilangkan pahala puasa?
Dalam kitab Al-Fawaidul Mukhtarah li Saliki Tariqil Akhirah memberikan tiga penafsiran terkait hadits di atas.
1. Tetap Melakukan Tindakan Buruk
Orang berpuasa tapi tidak meninggalkan pekerjaan-pekerjaan yang bisa menghilangkan pahala puasa, seperti, menggunjing orang lain, mengadu domba, dan berbohong. Alasan ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits:
خمسٌ يُفطِرن الصّائِم: الغِيبةُ، والنّمِيمةُ، والكذِبُ، والنّظرُ بِالشّهوةِ، واليمِينُ الكاذِبةُ
Artinya: "Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa: Membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu." (HR Ad-Dailami).
2. Ingin Dipuji
Dalam hati orang yang berpuasa ada sifat riya' (ingin dipuji oleh orang lain) atau merasa bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Karena ini juga dapat menghilangkan pahala puasa.
Untuk poin ini, Habib Zain bin Smith menyampaikan suatu hikayat. Pada suatu hari ada seseorang yang menghadiri majelis Syekh Abdul Qadir al-Jailani, kemudian dihidangkan di hadapannya suatu makanan. Syekh Abdul Qadir berkata: "Makanlah!" "Saya puasa," jawab orang tersebut. "Makanlah! Saya akan menjamin pahalamu satu hari penuh dan diterima di hadapan Allah Subhanahu Wata'ala," lanjut Syekh Abdul Qadir.
Ternyata orang tersebut tidak mau. "Makanlah! Saya akan menjamin pahalamu satu bulan penuh dan diterima di hadapan Allah subhanahu wata'ala," tegas Syekh Abdul Qadir. Namun, lagi-lagi orang tersebut tidak mau. Syekh Abdul Qadir kembali mengatakan: "Makanlah! Saya akan menjamin pahalamu satu tahun penuh dan diterima di hadapan Allah subhanahu wata'ala." Namun, sikap seperti pertama saat ia datang tidak kunjung berubah, dan tidak mau makan apa yang dihidangkan di hadapannya. Dengan itulah, akhirnya Syekh Abdul Qadir mengatakan: "Tinggalkanlah, engkau telah hina di hadapan Allah subhanahu wata'ala." Dan setelah kejadian itu orang tersebut menjadi Nasrani bahkan mati dalam keadaan kafir, naudzubillah.
Kisah ini berlaku dalam konteks puasa sunnah, tidak dalam puasa fardhu. Sebab, dalam puasa fardhu seseorang tidak boleh berbuka sepanjang tidak ada alasan yang bisa dibenarkan. Membatalkan puasa wajib hanya karena menjadi tamu tidak diperkenankan, kecuali dalam kasus puasa sunah.
3. Berbuka dengan yang Haram
Termasuk sesuatu yang bisa menghilangkan pahala puasa adalah berbuka puasa dengan sesuatu yang haram. Di samping bisa menghilangkan pahala puasa, lebih dari itu berbuka dengan sesuatu yang haram juga bisa membuat seseorang merasa berat untuk melakukan suatu ibadah, sehingga akan sangat mudah meninggalkannya. Dengan kata lain, berbuka puasa dengan makanan haram bisa membuat diri seseorang yang puasa malas beribadah.
Harus disadari bahwa ketiga hal tadi sangat berdampak negatif bagi orang yang melakukan puasa. Karena, jika tetap melakukannya, orang yang berpuasa hanya bisa melakukan puasa tanpa mendapatkan pahalanya.
Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan #10
Judul: Ramadhan sebagai Madrasah Sabar
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan anugerah dan karunia yang sangat besar kepada kita. Sehingga kita bisa hadir dalam masjid yang mulia ini untuk melaksanakan shalat fardhu Isya dan Tarawih secara berjamaah.
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada nabi junjungan kita, Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Pada malam hari ini, izinkanlah saya menyampaikan sebuah ceramah singkat yang berjudul "Ramadhan sebagai Madrasah Sabar"
Kita patut bersyukur karena telah diberi sebuah karunia agung yakni kesempatan untuk bertemu kembali dengan Ramadhan. Salah satu hal yang dapat diraih selama Ramadhan adalah bagaimana umat Islam yang berpuasa bisa mengambil hikmah sabar.
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) menyebut Ramadhan sebagai bulan kesabaran, dan puasa adalah bagian dari sabar, atau pelatihan kesabaran. Ia mengutip hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (HR. Imam at-Tirmidzi):
الصومُ نِصْفُ الصَّبْرِ
Artinya: Puasa itu separuh (dari) sabar.
Sebelumnya, di kitab yang sama, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan bahwa pahala berpuasa di bulan Ramadhan berlipat ganda, dan kelipatannya tidak terbatas di angka tertentu (adl'âfan katsîratan bi ghairi hashr 'adad). Hal ini terkait dengan predikat Ramadhan sebagai bulan kesabaran.
Dalam Al-Qur'an, pahala orang-orang yang bersabar tidak dibatasi di bilangan tertentu. Allah berfirman (QS. Az-Zumar: 10):
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Riwayat lain yang mengatakan Ramadhan sebagai bulan kesabaran adalah riwayat Imam Ahmad bin Hanbal. Rasulullah bersabda:
صَوْمُ شَهْرِ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ
Artinya: Berpuasa (di) bulan kesabaran (Ramadhan) dan (berpuasa) tiga hari dari tiap-tiap bulan adalah (seperti) puasa satu tahun.
Itu artinya, Ramadhan adalah momen yang tepat untuk menyadarkan kembali kesabaran kita, agar kita bisa mendapatkan pahala berlipat sekaligus menjadi pribadi yang lebih baik setelah bulan Ramadhan berlalu. Untuk itu, kita perlu memahami 'apa itu sabar' terlebih dahulu.
Menurut Imam Majduddin Muhammad al-Fairuzzabadi, sabar secara bahasa berarti 'al-habsu' (menahan/mencegah), atau 'al-kaffu fî dlayyiqi' (bertahan dalam keadaan sempit/susah). Sedangkan secara istilah, dia mengatakan:
فالصبر حبس النفس عن الجزع والسخط، وحبس اللسان عن الشكوي، وحبس الجوارح عن التشويش
Artinya: Sabar adalah menahan diri dari ketidaksabaran (cemas) dan ketidakpuasan, menahan lisan dari mengeluh (komplain), dan menahan (seluruh) anggota tubuh dari mengacau.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Sabar adalah perilaku aktif. Membutuhkan inisiatif dari pelakunya. Sebagaimana yang diuraikan Imam Majduddin al-Fairuz Abadi, bahwa sabar adalah aktivitas menahan diri, lisan, dan seluruh anggota tubuh dari ketidakpuasan, komplain, dan berbuat kekacauan.
'Menahan' (al-habsu) adalah perilaku aktif, yaitu upaya menahan diri dari gejolak alami yang ada di jiwa manusia, seperti kecemasan, ketidakpuasan, keluhan dan lain sebagainya. Bahkan, di titik tertentu, ketidakpuasan dan semacamnya bisa mengarah pada kekacauan bil fi'li (kekacauan yang dilakukan tubuh).
Karena itu, Ramadhan menjadi momen yang tepat untuk menjalankan proses pendidikan 'al-habsu' (menahan), sehingga 'sabar' yang sebenarnya telah terinstal di diri kita semakin kuat dan berkembang.
Menyengaja untuk lapar dan haus, karena menaati perintah Allah, menghindari larangan, dan bersiap diri untuk merasakan kesusahannya, merupakan tindakan yang dapat mempertajam kesabaran manusia. Dengan kata lain, kita menyengaja untuk menguji diri kita sendiri, dengan menahan lapar, haus dan syahwat di sekian waktu. Hal-hal yang biasanya mudah kita dapatkan, kita sengaja menghindarinya, meski hal-hal tersebut ada di sekitar kita. Apalagi, penyengajaan ini berpengaruh langsung kepada ketahanan fisik kita seperti lapar dan haus.
Oleh karena itu, penyengajaan ini harus disadari sebagai proses pendidikan kesabaran. Menguatkan kesabaran kita dengan menyengaja untuk lapar dan haus. Dan Ramadhan, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, adalah bulan kesabaran, madrasah untuk menguatkan kesabaran kita, sehingga, setiap kali Ramadhan selesai, kita menjadi orang yang lebih sabar dari sebelumnya. Pertanyaannya, sudahkah kita di jalan itu?
Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Ramadhan kali ini, kita dapat meraih hakikat sabar yang memang menjadi bagian tidak terpisahkan selama Ramadhan. Jangan sampai Ramadhan pergi, namun tanpa memberikan hasil yang optimal, terutama dalam merengkuh sabar tersebut.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ceramah Singkat Ramadhan #11
Judul: Tips Ngabuburit Islami, Dijamin Panen Pahala
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertama-tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT sehingga kita dapat berkumpul dalam kondisi sehat walafiat.
Shalawat serta salam kita kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Hadirin yang saya hormati
Menjelang waktu berbuka puasa, umat muslimin di Indonesia biasanya menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas santai dengan menikmati suasana sore Ramadhan yang khas. tradisi ini kita kenal dengan sebutan ngabuburit.
Hanya saja, terkadang kita terlalu larut menikmati sore menjelang Magrib ini. Tidak jarang pula yang menggunakannya sebatas untuk nongkrong di pinggir jalan, menonton reels video di media sosial, atau sebatas tidur-tiduran sambil mengamati jarum jam yang terus berputar menuju waktu berbuka, dan banyak lainnya. Padahal, waktu ngabuburit bisa kita gunakan untuk melakukan hal-hal positif yang bernilai ibadah. Tentu, sebagai momen panen pahala kita ingin kesempatan emas yang datang satu bulan sekali dalam setahun ini bisa dimanfaatkan dengan baik. Sayang sekali jika ngabuburit hanya dihabiskan untuk hal-hal kurang berfaedah atau bahkan berpotensi memicu maksiat. Alih-alih dapat pahala justru puasa berlalu tanpa makna. Ingat, Rasulullah pernah bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ
Artinya, "Betapa banyak orang yang berpuasa, ia tidak mendapat apa-apa kecuali rasa lapar." (HR Ibnu Majah)
Ada beberapa tips agar ngabuburit kita memiliki nilai positif lebih dan menghasilkan pahala yang melimpah.
Yang pertama, tadarus Alquran.
Bulan Ramadhan dikenal dengan syahrul quran (bulan Al-Quran). Selain karena kitab suci umat Muslim turun pada bulan ini, Rasulullah saw juga menjadikan momen Ramadhan untuk memberikan perhatian lebih kepada Al-Quran. Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Bughyatul Insān fī Wadzā'ifi Ramadhān saat menjelaskan anjuran perbanyak tadarus Al-Quran di bulan puasa mengutip hadits berikut,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya: "Dari Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah saw adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril as menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh Rasulullah saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus." (HR Al-Bukhari).
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw menjadikan Ramadhan untuk lebih intens membaca Al-Quran. Para ulama sejak dulu pun demikian, bahkan ada juga yang bisa mengkhatamkan satu sampai dua kali dalam satu hari selama Ramadhan.
Yang kedua, berbagi takjil
Istilah takjil barangkali tidak asing lagi bagi umat Muslim saat bulan puasa. Takjil merupakan makanan atau minuman untuk mengawali buka puasa. Biasanya berupa yang manis-manis seperti sirup, es buah, buah-buahan, dan sebagainya. Kita bisa menjadikan waktu ngabuburit untuk bersedekah takjil kepada saudara sesama Muslim. Bersyukur, tampaknya berbagi takjil sudah menjadi tradisi di Indonesia. Kita bisa banyak menjumpainya saat sore hari di sejumlah jalan dan masjid atau mushola. Terkait keutamaan sedekah di bulan Ramadhan, Rasulullah bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Artinya: "Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka ia akan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga." (HR At-Tirmidzi)
Dalam kesempatan lain, Syekh 'Izzuddin bin Abdissalam dalam Maqāshidush Shaum mengatakan,
فَمَنْ فَطَّرَ سِتَّةً وَ ثَلَاثِيْنَ صَائِمًا فِي كُلِّ سَنَةٍ فَكَاَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ وَ مَنْ كَثُرَ بِفِطْرِ الصَّائِمِيْنَ عَلَى هَذِهِ النِّيَّةِ كَتَبَ اللهُ لَهُ صَوْمَ عُصُوْرٍ وَ دُهُوْرٍ
Artinya: "Barang siapa memberi makanan pada 36 orang yang berpuasa setiap tahun, maka seakan-akan ia puasa satu tahun (karena kebaikan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali), dan barangsiapa memperbanyak memberi takjil atau makan dan minum untuk orang-orang yang berpuasa atas dasar niat ini, Allah mencatat baginya puasa berabad-abad dan bertahun-tahun."
Kalkulasi pahala ini berdasarkan rumus setiap satu amal kebaikan akan dibalas 10 kali lipat. Sehingga, memberi makan berbuka untuk 36 orang akan mendapat balasan pahala 360. Setara dengan jumlah hari dalam satu tahun. Meski dalam satu tahun ada 365 hari.
Yang ketiga, i'tikaf di masjid
Menghabiskan waktu ngabuburit dengan beri'tikaf di masjid juga memiliki nilai pahala yang cukup tinggi. I'tikaf dilakukan dengan berdiam diri di dalam masjid sambil memperbanyak ibadah seperti shalat sunnah, dzikir, dan membaca Al-Qur'an. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh Rasulullah saw. Dalam satu hadits disebutkan,
كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya: "Rasulullah saw melaksanakan i'tikaf pada sepuluh (malam) terakhir dari bulan Ramadhan sampai beliau wafat, lalu (dilanjutkan) istri-istrinya yang i'tikaf sepeninggalnya." (HR Al-Bukhari).
Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah saw menjadikan sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan untuk banyak beri'tikaf di masjid. Sebab, waktu-waktu tersebut merupakan momen potensial terjadinya Lailatul Qadar. Meski demikian, tidak ada salahnya jika kita beri'tikaf selama satu bulan penuh, sebab waktu terjadinya Lailatul Qadar juga berpotensi di selain sepuluh hari terakhir.
Yang keempat, menuntut ilmu.
Mendengarkan kajian Ramadhan juga bisa menjadi pilihan tepat untuk mengisi waktu ngabuburit. Di era digital seperti sekarang, kita bisa banyak menjumpai kajian-kajian keislaman di media sosial. Banyak para pendakwah milenial membuat konten islami yang bisa kita akses. Selain itu, tidak sedikit pula kiai-kiai pesantren yang melakukan live streaming pengajian dari pesantren masing-masing. Ada banyak ayat Al-Qur'an dan hadits yang menyinggung soal keutamaan dan pahala menuntut ilmu. Salah satunya sabda Rasulullah saw,
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ على الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
Nah, itulah ceramah singkat yang dapat saya sampaikan, Mari jadikan momen Ramadhan tahun ini lebih maksimal lagi dalam beribadah dan meraih pahala sebanyak mungkin. Selamat menjalankan ibadah puasa.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ceramah Singkat Ramadhan #12
Judul: 6 Keutamaan Lailatul Qadar
Lailatul Qadar adalah di antara kekhususan yang Allah anugerahkan kepada umat Nabi Muhammad. Ia adalah malam yang penuh kemuliaan. Ibadah di dalamnya lebih utama daripada ibadah yang dilakukan selama seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar-nya. Seribu bulan sama dengan 83 tahun lebih 4 bulan. Umat-umat Nabi terdahulu bisa beribadah di dunia ini dalam jangka waktu yang lama karena Allah menjadikan usia mereka panjang-panjang. Sedangkan umat Nabi Muhammad meskipun usia mereka rata-rata hanyalah antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun, akan tetapi Allah menganugerahkan Lailatul Qadar kepada mereka. Dengan adanya Lailatul Qadar, umat Nabi Muhammad berkesempatan mendapatkan pahala yang besar meskipun hidupnya tidak lama di dunia ini.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Apa saja keutamaan Lailatul Qadar?
Pertama, Lailatul Qadar adalah malam diturunkannya Al-Qur'an. Sebagaimana kita tahu bahwa proses turunnya Al-Qur'an terjadi dalam dua tahap:
Tahap pertama, turunnya Al-Qur'an dari lauh mahfuz ke suatu tempat di langit yang pertama (langit dunia) yang bernama bait al-'izzah. Dalam tahap pertama ini, Al-Qur'an diturunkan semuanya dari awal hingga akhir secara lengkap. Hal itu terjadi pada malam Lailatul Qadar yang saat itu bertepatan dengan malam dua puluh empat Ramadhan.
Allah ta'ala berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (القدر: ١)
Maknanya: "Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an itu pada malam Lailatul Qadar" (QS al-Qadr: 1) Baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيْمَ عليه السلام في أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتْ التوراةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِن رَمَضانَ، وأُنزِلَ الإنجيلُ لِثَلاثَ عشْرةَ خَلَتْ مِن رمضانَ، وأُنزِلَ الزَّبُورُ لِثَمانِ عَشْرَةَ خَلَتْ من رمضانَ، وأُنزلَ الفُرْقانُ لأَربعٍ وعِشْرينَ خَلَتْ من رمضانَ (رواه أحمد والطبراني والبيهقي وغيرهم)
Maknanya: "Shuhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat diturunkan pada malam keenam Ramadhan, Injil diturunkan pada malam tiga belas Ramadhan, Zabur diturunkan pada malam delapan belas Ramadhan dan Al-Qur'an diturunkan pada malam dua puluh empat Ramadhan" (HR Ahmad, ath Thabrani, al-Baihaqi dan lainnya)
Tahap kedua, turunnya Al-Qur'an dari bait al-'izzah di langit yang pertama kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dalam tahap kedua ini, Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan sebab dan peristiwa tertentu selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Lima ayat pertama dari surat al-'Alaq adalah yang pertama diturunkan kepada beliau di gua Hira' dengan perantaraan malaikat Jibril 'alaihis salam. Dan hal itu menurut sebagian ulama terjadi pada malam 17 Ramadhan. Atas dasar inilah kemudian malam 17 Ramadhan diperingati umat Islam sebagai malam nuzul Al-Qur'an.
Kedua, Lailatul Qadar adalah malam yang penuh keberkahan.
Allah ta'ala berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ (الدخان: ٣)
Maknanya: "Sesungguhnya kami turunkan Al-Qur'an itu pada malam yang penuh berkah (malam Lailatul Qadar)" (QS ad Dukhan: 3)
Ketiga, pada malam Lailatul Qadar, Allah memberitahukan kepada para malaikat mengenai apa yang terjadi di kalangan para hamba sampai datangnya Lailatul Qadar pada tahun berikutnya. Allah memberitahukan kepada mereka siapa saja yang lahir, mati, ditimpa musibah, sakit, sehat, dilapangkan rezekinya, disempitkan rezekinya dan lain sebagainya dalam kurun satu tahun ke depan. Tafsir al-Qurthubi, an-Nasafi, dan lainnya menjelaskan bahwa itulah makna dari ayat:
فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ (الدخان: ٤)
Maknanya: "Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah" (QS ad Dukhan: 4) Keempat, amal shalih pada Lailatul Qadar lebih baik daripada amal shalih yang dilakukan selama seribu bulan sebagaimana ditegaskan oleh Allah:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (القدر: ٣)
Maknanya: "Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan" (QS al-Qadr: 3)
Kelima, para malaikat dari setiap langit turun memenuhi lapisan bumi mendoakan dan mengucapkan salam kepada setiap orang yang menghidupkan malam itu dengan berbagai ibadah.
Allah ta'ala berfirman:
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (القدر: ٤)
Maknanya: "Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan" (QS al-Qadr: 4)
Baginda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إذا كانتْ لَيْلَةُ القدْرِ نَزَلَ جِبريلُ فى كَبْكَبَةٍ من الملائكةِ يُصَلُّون وَيُسَلِّمُوْنَ على كلِّ عبدٍ قائمٍ أو قاعدٍ يَذْكُرُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ فَيَنْزِلُونَ مِن لَدُنْ غُروبِ الشمسِ إلى طلوعِ الفَجْرِ (رواه البيهقى فى شعب الإيمان والسيوطىّ فى الجامع الكبير)
Maknanya: "Jika tiba Lailatul Qadar, malaikat Jibril turun dengan serombongan malaikat lalu mendoakan dan mengucapkan salam kepada setiap hamba yang berdiri atau duduk berdzikir mengingat Allah. Mereka turun dari terbenamnya matahari hingga terbit fajar" (HR al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman dan as Suyuthi dalam al-Jami' al-Kabir)
Keenam, Lailatul Qadar adalah malam keselamatan dan keberkahan bagi para wali dan orang-orang yang melakukan ketaatan. Pada malam itu, setan tidak dapat berbuat buruk kepada orang-orang yang melakukan kebaikan. Allah ta'ala berfirman:
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (القدر: ٥)
Maknanya: "Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar" (QS al-Qadr: 5)
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kapan terjadinya Lailatul Qadar?
Lailatul Qadar terjadi satu kali dalam satu tahun di bulan Ramadhan. Mungkin saja ia terjadi pada satu malam diantara malam-malam Ramadhan. Mungkin pada malam pertama, malam kesembilan atau malam-malam yang lain. Akan tetapi kemungkinan besar ia terjadi pada salah satu dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الْتَمِسُوهَا في العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ (رواه البخاري)
Maknanya: "Carilah Lailatul Qadar itu di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan" (HR al-Bukhari).
Imam Syafi'i berpendapat sebagaimana dikutip oleh Syekh Zakariya al-Anshari dalam Fath al-Wahhab bahwa lailatul qadar kemungkinan besar terjadi pada malam 21 atau malam 23 Ramadhan. Sedangkan para ulama yang lain berpendapat, kemungkinan besar Lailatul Qadar terjadi pada malam 27 Ramadhan.
Mengapa Lailatul Qadar keberadaannya dirahasiakan? Salah satu hikmahnya adalah supaya kita senantiasa beribadah terus menerus tanpa henti pada setiap malam di bulan Ramadhan.
Hadirin rahimakumullah,
Apa saja tanda terjadinya Lailatul Qadar?
Dalam kitab Jawahir al-A'immah fi Tafsir Juz'i 'Amma, disebutkan bahwa di antara tanda-tandanya adalah melihat cahaya yang bukan cahaya matahari, cahaya bulan atau cahaya listrik, melihat terbitnya matahari pada keesokan harinya berbeda dengan saat ia terbit di hari-hari yang lain, yaitu dalam keadaan putih dan tidak banyak memancarkan cahaya, melihat pohon bersujud dan lain sebagainya. Sebagian orang melihat tanda-tanda itu dalam mimpi dan sebagian yang lain melihatnya dalam keadaan jaga. Melihatnya dalam keadaan jaga adalah lebih sempurna keberkahan dan kemuliaannya. Barang siapa yang melihatnya dalam keadaan jaga, maka sungguh ia telah melihat Lailatul Qadar. Sedangkan melihatnya dalam mimpi adalah sebuah kebaikan. Dan barangsiapa yang tidak melihat tanda-tanda tersebut akan tetapi ia bersungguh-sungguh dalam melakukan ketaatan pada malam itu, maka ia memperoleh keberkahan yang agung.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Apa yang semestinya dilakukan ketika melihat tanda Lailatul Qadar?
Yang dilakukan adalah menghidupkan malam itu dengan berbagai ibadah, seperti memperbanyak membaca istighfar, dzikir, shalat-shalat sunnah, memperbanyak membaca Al-Qur'an, beri'tikaf di masjid, dan lain sebagainya. Serta memperbanyak doa, terutama doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha sebagaimana diriwayatkan Ibnu Majah:
اللهم إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun mencintai pengampunan, maka ampunilah dosa-dosaku"
Dan memperbanyak membaca doa yang paling banyak dibaca oleh Baginda Nabi baik pada Ramadhan atau pun di luar Ramadhan:
رَبَّنا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذابَ النَّارِ
"Ya Allah, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa neraka" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ (متفَق عليه)
Maknanya: "Barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan berbagai ibadah dengan dilandasi keimanan dan niat mengharap ridho Allah semata, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" (HR al-Bukhari dan Muslim).
Jemaah sekalian yang dirahmati oleh Allah SWT,
Itulah tadi ceramah singkat yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Saya akhiri dengan ucapan wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Nah, itulah tadi 12 ceramah singkat Ramadhan yang dapat dijadikan referensi. Semoga bermanfaat ya, detikers!
(edr/urw)