Bawaslu Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara), mengungkap TPS 02 Pamusian dan TPS 088 Karang Anyar terbukti cacat administrasi. Bawaslu meminta KPU melakukan perbaikan terhadap kondisi tersebut.
"Iya TPS 02 Pamusian dan TPS 88 Karang Anyar. Kalau itu baru kita putuskan tadi siang (cacat administrasi)" ujar Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawlasu Kota Tarakan Jhonson kepada detikcom, Senin (4/3/2024).
Jhonson mengatakan temuan ini berawal saat tiga KPPS dilaporkan melakukan kesalahan administrasi. Ketiganya kemudian benar-benar dinyatakan bersalah berdasarkan penyelidikan Bawaslu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Putusan yang kita ambil di situ. Yang pertama menyatakan terlapor 1, 2, dan 3 dalam ini dinyatakan sah bersalah melanggar administrasi," ujarnya.
Berdasarkan putusan tersebut, Bawaslu meminta KPU Tarakan memperbaiki pelanggaran administrasi tata cara dan prosedur sesuai perundang-undangan. Dia juga meminta ketiga terlapor diberi sanksi.
"Memerintahkan kepada KPU untuk memutuskan KPPS terlapor satu, dua dan tiga untuk tidak dapat diikutkan sebagai KPPS saat pemilihan akan datang," imbuhnya.
Putusan Bawaslu Tarakan tersebut turut disoroti Ketua Pusat Kajian Hukum dan Perundang-undangan (PKHP) Kaltara, Mumaddadah. Dia mengatakan kasus ini berawal saat sejumlah DPTb pada dua TPS tersebut seharusnya hanya memilih presiden dan wakil presiden saja, namun petugas KPPS yang jadi terlapor memberikan surat suara tambahan.
"Informasi yang saya dapat ada DPTB dimana DPTB di TPS 88 itu berdasarkan salinan daftar hadir pindah memilih itu harusnya memilih Presiden saja ternyata oleh KPPS diberikan 5 surat suara padahal harusnya dia hanya mendapat surat suara pemilihan umum presiden dan wakil presiden saja," ujar Mumaddadah dalam wawancara terpisah.
![]() |
Lebih lanjut dia menyebut pelanggaran di TPS 02 Karang Anyar bermula saat KPPS terkait memberikan 5 surat suara kepada Daftar Pemilih Khusus (DPK).
"Beberapa informasi ternyata ada DPK yang masih KTP-nya berada di luar TPS domisilinya mendapatkan juga 5 surat suara, itu kan enggak boleh. Karena syarat DPK itu harus ber-KTP domisili dekat TPS-nya," katanya.
"Kalau TPS 02 Pamusian itu pelanggaran administrasinya hanya di Dapil kotanya saja. Karena 4 surat suara seperti Presiden, DPD RI, DPR RI dan Provinsi tidak masalah karena sesuai Dapil hanya kota saja yang bermasalah," tambahnya.
Pria yang pernah menjadi pimpinan Bawaslu Kaltara Periode 2015-2020 tersebut mengaku prihatin dengan adanya pelanggaran tersebut. Dia meminta pihak-pihak terkait tak melakukan pembiaran.
"Saya prihatin jika ini dibiarkan, saya punya tanggung jawab artinya secara moral dan etika sebagai alumni Bawaslu pertama di Kaltara," ungkapnya.
Mumaddadah juga mendorong KPU melakukan Pemungutan Suara Ulang pada kedua TPS tersebut. Dia menyinggung Pasal 460 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Secara legitimasi surat suara kan tercemar makanya saya bilang ini adalah pelanggaran yang dimaksud Pasal 460. Kalau misalnya putusan ini tidak memperbaiki hanya bisa dengan cara pemilihan ulang karena hanya dengan begitu enggak bisa main sepakat atau tidak sepakat," pungkasnya.
(hmw/nvl)