Sorotan Pakar Politik-Sosiolog di Debat Cawapres: Jebakan-Gagasan Dangkal

Sorotan Pakar Politik-Sosiolog di Debat Cawapres: Jebakan-Gagasan Dangkal

Sahrul Alim - detikSulsel
Selasa, 23 Jan 2024 11:30 WIB
Penutup debat keempat Pilpres 2024
Penutup debat keempat Pilpres 2024. Foto: Anggi/detikcom
Makassar -

Gagasan dan gestur Cawapres saat debat keempat Pilpres 2024 menuai sorotan dari pakar politik dan sosiolog dari Universitas Hasanuddin (Unhas). Gimik pertanyaan jebakan yang ditampilkan dalam debat hingga gagasan yang dangkal menjadi perhatian.

Pakar politik Unhas Ali Armunanto menilai gimik panggung Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka tidak efektif. Pasangan Prabowo Subianto itu dinilai justru terjebak dengan penggunaan istilah dan gimik panggung.

"Saya rasa yang bermasalah malam ini adalah Gibran yang justru terjebak dengan permainannya sendiri, permainan istilahnya sendiri. Apa yang dikemukakan oleh Gibran itu untuk orang awam mungkin tidak bisa dimengerti," ujar Armunanto kepada detikSulsel, Minggu (21/1/2024) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ali juga menyoroti sikap Gibran yang tampak berusaha memancing emosi lawan debatnya dengan gestur menunduk dan mencari jawaban ke Cawapres nomor urut 3 Mahfud Md. Termasuk pertanyaan jebakan Gibran ke Cak Imin soal lithium ferro-phosphate.

"Ketika dia (Gibran) bertanya soal greenflation yang kemudian dijawab Mahfud dengan baik walaupun sinis. Begitupun ketika bertanya soal lithium ferro-phosphate kepada Cak Imin juga dikembalikan dengan baik bahwa itu pertanyaan tebak-tebakan," ujar Ali.

ADVERTISEMENT

Ali menilai Gibran terjebak dengan strateginya sendiri yang banyak menggunakan istilah spesifik dan sulit ditangkap oleh orang awam. Strategi tersebut tidak berjalan efektif di debat kedua Cawapres ini.

"Sepertinya Gibran salah strategi berdebat, seperti saat menggunakan banyak istilah, misalnya IoT untuk mengukur keasaman tanah saya kira itu butuh pengejawantahan yang lebih jauh lagi," kata Ali.

"Intinya Gibran banyak terjebak istilah yang membuat pemaparannya menjadi tidak jelas saya rasa. Justru kita yang nonton Gibran ini bilang apa," tambah Ali.

Lebih lanjut Ali menilai penampilan Gibran makin tenggelam ketika kedua rivalnya berhasil menangkal penggunaan istilah tersebut. Meski Gibran sudah menjelaskan maksud istilah itu, tetapi Mahfud dan Cak Imin terlebih dahulu menyentilnya.

"Mahfud dan cak Imin justru menggunakan kata yang lebih sederhana dan pesannya sampai. Sementara Gibran saya tidak yakin 100 persen pesannya sampai karena terlalu banyak menggunakan istilah-istilah, ada satu yang membuat kita men-judge Gibran ketika Cak Imin menyinggung etika," jelasnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Gagasan Dangkal

Sosiolog Unhas M Ramli AT menyoroti gagasan tiga Cawapres terkait dengan konflik masyarakat adat dan pemberdayaan petani di pedesaan yang dangkal. Seharusnya, dilakukan pendalaman saat memberi tanggapan atas jawaban capres lainnya.

"Saya lihat masih perlu agak pendalaman. Masih ada beberapa hal teknis yang harus diberi jawaban tetapi pada saat diskusi itu kurang dielaborasi," ujar Ramli kepada detikSulsel, Minggu (21/1).

Dia mencontohkan soal tawaran Gibran yang menyinggung smart farming dengan mekanisasi pertanian. Sementara masalah di lapangan saat ini adalah lahan sempit dan produktivitas petani yang masih minim.

"Masalahnya adalah mekanisasi pertanian akan mengefisiensikan tenaga kerja di pedesaan. Sementara salah satu masalah pedesaan hari ini adalah tingkat pengangguran yang juga cukup tinggi, setengah pengangguran atau biasa disebut pengangguran yang tidak kentara. Banyak kerja tetapi produktivitasnya rendah," kata Ramli.

Sekretaris Departemen Sosiologi Unhas ini mengatakan meski para petani di desa sudah bekerja maksimal tetapi karena lahannya terbatas maka produktivitasnya tetap rendah. Dia menyebut masalah utama yang terjadi ialah lahan yang sempit.

"Kalau masalahnya di lahan yang sempit kemudian dijawab solusinya adalah mekanisasi pertanian itu menjadi persoalan, karena kalau sempit lahan kenapa mekanisasi yang menjadi target utama untuk solusi," ujarnya.

Menurutnya, smart farming dengan mekanisasi lahan hanya untuk mengolah lahan secara efektif dan efisien karena menghemat waktu. Sementara rasio antara petani dan lahan makin timpang. Bahkan lahan cenderung makin sempit.

Begitu pula dengan gagasan Cawapres soal konflik masyarakat adat yang masih terus terjadi belum dijabarkan secara mendalam. Ramli menilai hanya Mahfud Md yang menjawab dengan baik.

"Yang menjawab secara lebih baik menurut saya adalah Pak Mahfud seingat saya dia bilang sudah ada penghargaan terhadap masyarakat adat. Itu harus dibedakan antara hutan negara dan hutan adat," kata Ramli.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Dia juga menilai Mahfud menguasai persoalan dengan posisinya sebagai Menko Polhukam saat ini. Makanya pendamping Ganjar Pranowo itu tahu betul jika persoalan saat ini adalah penegakan hukum yang tidak maksimal.

"Itulah mengapa dia mengatakan salah satu hal penting yang harus dilakukan adalah hukum itu jangan tumpul. Jadi jangan ada di hukum itu bagus tetapi tidak dilaksanakan dalam implementasinya," ungkapnya.

Di sisi lain, Ramli menilai Cak Imin juga cukup mantap dengan menggagas soal pembangunan berkeadilan. Hukum yang adil disebut mesti betul-betul hadir dalam pembangunan.

"Kalau memang sudah diatur supaya itu betul-betul dijalankan. Itu yang banyak sekarang yang tidak dijalankan, jadi sudah bagus hukumnya, sudah bagus policy-nya tapi pelaksanaannya yang banyak tidak konsisten," ungkapnya.

Ramli menambahkan rata-rata penyebab konflik di berbagai belahan dunia disebabkan ketimpangan pembangunan. Ketidakadilan melahirkan konflik yang menyebabkan pembangunan tidak berkelanjutan.

"Sejarah tentang konflik besar di dunia dimulai dari ketidakadilan karena menimbulkan resistensi dari masyarakat itu sendiri," ujarnya.

Halaman 2 dari 3
(asm/hsr)

Hide Ads