Salah satu amalan sunah yang banyak dilakukan ketika memasuki bulan Rajab adalah berpuasa. Sayangnya, banyak orang yang terlewat melakukannya lantaran lupa atau tidak mengetahui anjurannya.
Dikutip dari laman resmi Nahdlatul Ulama, bulan Rajab merupakan salah satu dari bulan haram dalam Islam. Karena itu, di bulan mulia ini umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan, termasuk berpuasa.
Pada tahun ini, awal bulan Rajab bertepatan dengan hari Sabtu, 13 Januari 2024. Artinya, umat muslim dapat melaksanakan puasa sunah Rajab di tanggal tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas bagaimana jika seseorang ingin melaksanakan puasa namun terlewat di hari pertama? Apakah boleh melaksanakan puasa Rajab di hari kedua? Simak penjelasannya berikut ini!
Apakah Boleh Puasa Rajab di Hari Kedua?
Masih dari laman Nahdlatul Ulama, puasa Rajab sendiri merupakan puasa sunah. Adapun mengenai ketentuan waktu dan jumlah hari melaksanakannya tidak ada keterangan secara rinci baik dalam Al-Quran maupun hadits.
Dengan demikian, puasa Rajab dapat dilakukan mulai dari hari apa saja, seperti hari kedua, ketiga, ataupun seterusnya. Yang terpenting, dilakukan masih dalam waktu bulan Rajab.
Demikian pula dengan jumlah hari melaksanakan puasa Rajab, tidak ada batasannya. Seseorang dapat melaksanakan puasa Rajab sesuai batas kemampuannya dan tidak memaksakan diri.
Hadits Terkait Puasa Rajab
Terkait hal ini, dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abi Dawud sebagai berikut:
عَنْ مُجِيبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَا تَعْرِفُنِي قَالَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا الْبَاهِلِيُّ الَّذِي جِئْتُكَ عَامَ الْأَوَّلِ قَالَ فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ قَالَ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلَّا بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ ثُمَّ قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ زِدْنِي فَإِنَّ بِي قُوَّةً قَالَ صُمْ يَوْمَيْنِ قَالَ زِدْنِي قَالَ صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ قَالَ زِدْنِي قَالَ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلَاثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا
Artinya: Dari Mujibah al-Bahiliyyah, dari bapaknya atau pamannya, bahwa ia mendatangi Nabi. Kemudian ia kembali lagi menemui Nabi 1 tahun berikutnya sedangkan kondisi tubuhnya sudah berubah (lemah/ kurus). Ia berkata: Ya Rasul, apakah engkau mengenaliku? Rasul menjawab: Siapakah engkau? Ia menjawab: Aku Al-Bahili yang datang kepadamu pada satu tahun yang silam. Nabi menjawab: Apa yang membuat fisikmu berubah padahal dulu fisikmu bagus (segar). Ia menjawab: Aku tidak makan kecuali di malam hari sejak berpisah denganmu. Nabi bersabda: Mengapa engkau menyiksa dirimu sendiri? Berpuasalah di bulan sabar (Ramadhan) dan satu hari di setiap bulannya. Al-Bahili berkata: Mohon ditambahkan lagi ya Rasul, sesungguhnya aku masih kuat (berpuasa). Nabi menjawab: Berpuasalah dua hari. Ia berkata: Mohon ditambahkan lagi ya Rasul. Nabi menjawab: Berpuasalah 3 hari. Ia berkata: Mohon ditambahkan lagi ya Rasul. Nabi menjawab: Berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah, berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah, berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah. Nabi mengatakan demikian seraya berisyarat dengan ketiga jarinya, beliau mengumpulkan kemudian melepaskannya. (HR Abu Dawud).
Mengomentari bagian akhir redaksi hadits di atas, Syekh Abut Thayyib Syamsul Haq al-Azhim mengatakan:
أَيْ صُمْ مِنْهَا مَا شِئْتَ وَأَشَارَ بِالْأَصَابِعِ الثَّلَاثَةِ إِلَى أَنَّهُ لَا يَزِيْدُ عَلَى الثَّلَاثِ الْمُتَوَالِيَاتِ وَبَعْدَ الثَّلَاثِ يَتْرُكُ يَوْمًا أَوْ يَوْمَيْنِ وَالْأَقْرَبُ أَنَّ الْإِشَارَةَ لِإِفَادَةِ أَنَّهُ يَصُوْمُ ثَلَاثًا وَيَتْرُكُ ثَلَاثًا وَاللهُ أَعْلَمُ قَالَهُ السِّنْدِيُّ
Artinya: Maksudnya, berpuasalah dari bulan-bulan mulia, apa yang engkau kehendaki. Nabi berisyarat dengan ketiga jarinya untuk menunjukkan bahwa Al-Bahili hendaknya berpuasa tidak melebihi 3 hari berturut-turut, dan setelah 3 hari, hendaknya meninggalkan puasa selama 1 atau 2 hari. Pemahaman yang lebih dekat adalah, isyarat tersebut untuk memberikan penjelasan bahwa hendaknya Al-Bahili berpuasa selama 3 hari dan berbuka selama 3 hari. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syekh As-Sindi. Wallahu a'lam, (Lihat: Syekh Abut Thayyib Syamsul Haq Al-Azhim, 'Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abi Dawud, juz VII, halaman: 58).
Dari keterangan tersebut, Nabi SAW menjelaskan agar berpuasa di bulan Rajab hendaknya tidak dilakukan secara terus menerus. Akan tetapi diberi jeda waktu, misalnya 3 hari berpuasa dan 3 hari berbuka.
Sebaiknya Tidak Berpuasa Sebulan Penuh
Selain itu, seorang muslim juga tidak dianjurkan untuk melaksanakan puasa Rajab selama sebulan penuh. Para sahabat pun memakruhkan hal tersebut.
Hal ini disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin berikut ini:
وكره بعض الصحابة أن يصام رجب كله حتى لا يضاهي بشهر رمضان فالأشهر الفاضلة ذو الحجة والمحرم ورجب وشعبان
Artinya: Sejumlah sahabat Rasulullah SAW menyatakan makruh puasa Rajab sebulan penuh agar tidak menyerupai Bulan Ramadhan. Bulan-bulan utama itu Dzulhijjah, Muharram, Rajab, dan Sya'ban. (Lihat Abu Hamid al-Ghazali, Ihya' Ulumiddin, [Kairo: Darus Syi'ib, tanpa catatan tahun], juz III, halaman: 431).
Terkait hal di atas, Sayyid Muhammad Az-Zabidi juga menerangkan dalam karyanya Ithafus Sadatil Muttaqin sebagai berikut:
وكره بعض الصحابة) رضوان الله عليهم (أن يصام) شهر (رجب كله حتى لا يضاهي بشهر رمضان) ولو صام منه أياما وأفطر أياما فلا كراهة (و الأشهر الفاضلة) الشريفة أربعة (ذو الحجة والمحرم ورجب وشعبان) وأفضلهن المحرم كما سبق عن النووي وقيل رجب وهو قول صاحب البحر ورده النووي كما تقدم
Artinya: (Sejumlah sahabat) ridhwanullahi alaihim (menyatakan makruh puasa) bulan (Rajab sebulan penuh agar tidak menyerupai Bulan Ramadhan.) Tetapi kalau seseorang mau berpuasa beberapa hari di Bulan Rajab dan tidak berpuasa beberapa hari, maka itu tidak makruh. (Bulan-bulan utama) yang mulia (itu) ada empat (Dzulhijjah, Muharram, Rajab, dan Sya'ban). Yang paling utama dari semua itu adalah Bulan Muharram sebagaimana penjelasan yang lalu dari Imam An-Nawawi. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang paling utama adalah Bulan Rajab, yaitu pendapat penulis kitab Al-Bahr. Tetapi pandangan ini ditolak oleh Imam An-Nawawi sebagaimana uraian yang lalu. (Lihat Sayyid Muhammad az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin, [Beirut: Muassasatut Tarikh Al-Arabi, 1994 M/1414 H], juz IV, halaman: 257).
Dari keterangan ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa puasa Rajab dapat dilakukan beberapa hari. Sedangkan harinya tidak ditentukan.
Meskipun demikian, kita dapat berpuasa Rajab dengan memakai ketentuan hari-hari utama pada setiap bulan atau setiap pekan. Hari-hari tersebut seperti pada awal, pertengahan, akhir bulan, pada waktu ayyamul bidh yaitu tanggal 13, 14, dan 15, pada hari Senin, Kamis, dan Jumat.
Nah, demikianlah penjelasan tentang apakah boleh puasa Rajab dilakukan mulai di hari kedua. Semoga menjawab pertanyaan kalian ya, detikers!
(edr/urw)