Sengketa Lahan Bikin Siswa SD di Polman Telantar Tanpa Ruang Kelas

Sengketa Lahan Bikin Siswa SD di Polman Telantar Tanpa Ruang Kelas

Abdy Febriady - detikSulsel
Rabu, 03 Jan 2024 09:45 WIB
Ruang kelas SDN 061 Tapparang di Kabupaten Polewali Mandar disegel warga.
Foto: Ruang kelas SDN 061 Tapparang di Kabupaten Polewali Mandar disegel warga. (Abdy Febriady/detikcom)
Polewali Mandar -

Sejumlah siswa di SD Negeri 061 Tapparang Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) telantar lantaran ruang kelas disegel buntut adanya sengketa lahan. Penyegelan tersebut dilakukan oleh warga bernama Solihin (54) yang mengklaim sebagai ahli waris atau pemilik lahan.

Solihin telah melakukan penyegelan sekitar 3 pekan, yakni sejak 10 Desember lalu. Diketahui ada empat ruang belajar yang disegel menggunakan kayu, dan satu pintu gedung kantor menggunakan dua papan yang dipasang menyilang.

"Sejak sebelum kita liburan (disegel)," ujar salah satu guru SDN 061 Tapparang, Husria kepada wartawan, Selasa (2/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Husria mengatakan ruang kelas yang disegel selama ini digunakan oleh siswa kelas I, II, III, dan IV. Untuk bangunam kelas V, VI, dan perpustakaan tidak dilakukan penyegelan lantaran dianggap berada di lahan milik orang lain.

Menurut pengakuan Solihin lahan tersebut tidak pernah dijual oleh orang tuanya. Maka dari itu ia melakukan penyegelan untuk menuntut uang ganti rugi.

ADVERTISEMENT

"Dia (Solihin) menuntut ganti rugi, tapi kurang tahu juga berapa nilainya," kata Husria.

Husria mengungkapkan bahwa sebelumnya upaya mediasi telah dilakukan oleh pemerintah desa dan untuk menyelesaikan persoalan ini, namun tidak membuahkan hasil. Kini masalah tersebut telah dilaporkan ke Dinas Pendidikan, pihak sekolah berharap pemerintah segera mengambil tindakan agar proses belajar para murid di sekolah ini bisa normal kembali.

"Pernah dimediasi, tetapi hasilnya saya kurang tahu, yang jelas sudah pernah dimediasi. Mungkin tidak ada hasil, karena masih begini-begini kondisinya (disegel)," jelasnya.

"Sudah dilaporkan ke Dinas. Harapan kita pemerintah Kabupaten Polman memberi perhatian, agar anak-anak bisa belajar kembali seperti biasa, karena ini sangat mengganggu proses belajar mengajar," lanjut Husria.

Sementara itu pihak sekolah mengaku memiliki sertifikat dan akta jual beli (AJB) sebagai dasar hak kepemilikan tanah tempat bangunan sekolah didirikan. Namun untuk sementara waktu siswa akan dicarikan tempat belajar alternatif hingga masalah penyegelan ini terselesaikan.

"Ada sertifikat, ada juga akta jual belinya. Kita akan rembukkan nanti, apakah kita (belajar) di perpustakaan sebagian atau di rumah warga, di bawah kolong rumahnya warga," pungkas Husria.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Tanda Tangan-Cap Jempol di AJB Diduga Dipalsukan

Solihin nekat menyegel SDN 061 Tapparan lantaran mengaku tak pernah menjual tanahnya. Dia menduga tanda tangan kakak dan cap jempol orang tuanya di AJB dipalsukan.

"Orang tua saya mengaku tidak pernah menjual. Surat jual beli itu memalsukan tanda tangan kakak dan cap jempol orang tua saya," kata Solihin yang dikonfirmasi wartawan melalui sambungan telepon, Selasa (2/1).

Dia mengatakan nama kakaknya yang tertulis dalam akta tersebut saat itu sedang tidak berada di Indonesia. Oleh karena itu ia bersikukuh melakukan penyegelan di sekolah tersebut.

"Apalagi kakak saya bernama Saharuddin yang namanya ada dalam akta jual beli, waktu itu ada di Malaysia. Jadi tidak pernah bertanda tangan, dia ngotot marah karena merasa tanda tangannya telah dipalsukan," ungkapnya.

Menurut Solihin, AJB tanah tersebut terbit pada tahun 1982. Sejak saat itu pihaknya mengaku telah berulang kali mempertanyakan masalah ini kepada pemerintah setempat namun tidak mendapat respons.

"Tiga kali mi diurus tapi tidak ada yang peduli, saya segel karena tidak ada yang perhatikan. Saya sempat buat surat ke desa dan camat tapi tidak ada yang mau mempertemukan saya dengan bupati. Karena begitu terus, saya segel mi," katanya kesal.

"Makanya saya pernah menghadap ke desa agar dipanggil itu semua orang yang ada tanda tangannya dalam surat jual beli. Supaya kita tau siapa yang menjual dan siapa yang menerima sehingga terbit sertifikat, sementara mama dan saudara saya mengaku tidak pernah menjual," sambungnya.

Tuntut Ganti Rugi Rp 388 Juta

Lebih lanjut Solihin mengatakan jika pemerintah baru melakukan upaya mediasi, sejak dirinya menyegel sekolah. Namun sayangnya, upaya mediasi tersebut tidak mencapai kesepakatan.

"Dimediasi tapi tidak ada penyelesaian. Nanti ada penyelesaian baru saya buka (segel)" ujarnya.

Solihin mengungkapkan jika lahan tempat bangunan sekolah didirikan sebagian adalah milik keluarganya. Dia mengaku hanya mempersoalkan lahan milik orang tuanya dengan ukuran panjang 58 meter dan lebar 33,5 meter.

"Sebagian miliknya sepupu, yang punyanya mama bagian selatan itu mi yang disegel," terangnya.

Maka dari itu dia meminta ganti rugi sebanyak Rp 388.600.000 juta. Menurutnya harga tersebut sesuai nilai tanah yakni Rp 200.000 ribu per meter.

"Saya sampaikan hitung per meter saja ganti ruginya, total 1.914 meter persegi. Hampir 400 juta totalnya kalau harga tanah 200 ribu per meter," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(asm/asm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads