Polisi menggagalkan penyelundupan 223 kilogram sisik trenggiling di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah (Kalteng). Polisi turut mengamankan tiga orang pelaku berinisial W (36), P (23), dan AR (22).
"Saat itu anggota tengah melaksanakan razia dan menghentikan sebuah mobil yang di dalamnya dua orang pelaku berinisial P dan AR, di mana mereka membawa sisik trenggiling yang diambil dari Melawi, dan akan dijual ke wilayah Kotim," ujar Kapolres Lamandau AKBP Bronto Budiyono kepada detikcom, Selasa (12/12/2023).
Kasat Reskrim Polres Lamandau AKP Faisal Firman Gani mengatakan kedua pelaku terjaring razia saat melintas di Jalan Trans Kalimantan, Desa Penopa, Kecamatan Lamandau, Minggu (10/12). Kedua pelaku mengaku mendapatkan barang tersebut dari W.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"W merupakan pemilik barang, kami amankan pelaku hari Senin kemarin tepatnya di perbatasan Kalbar-Kalteng," katanya.
Firman menuturkan W merupakan pengepul sisik trenggiling sedangkan P dan AR berperan sebagai kurir. W akan mendapatkan bayaran setelah sisik trenggiling sampai ke pembeli.
"P dan AR selaku kurir dibayar Rp 5 juta. Sistemnya seperti narkoba, jadi barang sampai baru dibayar, sistem transaksinya nomor lepas, (kurir) sampai di sana (Kotim) W yang akan menghubungi pembeli," terangnya.
Firman mengungkapkan W sudah dua kali menyelundupkan sisik hewan dilindungi tersebut. W rata-rata menjual sisik hewan tersebut dengan harga Rp 800 ribu per kilogram.
"Ada yang 100 kilogram dan 120 kilogram, itu sama dijual Rp 800 ribu per kilo (keuntungan ratusan juta) betul," ungkapnya.
Sementara itu, W berdalih jika ribuan sisik trenggiling itu didapatnya dari warga di daerah tempat tinggalnya di Kabupaten Melawi. Sebab warga di daerah tersebut mengkonsumsi daging trenggiling.
"Pengakuan pelaku W, ada masyarakat yang banyak mengonsumsi (trenggiling), setelah dikonsumsi sisik dan kukunya itu tidak dimanfaatkan jadi banyak warga yang datang jual ke dia," beber Firman.
Saat ini ketiga pelaku telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 21 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan ekosistemnya. Mereka terancam 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 juta.
(hsr/hsr)