25+ Kumpulan Dongeng Populer dan Penuh Pesan Mendidik untuk Anak

25+ Kumpulan Dongeng Populer dan Penuh Pesan Mendidik untuk Anak

St. Fatimah - detikSulsel
Sabtu, 25 Nov 2023 21:00 WIB
Ilustrasi Dongeng Pengantar Tidur
Foto: Tim HaiBunda
Makassar -

Dongeng merupakan salah satu jenis karya sastra yang berisi tentang kejadian bersifat khayal. Ada banyak dongeng populer di Indonesia yang memiliki pesan mendidik untuk diceritakan kepada anak.

Dikutip dari Jurnal Universitas Diponegoro, dongeng diceritakan terutama untuk hiburan. Meskipun kenyataannya banyak dongeng yang melukiskan kebenaran, mengandung pelajaran moral, atau sindiran.

Dongeng sendiri memiliki jenis yang beragam. Jenisnya antara lain fabel atau tentang binatang, mitos, legenda, sage, hingga cerita rakyat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah, berikut ini kumpulan cerita dongeng populer yang jadi pilihan untuk dibacakan atau diceritakan kepada anak. Disimak yuk!

Kumpulan Dongeng Fabel (Binatang)

1. Tupai si Pantang Menyerah (Tuah)

Di daerah perbukitan Pulau Jawa, terdapat kumpulan tupai pemakan buah kelapa. Para tupai jantan memiliki kegemaran unik yaitu meloncat dari ranting pohon ke ranting pohon lainnya. Sementara para tupai betina lebih suka merayap. Mereka tidak berani untuk meloncat.

ADVERTISEMENT

Tetapi berbeda dengan Tuah, tupai betina si pantang menyerah. Dia ingin sekali dapat meloncat. Oleh karena itu, Tuah mendatangi Eyang Tupai. Beliau adalah pelatih yang selama ini mengajari para tupai jantan meloncat.

"Eyang, jadikanlah aku muridmu seperti para tupai jantan itu," pinta Tuah.

"Kamu perempuan, sudahlah tidak perlu kamu susah payah berlatih loncat padaku," jawab Eyang Tupai.

"Tolonglah Eyang, aku ingin seperti para tupai jantan yang dengan mudah meloncat dari satu pohon ke pohon lain," ucap Tuah dengan nada memohon.

Eyang Tupai akhirnya merasa kasihan melihat Tuah yang begitu ingin berlatih melompat padanya. Eyang pun melatih Tuah sama seperti melatih tupai jantan lainnya.

Hari pertama latihan menjadi hari yang cukup buruk. Tuah jatuh berkali-kali. Begitupun di hari kedua, ketiga, keempat, dan kelima.

Sepekan sudah lamanya Tuah berlatih. Ia berusaha keras untuk menjadi peloncat seperti tupai jantan, tetapi belum ada tanda-tanda keberhasilan.

"Sudahlah Tuah, kau tidak usah menyiksa tubuhmu seperti ini. Terimalah keadaanmu seperti apa adanya."

"Tidak Eyang, aku hanya perlu berlatih lebih keras lagi, insyaallah aku akan seperti tupai jantan yang dapat melompat dengan lincahnya," ucap Tuah. Ia pun kembali berlatih sesuai apa yang diajarkan Eyang Tupai sebelumnya.

Dalam hati Eyang Tupai berkata, "Tupai betina ini sungguh pantang menyerah."

Tidak terasa, sudah dua bulan Tuah berlatih meloncat. Dan usahanya selama ini akhirnya membuahkan hasil. Kini Tuah sudah dapat meloncat layaknya tupai jantan. Dari satu pohon ke pohon lainnya ia meloncat dengan indahnya.

"Masya Allah.. Eyang kagum melihat perjuanganmu selama ini, Maafkan Eyang ketika dulu pernah merendahkanmu sebagai seekor tupai betina yang lemah. Selamat atas keberhasilanmu!" ucap Eyang Tupai, si pelatih.

Berkat perjuangan Tuah, Eyang Tupai terketuk hatinya bahwa semua makhluk memiliki potensi yang sama, yang membedakan hanyalah usaha dan kerja kerasnya.

Setelah kejadian itu, Eyang Tupai mulai membuka kelas latihan lompat secara terbuka, tanpa memandang ia tupai jantan ataukah betina, karena yang menentukan adalah sikap pantang menyerah dalam dirinya. (1)

2. Lebah yang Bersatu (Leu)

Leu adalah lebah madu yang tinggal di perbukitan Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Sebagai anak sulung dari sepuluh bersaudara, Leu berusaha untuk selalu menjaga kerukunan di antara adik-adiknya.

Adik-adik Leu hampir setiap hari bertengkar. Berawal dari senda-gurau hingga berlanjut pada perkelahian. Melihat kejadian itu, beberapa hewan lain merasa terganggu akan kegaduhan yang hampir setiap hari mereka lakukan.

Leu mencoba mencari cara untuk menyadarkan kesembilan adiknya agar tetap rukun. Muncullah sebuah ide. Leu mengambil satu ranting kayu dan sepuluh ranting kayu yang diikat menjadi satu.

Kesembilan adiknya diminta berkumpul. Alhamdulillah tidak ada yang absen untuk memenuhi panggilan Leu sang kakak. "Terimakasih atas kedatangan kalian adik-adikku," ungkap Leu memulai obrolan.

"Di depan kalian ada satu ranting kayu dan satu ikat ranting kayu yang sengaja kakak ikat, siapa di antara kalian yang bisa mematahkan ranting-ranting ini?" tanya Leu pada adik-adiknya.

"Aku mau mencobanya," jawab adik Leu yang paling kecil.

Untuk mematahkan satu ranting kayu, adik Leu tidak mengalami kesulitan. "Ini sangat mudah untuk aku lakukan," ungkapnya.

Setelah itu, kakak Leu menyodorkan satu ikat ranting. Berbagai cara ia lakukan untuk mematahkan ikatan ranting kayu. Namun, ranting itu tetap tidak patah. Adik Leu yang paling kecil pun menyerah dan meminta kakak-kakaknya yang lain untuk mencoba.

Adik yang kedua pun ikut mencoba. Satu ranting kayu dengan mudah dipatahkan, namun untuk satu ikat ranting kayu dia juga mengalami kesulitan. Tenaga adik leu dikeluarkan sekuat-kuatnya, namun usahanya pun masih tetap sia-sia.

Adik Leu yang ketiga, keempat, kelima, hingga yang kesembilan pun mencoba untuk mematahkan ikatan ranting kayu itu, namun semua mendapat hasil yang sama yakni kegagalan untuk mematahkan ranting kayu yang sudah terikat menjadi satu.

"Inilah yang kakak ingin bilang, hiduplah seperti ranting kayu yang terikat menjadi satu. Semakin kita rukun, maka semakin kuat kemampuan kita. Begitupun sebaliknya, ketika kita sering bertengkar maka kerapuhan yang akan kita dapati."

Semua adik Leu merunduk tak dapat berkata apa-apa lagi selain merenungkan ucapan kak Leu tentang sikap yang selama ini mereka lakukan. Akhirnya, kesembilan adik Leu mulai sadar atas kekeliruan yang selama ini mereka lakukan. Adik-adik Leu lantas saling meminta maaf dan berjanji untuk tidak akan bertengkar dan marah-marahan lagi, dengan menjaga hubungan baik kepada saudara maupun teman-temannya. (1)

3. Trenggiling Sang Penolong (Tresalong)

Di sebuah padang sabana, Kalimantan Selatan. Tinggalah seekor trenggiling. Trenggiling itu bernama Tresalong. Ia dikenal sebagai trenggiling yang suka menolong.

Pada suatu hari, seekor harimau datang ke padang sabana. Dan dia membuat takut semua hewan. Kelinci, Tupai, dan Tresalong yang sedang bermain turut ketakutan melihat kedatangan harimau. Ketiganya bersembunyi di balik semak-semak.

"Suttt....jangan berisik!" kata Tupai sambil memperhatikan harimau yang perlahan mulai mendekat. Melihat langkah harimau yang semakin dekat. Tubuh Kelinci gemetar ketakutan, semak-semak tempat mereka bersembunyi bergoyang-goyang lantaran gerakan tubuh Kelinci yang tak bisa ditahan.

Harimau pun melihat hal itu. Perlahan harimau mendekat ke semak-semak.

"Hei! Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya harimau. "Tidak, kami tidak sedang melakukan apa-apa," kata tupai menjawab pertanyaan si harimau.

"Baiklah, Aku lapar! Aku butuh daging segar. Apakah kalian bisa memberiku makanan yang aku butuhkan?" seru sang harimau kepada kelinci, tupai, dan Tresalong. Mendengar hal itu, kelinci dan tupai semakin ketakutan. Mereka pasrah dengan nasib hidupnya. Tidak ada langkah lain kecuali menanti harimau mencabik-cabik tubuh mereka dan menyantapnya.

Tresalong menyadari kedua temannya ketakutan, Oleh karenanya, Tresalong mencoba berbicara pada harimau. "Harimau, dagingku sangat lezat, Aku mau memberikan dagingku kepadamu asalkan kamu mau melepaskan dua temanku untuk pergi dari sini," ungkap Tresalong kepada harimau.

"Apa kamu rela dagingmu aku makan?" timpal harimau kepadanya.

"Aku rela asalkan dua temanku diizinkan pulang menyampaikan kematianku kepada orang tuaku," ungkap Tresalong meyakinkan harimau.

"Baiklah, kalau hanya itu mau mu." pungkas Harimau.

Kelinci dan Tupai akhirnya diperkenankan untuk pergi menyampaikan keinginan Tresalong. Dengan berat hati keduanya beranjak pergi meninggalkan Tresalong dengan Harimau. Saat dirasa cukup jauh, dan tak terlihat dari jangkauan mata, Tresalong segera meminta Harimau untuk mencicipi dagingnya.

Harimau yang sudah sangat lapar, tak mau menunggu lama, ia segera mendekat dan menyergap Tresalong. Namun seketika itu Tresalong menggulingkan tubuhnya. Harimau tidak sadar bahwa Tresalong dapat menggulingkan tubuhnya dengan balutan sisik yang keras, dan membuat harimau kesusahan untuk memakannya.

Berulang kali harimau mencoba menggigit tubuh Tresalong namun usahanya sia-sia. Yang Harimau dapatkan justru rasa sakit pada taringnya karena berulang kali menggigit kerasnya sisik yang menyelimuti tubuh Tresalong.

Setelah beberapa waktu lamanya, harimau pun menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan Tresalong. Harimau pun pergi dengan perut keroncongan. Karena ia tidak mendapat santapan daging untuk menu makan siang.

Sementara Tresalong justru gembira karena berhasil menyelamatkan kedua temannya dari buruan si Harimau. Ketika Tresalong pulang, semua teman dan keluarga menyambut dengan penuh haru.

Beragam ucapan terimakasih pun bersahut-sahutan datang dari Kelinci, Tupai dan orang tua kepada Tresalong. Tresalong pun hidup bahagia atas sikap penolongnya. (1)

4. Kelelawar yang Baik Hati (Kebati)

Di sebuah hutan Nusa Tenggara Barat, hiduplah sekelompok komodo, burung kakak tua, musang, kelelawar dan beberapa jenis hewan lainnya. Mereka hidup rukun dan saling berdampingan.

Di antara penduduk hutan, ada seekor kelelawar yang terkenal baik hati. Kelelawar tersebut biasa dipanggil Kebati. Ia suka membantu penduduk hutan yang sedang mendapat kesulitan.

Suatu malam, terdengar bibi burung kakak tua meminta tolong. Toloooong!! Toloooooong!! Tolooooong!!

Mendengar hal itu kelelawar segera mendatangi bibi burung kakak tua. "Ada apa Bibi, malam-malam begini berteriak meminta tolong?" tanya Kebati.

"Anakku sakit dan aku tidak bisa pergi mencari obat karena cuaca di luar gelap," ungkap bibi kakak tua sambil meneteskan air mata.

Bibi kakak tua sangat sayang pada anak-anaknya. Namun ia tidak dapat melakukan apa-apa malam itu. Cuaca di luar gelap dan udara dinginnya tidak seperti hari-hari biasa. Mungkin hal itu yang menjadikan anaknya demam tinggi.

Sebagai orang tua tentu bibi kakak tua sangat panik. Ia tidak dapat melakukan apa-apa kecuali berdoa dan meminta bantuan kepada penduduk hutan.

Melihat hal itu Kebati kemudian menanyakan obat yang dibutuhkan kepada bibi kakak tua. "Obat yang dibutuhkan bisa diambil di mana? Biar aku yang mengambilnya," tanya Kebati sambil menatap bibi kakak tua.

"Obat itu ada di perbatasan hutan. Cukup jauh tempatnya dari sini. Obat itu bernama daun katuk. Mustahil untuk mengambilnya di cuaca gelap seperti ini," ungkap bibi kakak tua padanya.

"Tunggu sebentar! Aku akan mengambilkannya untuk anakmu, Bi." kata Kebati seraya bergegas terbang untuk mencari tanaman yang dimaksud.

Di malam yang dingin, Kebati terbang menuju perbatasan hutan. Dalam kegelapan, ia mengandalkan kemampuan ekolokasi yang dimilikinya. Yaitu mengeluarkan suara berfrekuensi tinggi untuk dipantulkan ke benda yang ada di sekitarnya dan dipantulkan kembali ke telinga.

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, sampailah Kebati di perbatasan hutan. Ia mulai mencari daun katuk dengan kemampuan ekolokasinya. Setelah menemukan daun katuk yang dia cari, Kebati segera pulang, untuk memberikan daun itu kepada bibi kakak tua.

Betapa senang bibi kakak tua melihat Kebati datang membawa daun katuk. Tanpa buang waktu, bibi kakak tua segera meramu daun katuk sebagai obat demam untuk anaknya. Setelah meminum ramuan obat daun katuk, anaknya pun sembuh.

Pagi harinya, Bibi kakak tua berkunjung ke rumah Kebati. Bibi mengucapkan terimakasih dan memberikan bermacam-bermacam buah segar yang baru dipetiknya. Bibi kakak tua dan penduduk hutan semakin sayang pada Kebati, buah kepribadiannya yang baik hati. (1)

5. Panda Anak Sholeh (Pashol)

Di daerah perbukitan China yang dingin, hiduplah habitat panda. Dalam habitat tersebut, tinggalah Pashol, seekor panda kecil bersama keluarganya. Hari ini Pashol tampak sedih. Ia berdiam diri di bawah rerimbunan pohon bambu.

Ia bangun kesiangan sehingga tidak dapat berangkat ke masjid. Ibu Pashol mendekati anaknya yang nampak sedih. "Ada apa, Pashol?"

"Bu, pukul aku! Hari ini aku bangun kesiangan dan tidak sholat subuh," jawab Pashol sambil menundukkan kepala.

"Mendengar ucapan itu. Ibu Pashol tersenyum. "Lihat ibu!" Pashol pun secara perlahan mencoba menengadahkan kepala dan menatap
ibunya.

"Ibu tidak akan memukulmu, ibu tahu kamu anak baik! Lupa itu wajar. Kamu sudah pintar karena tahu kesalahanmu," ungkap ibu menasehati, "yang penting jangan diulangi lagi, Nak!" tambahnya.

Mendengar perkataan ibunya, Pashol pun segera meminta maaf dan memeluk ibunya.

"Sekarang hapus rasa sedihmu dan ingat, jangan tidur larut malam! Agar dapat bangun lebih awal. Dan segeralah ambil air wudhu setelah terbangun di waktu pagi dan sholatlah, Nak!" ungkap ibu.

Pashol mengangguk mendengarkan nasihat ibunya. Segera ia mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat. Usai sholat, ia kembali kepada ibunya.

"Sholat itu ibarat balas budi. Kita bebas menghirup udara, melihat indahnya dunia, itu semua pemberian Allah SWT semata. Maka, sudah sepantasnya kita bersyukur atas karunia-Nya dengan menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya," ungkap ibu Pashol padanya kemudian.

Ibu Pashol tidak bosan untuk mengingatkan. Bahwa shalat termasuk bagian perintah agama yang wajib hukumnya. Ibu Pashol selalu memberikan contoh kepada Pashol untuk menjaga sholat lima waktunya.

"Terimakasih ibu untuk nasihatnya. Pashol berjanji akan memperbaiki sholat Pashol. Pashol juga janji, tidak akan tidur terlalu malam lagi agar bisa bangun lebih awal bersama ayam-ayam," ungkap Pashol dengan selipan tawa ringan.

Ibu Pashol pun tertawa bahagia mendengar ucapan putranya dan dengan bangga memeluknya. "Ibu sayang sama Pashol,"bisik ibu padanya.(1)

6. Kalah oleh Si Cerdik

Di sebuah hutan ada sumber air yang tidak pernah kering. Airnya jernih dan mengalir ke sebuah telaga. Semua binatang yang menjadi warga di hutan itu minum dari sumber air yang sama. Setiap golongan binatang sudah mempunyai jadwal tidak tertulis untuk bergiliran minum.

Pada saat itu kebetulan musim kemarau. Semua binatang merasa sangat haus, tetapi tidak ada yang berani minum di luar jadwalnya. Semua binatang taat pada aturan.

Pada Suatu pagi yang cerah banyak binatang menuju sumber air. Sesampainya di pinggir telaga mereka tidak mau turun. Airnya kotor karena digunakan untuk berkubang oleh seekor badak.

Binatang-binatang itu mengelilingi telaga. Mereka memperhatikan tingkah laku sang Badak. Tidak satupun yang berani menegurnya. Mereka takut karena Badak badannya besar dan bercula. Di pihak lain, Badak merasa bangga menjadi pusat perhatian dan tontonan. Ia tidak peduli pada binatang lain yang menahan rasa haus.

Pada hari berikutnya, Badak masih berada di telaga. Binatang-binatang lain sudah tak tahan lagi ingin minum. Mereka bermusyawarah mencari jalan keluar supaya Badak pergi dari telaga.

"Teman-teman, bagaimana jalan keluarnya?" tanya Harimau.

"Hem, Babi Hutan, kamukan punya sihung 1, coba digunakan," kata Kerbau.

"Bukan aku tak mau, tapi sihung-ku tidak akan kuat menembus kulit Badak. Bisa-bisa sihung-ku rontok!" jawab Babi Hutan sambil menggeleng gelengkan kepala.

"Hem, aku punya tanduk, tetapi ...," gumam Kerbau.

"Kerbau, Kerbau, kalau tak sanggup, bilang saja," kata Monyet.

"He he, kamu? Berani, Nyet?" tanya Kerbau.

"Sama, ... takut," jawab Monyet.

"Aku juga tak sanggup," kata Kerbau.

"Kalau begitu, Ular Sanca, jangan cuma bergantung di akar. Cepat cari cara untuk mengalahkannya," kata Burung.

"Aduh, aku minta maaf. Aku tak sanggup. Dia begitu besar. Tubuhku tak akan bisa membelitnya," kata Ular Sanca.

Suasana menjadi sepi sebab tidak ada lagi yang berani melawan sang Badak. Mereka hanya bisa saling memandang.

Tiba-tiba Harimau berkata, "Jika kita tidak sanggup, kita minta tolong pada sang Kancil saja. Walaupun badannya kecil, otaknya pintar. Setuju?"

"Setuju!" jawab binatang yang lain serempak.

"Bagaimana, Kancil?" tanya Harimau sambil melihat Kancil.

"Lo, kalian ini bagaimana? Tidak punya malu. Aku ini tak punya kemampuan dan tidak punya kekuatan apa-apa," jawab Kancil.

"Jangan pura-pura, Kancil. Kami percaya kamu bisa mengalahkan si Badak," kata Banteng.

"Ya, Cil. Kami percaya. Keluarkan kepintaranmu," kata binatang yang lain.

"Baiklah, akan kucoba asal kalian percaya," kata Kancil.

"Kami percaya," jawab binatang yang berkumpul itu berpikir keras. Ia mencari cara yang tepat untuk mengalahkan Badak yang badannya besar dan kuat. Ia berjalan mondar-mandir. Tiba-tiba ia tersenyum sendirian.

Ketika melihat Kancil tersenyum, binatang yang lain ikut senang. Itu pertanda masalah mereka akan dapat diatasi oleh Kancil. Kancil segera pergi menemui Badak. Pada saat itu sang Badak tengah berkubang.

"Selamat siang, Tuan yang sangat kami hormati, yang gagah perkasa, yang tidak ada bandingannya. Hamba memberanikan diri mengganggu kegiatan Tuan karena ada kabar penting yang perlu hamba sampaikan," kata Kancil dengan kata-kata yang lembut dan sopan.

Badak pun segera bangun. Ketika mendengar ada binatang lain memujinya, ia merasa tersanjung. Ia kemudian bangkit sambil berkata, "Kabar penting, Kancil? Cepat bicara, aku ingin mendengarnya," kata Badak sambil tersenyum.

Kancil mendekat ke arah Badak. Ia berpura-pura ingin menyampaikan sesuatu secara rahasia.

"Hamba kasihan sama Tuan. Badan besar berkubang di selokan kecil. Kulahnya sebesar tempurung. Tidak pantas, Tuan. Oh ya, ada makhluk yang berkhianat kepada Tuan. Jalan airnya ditutup supaya tidak mengalir. Sayang, makhluk itu tidak kelihatan oleh mata kita, dia makhluk gaib," kata kancil.

"Apa? Ada yang jahil? Siapa? Di mana?" tanya Badak dengan emosional.

"Tenang, Tuan. Tenang," jawab Kancil. Suara Badak yang menggelegar membuat Kancil terkejut dan gemetar. Kancil mencari jalan bagaimana agar Badak bisa secepatnya dikalahkan.

"Tuan, makhluk gaib itu berada di dalam pohon teureup2," kata Kancil sambil menunjuk sebatang pohon di depan Badak.

"Ah, yang benar?" tanya Badak.

"Benar, Tuan. Tuan harus mengawasi mereka dengan cara berdiri di bawah pohon teureup itu setengah hari, kemudian setengah hari lagi barulah Tuan berkubang di telaga. Kalau tidak demikian, air telaga cepat atau lambat akan surut dan Tuan tidak memiliki tempat berkubang lagi ," jelas Kancil.

"Awas! Kalau kamu bohong," ancam Badak.

"Percayalah, Tuan," bujuk Kancil.Tanpa berpikir lagi, Badak segera naik ke atas dan berjalan menuju pohon teureup. Ia pun mengawasi pohon itu selama setengah hari.

Sementara itu, binatang yang lain satu per satu berdatangan untuk minum air telaga. Ketika Badak telah selesai mengawasi pohon teureup, ia kembali menuju telaga. Sementara, binatang yang lainnya meninggalkan telaga.

Dengan demikian, sejak saat itu ada jadwal tidak tertulis yang cukup adil bagi semua binatang yang memerlukan air telaga.

Akhirnya, mereka mengucapkan terima kasih kepada sang Kancil yang cerdik itu. Berkat kecerdikannya lah masalah di lingkungan mereka dapat diatasi.(2)

7. Asal Mula Suara Burung Tekukur

Konon, Tekukur termasuk burung yang berperilaku boros. Setiap hari pekerjaannya hanya terbang ke sana, kemari, sekehendak hatinya. Ia juga termasuk burung yang tidak memikirkan masa depannya. Jika punya makanan, banyak ataupun sedikit langsung dihabiskan pada saat itu juga. Ia tidak pernah berpikir untuk menyimpan sedikitpun makanan tersebut. Di dalam sarangnya tak tertinggal makanan apa pun.

Berbeda dengan Tekukur, Betet adalah burung yang sangat memikirkan masa depannya. Jika punya makanan, ia sisihkan sebagian. Di dalam sarangnya banyak tersimpan makanan, seperti jagung, padi, dan petai.

Pada suatu waktu datanglah musim paceklik. Untuk menghadapi musim itu, Betet dan keluarganya tenang-tenang saja. Sementara itu, Tekukur merasa sangat kesusahan. Mereka terbang ke timur tak ada makanan Begitu pula saat mereka terbang ke barat tak mendapatkan apa pun. Kedua Tekukur, suami istri itu masih memiliki harapan, lalu terbang ke utara, tapi ternyata hanya kegersangan yang mereka temui. Mereka terbang lagi ke selatan, sama saja, tak menemukan apa pun. Mereka hanya mendapatkan kekecewaan dan kelelahan.

"Kamu sih boros," kata suaminya.

"Kamu sendiri? Jangan ingin menang sendiri!" istrinya menjawab ketus. Setiap hari suami istri Tekukur itu bertengkar. Tidak ada keceriaan di wajah mereka.

Puter, saudara Tekukur, datang berkunjung. Ketika melihat kesusahan saudaranya, Puter merasa kasihan. Ia berusaha membantu saudaranya, mencari jalan keluar.

"Saudaraku, coba kamu minta tolong kepada Betet. Pinjamlah padi. Nanti dibayar kembali waktu musim panen." Saran Puter kepada Tekukur.

"Terima kasih, Puter. Aku dan istriku akan mencoba meminta pertolongan Betet. Mudah-mudahan ia punya rasa kasihan,"

Siang itu udara sangat panas. Suami istri Tekukur lemas karena sudah beberapa hari tidak makan. Terpaksa mereka harus mengepakkan sayapnya. Padahal, sarang Betet cukup jauh.

"Betet yang baik, keluargaku mohon kebaikanmu. Kami minta pertolongan."

"Hem, ... aku tak punya apa-apa."

"Aku mau pinjam padi untuk makan anakku yang sedang sakit."

"Padiku tinggal sedikit."

"Tolonglah."

"Ya, ... boleh. Namun, ada syaratnya,"

"Apa syaratnya?"

"Bawa satu anakmu ke sini. Aku perlu untuk menemani anak-anakku dan merapikan rumahku selagi aku pergi."

"Anakku sakit semua."

"Kalian perlu padi atau tidak?"

"Ya, sangat perlu, tetapi ...."

"Terserah."

Tekukur kembali ke sarangnya. Suami istri Tekukur itu berunding, dengan berat hati mereka memilih anaknya yang sulung untuk dijadikan teman anak-anak Betet.

Pada saat Tekukur menerima lima untai padi, air mata mereka mengucur deras. Mereka sebenarnya tidak tega anaknya menjadi pembantu dan harus tinggal di sarang Betet. Dalam perjalanan pulang suami istri Tekukur itu terbang dengan pelan, tanpa daya. Jika saja kedua burung itu tidak ingat anaknya yang lain, mereka malas terbang kembali ke sarangnya.

Beberapa hari keluarga Tekukur itu dapat bertahan hidup. Sehari mereka sekeluarga memakan satu untai padi. Pada hari keenam padi pinjaman dari keluarga Betet sudah habis.
Mereka kembali bermasalah dan hanya bisa merenungi nasibnya.

Suami istri Tekukur sangat sedih dan teringat akan penukaran padi yang tidak seimbang. Mereka teringat anaknya yang tinggal di rumah keluarga Betet. Mereka teringat pula pada musim panen yang telah berlalu. Masa panen pun datangnya masih lama lagi. Suami istri Tekukur itu menyesal seumur hidup. Mereka menyesal tidak meniru kebiasaan keluarga Betet untuk menyimpan sebagian makanannya.

"Siut ... jeprot!" dari atas ada yang mematuk dan mencakar kepala pasangan Tekukur itu. Kedua Tekukur pun spontan terbang.

"Aduh, Alap-Alap. Kenapa kamu ini? Tidak ada masalah di antara kita," kata Tekukur sambil terus terbang. Namun, Alap-Alap terus mengejarnya dan berusaha mematuknya.

"Eh, Tekukur! Tidak punya rasa kasih sayang sama anak! Anak sendiri kalian tukar hanya dengan beberapa untai padi. Dasar burung tak tahu diri! Teganya kalian menukar anak. Aku benci kalian! Benci!" teriak Alap-Alap.

"Apa hubungannya denganmu? Tak ada, bukan?" jawab Tekukur.

"Memang tak ada. Namun, aku peduli akan kasih sayang. Mengapa sebagai orang tua kamu tidak punya kasih sayang? Mengapa tidak belajar mengumpulkan makanan?" kata Alap-Alap sambil terus terbang.

"Aku sendiri sedang susah, Alap-Alap. Mengapa kamu menambah kesusahan kami?"

Sepasang Tekukur itu tak tahan lagi mendengar omelan burung Alap-Alap. Mereka terbang diam-diam tanpa tujuan yang jelas. Air mata mereka deras mengucur. Sambil menangis, Tekukur betina mengeluarkan kata-kata penyesalannya, "Kaduhung, kaduhung, kaduhung!

Tekukur jantan menyambut perkataan istrinya, "Kaduhung, kaduhung, kaduhung, aduh, aduh!"

Sementara itu, manusia mendengar bunyi Tekukur betina "kaduhung" menjadi "tekukur", sedangkan bunyi Tekukur jantan "kaduhung, aduh, aduh" menjadi "tekukur, guk, guk".(2)

8. Asal Mula Tabiat Musang

Musim kemarau panjang sekali. Hutan-hutan gundul, pohon-pohon meranggas, sungai kering kerontang. Tak ada makanan sedikitpun. Kelaparan di mana-mana. Banyak binatang yang lemas dan mati karena kehausan dan kelaparan.

Konon ada seekor Musang yang tubuhnya sangat lemas. Beberapa hari ia tidak menemukan makanan. Walaupun lemas, ia memaksakan diri berjalan ke sana kemari mencari makanan.

"Sudah berhari-hari aku mencari makanan, tetapi tak ada makanan sedikitpun ku temukan. Ah, nasib," kata Musang itu mengeluh.

Panas terik membuat tubuhnya tak berdaya. Dengan sisa tenaganya ia tetap melangkahkan kakinya pelan-pelan. Akhirnya, sampailah sang Musang di hutan belantara.

"Oh, ada bangunan!" kata Musang terkejut. Matanya tak lepas mengawasi bangunan itu. Ada harapan untuk mendapatkan makanan karena kelihatannya bangunan itu tempat menyimpan makanan. Ada pula kecemasan kalau-kalau apa yang diharapkan tidak menjadi kenyataan. Berkat ketajaman penciumannya, Musang itu akhirnya tahu kalau bangunan tersebut memang gudang makanan. Air liurnya meleleh karena membayangkan nikmatnya makanan. Walaupun tubuhnya sangat lemas, ia masih berusaha menumbuhkan keberanian.

Musang berjalan mengelilingi tembok bangunan gudang. Ia mencari lubang supaya bisa masuk.

"Wah, ini dia," kata Musang merasa senang sebab menemukan lubang. Sayangnya lubang itu sangat kecil. Musang memasukkan kepalanya, kemudian badannya.

Musang pun masuk ke ruangan gudang itu. Ia terpana melihat makanan begitu banyak.

Ia seperti dalam mimpi saja. Makanannya enak-enak. Musang yang tadinya lemas, semangatnya bangkit kembali. Ia langsung memakan semua daging dan ikan yang ada di situ.

"Ah, nikmat sekali hidup ini. Banyak sekali makanan di sekelilingku. Sampai kapan aku bisa hidup seenak ini?" gumam Musang itu sambil mulutnya tidak berhenti mengunyah.

Musang itu terus saja makan. Ia ingin menghabiskan semua makanan yang ada di gudang itu.

"Aku tidak peduli siapa pemilik gudang makanan ini. Pokoknya semuanya akan ku habiskan. Ha ha ha ... ha ha ha," kata Musang itu kegirangan.

Tiba-tiba saja pintu terbuka. Sang Musang sangat terkejut sebab semuanya di luar perhitungannya. Yang datang adalah seorang manusia tinggi besar. Manusia itu berdiri di depan pintu mengawasi ke dalam gudang.

Pemilik gudang sangat marah melihat makanannya berantakan. Dia mencari-cari siapa yang melakukan semua itu.

"Hai, siapa yang mengobrak-abrik gudangku?"

Tak ada jawaban. Keadaan dalam ruangan sunyi. Pemilik gudang bertambah marah.

"Cepat ke luar! Tunjukkan batang hidungmu!" teriak pemilik gudang sambil mengamati ruangan.

Di sudut yang agak gelap ia melihat suatu benda yang mencurigakan. Warnanya kehitam-hitaman. Dengan mengendap-endap pemilik gudang mendekati benda yang dicurigainya itu.

"Hah, seekor musang?" kata pemilik gudang sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Pemilik gudang mengejar Musang sambil membawa kayu. Musang teringat akan lubang yang semula dilewatinya. Ia berlari ke lubang itu dan memasukkan kepalanya. Kepala Musang itu masuk, tetapi tubuhnya tidak karena perutnya telah membesar. Pemilik gudang telah berdiri di hadapan Musang.

"Sekarang apa dayamu?" sentak pemilik gudang.

Pemilik gudang menangkap sang Musang. Musang itu pun tak dapat berbuat apa-apa. Akhirnya, sang Musang dikurung oleh pemilik gudang dan menjadi binatang peliharaannya.(2)

9. Ki Mandahong

Di tengah hutan belantara terdapat sebuah sungai, tempat minum para penghuni hutan. Di hutan itu ada raja monyet (kera) yang bernama Ki Mandahong. Tubuhnya tinggi besar, berbeda dari monyet lainnya.

Ki Mandahong sedang duduk termenung di tepi sungai. Ia menyendiri sambil merenung memikirkan perjalanan hidupnya. Sebagai raja monyet, Ki Mandahong harus turun dari jabatannya, dilengserkan oleh rakyatnya sendiri karena usianya sudah tua. Sementara itu, Ki Mandahong masih ingin menjadi raja monyet di belantara itu.

Ki Mandahong bangun, kemudian berjalan pelan menyusuri tepi sungai. Tidak lama kemudian, ia naik pohon mangga limus yang tengah berbuah. Buahnya ranum dan sudah ada yang masak.

"Mmm... tidak jadi mandah5 juga, makanan banyak," kata Ki Mandahong menghibur hati. Tangannya memetik mangga limus yang sudah masak, kemudian mangga itu digerogotinya. Lama kelamaan Ki Mandahong merasa kenyang, tetapi ia terus mengambilnya.

"Ah, ini kecil!" Kata Ki Mandahong sambil melempar mangga itu ke tanah. Tangannya memetik lagi, "Ah, peot!" Ki Mandahong pun melempar mangga itu ke sungai.

"Plung! Plung! Kecemplung," suara mangga jatuh ke sungai.

"Mmm ...suaranya enak juga, seperti suara gong dan kenong. Kalau begitu akan aku goyang-goyang pohonnya supaya buahnya jatuh, dan bunyinya lebih lengkap," Ki Mandahong bicara sendirian.

"Drrr...rrr...Plung!...Plung!...Plung...Degdeg Plung! ...Aduhhh...suaranya seperti bunyi angklung, nikmat sekali."

Di bawah pohon limus ternyata ada seekor kura-kura yang sedang istirahat. Kura-kura itu lelah sehabis mencari makanan sepanjang sungai, tetapi tidak mendapatkan hasil. Mendengar suara ramai kura-kura itu bangun sambil melihat-lihat apa yang terjadi.

"Mmm...dasar rezeki, kalau sudah datang tak perlu diundang, seperti air yang sedang banjir. Namun, kalau sedang naas, seperti sungai yang kering, tak ada air sedikitpun, walau hanya untuk sekadar cuci muka. Emmm... Terima kasih ya Allah Yang Maha Pengasih. Kebetulan saya sedang lapar, melihat limus di darat dan di sungai begitu banyak," kata Kura-kura penuh syukur.

Sambil mengambil mangga, Kura-kura pun melihat ke atas pohon limus. Ia sangat terkejut, melihat Monyet yang sangat besar tengah bermain-main di antara dahan pohon limus.

"Pemurah juga Monyet itu, tahu kalau aku sangat lapar," kata Kura-Kura dalam hatinya. Kura-kura menengadah sambil terus berkata,

"Juragan yang duduk di atas pohon, yang saleh dan berbudi, mudah-mudahan bisa turun sebentar karena saya ingin berterima kasih."

Ki Mandahong melihat ke sana kemari takut ada makhluk lain yang dipanggil. Di sisi lain, ia juga merasa bukan makhluk soleh, apalagi berbudi. Setelah merasa tidak ada makhluk lain, Ki Mandahong pun merasa tersanjung.

"Si Bodoh ini, tidak tahu kalau aku sudah dilengserkan oleh rakyatku sendiri. Ia masih takut dan bicaranya santun. Hemm...dasar!!!" kata Ki Mandahong pada kura-kura sambil ia pelan-pelan turun dari pohon limus.

"Ada apa Kura-kura?"

"Aduh...Aduh, pantesan... Juragan (Tuan) Mandahong. Begini... Tuan, saya mau berterima kasih karena merasa disambung umur. Saya sedang haus dan lapar, tiba-tiba diberi limus banyak sekali."

"Ya....ya, Kura-Kura. Harus banyak bersyukur. Hidup di dunia ini kan katanya harus gotong royong, kalau ada rezeki harus saling berbagi. Jangan seperti bangsa monyet, tidak mempunyai perasaan."

"Memangnya kenapa Juragan?"

"Mentang-mentang aku sudah tua, aku dilengserkan dari mandah."

"Ooo begitu .... sabar Juragan. Gantian dengan yang muda, yang muda banyak ide."

"Aku juga masih mampu, Kura-Kura."

"Percaya Juragan, tapi kalau umur sudah tua lebih baik siap-siap cari bekal untuk ganti alam."

"Kura-Kura... Kura-Kura..., tingkahmu seperti manusia saja. Berkata bijak. Bersikap sebaliknya."

"Hehehe...kelakuan manusia yang baik bolehlah kita tiru Juragan."

"Yayaya...akan kupikir-pikir," kata Ki Mandahong sambil cemberut.

Sejak saat itu mereka menjadi teman baik. Ki Mandahong senang karena ada Kura-Kura yang bisa disuruh-suruh. Begitu pula Kura-Kura merasa senang karena diakui oleh mantan seorang raja. Mereka sering bicara di bawah pohon limus. Kadang membicarakan masalah pribadi. Kadang membahas masalah kerajaan.(2)

10. Kucing dan Tikus

Ada sebuah pulau kecil, jauh di tengah hutan belantara. Pulau itu dihuni oleh Kucing dan Tikus. Mereka tinggal di pulau itu sudah lama sekali. Kucing dan tikus bersahabat erat sekali. Mereka tidak pernah bertengkar dan tidak pernah ribut. Siapa pun yang dapat rezeki mereka membaginya dengan adil.

Kucing memanggil Tikus dengan sebutan Rai (adik), sedangkan Tikus memanggil Kucing dengan sebutan Akang (kakak). Kucing dan tikus saling menyayangi, mereka tidak pernah berpisah, susah senang ditanggung bersama. Mereka saling melindungi.

Mereka bersedih karena makanan makin lama makin berkurang. Selain itu, mereka mendengar kabar akan datang bahaya menimpa pulau itu. Kucing sangat bingung. Ia bermaksud ingin bertani dan berkebun, hanya susah untuk mendapat bibitnya.

"Rai, cepat ke sini. Akang punya pikiran, mana tahu pikiran kita sama."

"Ada apa, Kang?"

"Kita jangan diam saja. Makanan kita hampir habis. Akang punya niat ingin berkebun, tapi tidak punya bibitnya. Sekarang, Akang minta tolong supaya Rai mencari bibit yang bisa ditanam di pulau ini, terutama bibit hanjeli, bibit terigu, dan bibit jagung.

"Mmm...jika itu kehendak Akang, saya menurut saja. Namun, Rai bingung, di pulau ini tidak ada petani seorang pun. Ke mana Rai harus mencarinya?"

"Ya... itu masalahnya. Rai harus menyeberangi lautan yang luas dan dalam. Tidak ada rakit dan tidak ada perahu," kata Kucing. "Akang tadi malam mimpi ketemu Kelinci dan Babi Hutan, mereka sudah jadi saudagar. Katanya, di tempat tinggal mereka, tanaman subur-subur dan banyak makanan. Kelinci berjanji mau memberi bibit tanaman yang kita perlukan. Selain itu, Babi Hutan memberitahu di pantai ada pohon dadap kering yang bisa digunakan sebagai perahu, tetapi sayang karena batang dadap itu pendek dan kecil, hanya cocok untuk tubuhmu."

Demi persahabatan dan persediaan makanan yang hampir habis, Tikus berangkat mengarungi lautan luas dengan menggunakan sepotong kayu dadap berduri. Suatu hari sampailah Tikus di tepi pantai. Ia segera turun, kemudian menyimpan kayunya di suatu tempat yang tersembunyi. Tikus menuju rumah saudagar Kelinci. Sesampainya di tempat Kelinci, Tikus disambut dengan baik oleh saudagar Kelinci.

"Saya disuruh oleh saudara saya, sang Kucing, untuk meminta bibit tanaman. Mudah-mudahan saudagar Kelinci sudi mengabulkan keinginan saudara saya itu. "

Melihat perjuangan Tikus yang sangat berat, mengarungi lautan luas hanya dengan sebatang pohon dadap, muncul rasa kasihan saudagar Kelinci.

"Maksud kedatanganmu, saya sudah tahu. Tikus, bibit apa pun di sini ada. Mau bawa seberapa pun boleh. Tapi saya kasihan sama kamu sebab kamu hanya menggunakan sebatang pohon kayu. Saya takut kamu sudah bawa banyak, berat, malah kamu tenggelam."

"Tuan, saya hanya akan membawa bibit semampu saya saja. Saya tahu perjalanan saya sangat berat."

"Mmm... bolehlah, kalau begitu."

Akhirnya, Tikus berpamitan kepada saudagar Kelinci. Ia membawa bibit padi sedikit dan biji jagung dua biji. Bibit itu dimasukkan ke mulutnya, kemudian dijaga oleh lidahnya supaya tidak jatuh.

Dalam perjalanan pulang, tikus berjuang sekuat tenaga supaya bibit-bibit tanaman itu tidak jatuh. Ia bertahan saat dihempas gelombang besar dan perahunya hampir saja karam. Bahkan, saat dirinya merasa haus dan lapar, ia tetap saja mengatupkan mulutnya. Tikus itu sampai juga ke rumah sahabatnya. Melihat kedatangan Tikus, dengan tergopoh-gopoh Kucing menyambutnya.

"Akang sangat senang Rai berhasil menjalankan tugas dengan baik. Sekarang Rai istirahat, biar Akang yang memilah-milah bibit-bibit tanaman ini. Besok kita tanam bersama-sama."

"Baik Kang." Tikus pun segera istirahat.

Keesokan hari kedua sahabat itu menanam bibit-bibit tanaman. Mereka memiliki harapan supaya bibit-bibit itu tumbuh subur dan mereka memiliki persediaan makanan yang banyak. (2)

11. Seekor Kancil yang Selalu Ingat Tuhan

Hutan lebat dan rumput menghijau telah berubah menjadi hutan yang gundul dan gersang. Daun jati, daun karet, dan daun pohon-pohon lain yang ada di hutan itu telah gugur. Rumput-rumput pun telah mengering, semuanya berwarna kecoklatan. Tak ketinggalan pohon-pohon di pinggir sungai, semuanya layu. Kemarau yang panjang telah tiba. Sawah dan sungai pun kering kerontang.

Seekor kancil jantan yang tanduknya baru ke luar, menandakan dia baru saja tumbuh dewasa, sangat kehausan. Bibirnya pecah-pecah. Ia telah berlari ke sana kemari mencari sumber air, tapi setetes pun tak didapatkannya.

Kancil jantan itu sangat sedih dan tubuhnya sudah lemas. Ia duduk sujud seperti manusia memuja Tuhan. Hatinya menjerit meminta pertolongan kepada Tuhan yang Mahakuasa.

"Ya Allah yang Maha Agung, hamba mohon pertolonganmu. Hamba kehausan dan kelaparan. Berilah hambamu ini sedikit air dan rumput."

Setelah sujud, ia duduk lalu melihat-lihat ke kiri ke kanan, ke depan dan ke belakang. Ajaib, dari arah depan ia melihat gerombolan pepohonan yang agak kehijauan di sebuah bukit. Kancil berlari ke tempat itu. Tempat itu ternyata cukup jauh. Ia melewati kebun ilalang yang baru saja dibakar orang sampai badan kancil itu kotor terkena debu. Namun, ia tidak mempedulikannya. Keinginannya hanya satu, yaitu ingin cepat minum.

Kancil sampai ke sebuah bukit. Pohon-pohon dan rerumputan di bukit itu ternyata masih subur.

"Ohhh! Sumber air kah itu?" kata kancil bicara sendiri. Ia kemudian mencermati keadaan sekelilingnya. Ternyata ada aliran air yang bening, mengalir ke sebuah cekungan. Sementara itu,tanaman dan rumput di pinggir cekungan air itu pun warnanya hijau.

"Terima kasih Tuhan, doa hambamu dikabulkan," kata Kancil. Ia tidak buru-buru minum dan makan. Namun, sujud syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Setelah itu, ia baru minum pelan-pelan.

Ternyata di belakang kancil ada seekor serigala yang tengah memburunya. Kancil tidak menyadari keadaan itu. Serigala sendiri ragu-ragu karena badan Kancil yang belang-belang kotor itu seperti anak Harimau. Sementara, kepalanya seperti kepala Kancil. Jadi, serigala itu hanya mengawas-awasi saja.

Yang berbuat seperti itu ternyata tidak hanya Serigala, juga seekor Macan Tutul tengah mengintip di atas sebuah pohon. Kancil tenang-tenang saja karena tidak mengetahui dirinya dijadikan rebutan dua binatang pemangsa. Macan Tutul dari atas dahan meloncat ke hadapan kancil. Ia takut keduluan Serigala.

"Macan Tutul, jangan ganggu buruanku!"

"Enak saja. Ini jatahku, tahu?"

Serigala marah kepada Macan Tutul. Sebaliknya, macan tutul juga marah karena merasa terganggu.

"Celaka!" Kata Kancil sambil mengelus dadanya. Kancil sangat kaget di hadapannya ada dua hewan pemangsa yang memperebutkan dirinya. Ia sangat takut karena melawan seekor binatang pemangsa saja tidak berdaya. Apalagi, jika harus melawan dua binatang sekaligus. Dalam ketakutannya, Kancil sujud dan berdoa kepada penciptanya.

"Ya Allah, Yang Mahabaik. Allah Yang Maha Sempurna. Allah Yang Maha Abadi. Allah Yang Maha Asih. Allah Yang Maha Tahu. Allah Yang Ada di mana-mana. Allah Yang Mahakuasa. Hamba tiada daya dan upaya mohon diselamatkan oleh-Mu dari bahaya Serigala dan Macan Tutul yang akan memangsa hamba."

Setelah berdoa, ia merasa mempunyai kekuatan. Kancil membentak kedua binatang yang tengah bertengkar itu.

"Serigala dan Macan Tutul! Selamat datang. Kalian pasti haus dan lapar. Mari kita minum. Air ini berasal dari Allah untuk kita minum."

Serigala dan Macan Tutul berhenti bertengkar. Mereka Kaget mendengar suara Kancil yang kencang dan penuh keberanian.

"Benar katamu. Aku ingin minum dan ingin makan. Untuk minum ada air. Untuk makan ada kamu. Kamu juga sama untuk minum ada air untuk makan ada rumput," kata Macan Tutul.

"Kancil, kamu bukan jatah Macan Tutul, tapi untukku. Aku yang sudah mengikutimu sejak lama."

"Bukan, kamu bukan jatah serigala. Tapi, jatahku. Aku yang punya hak sebab aku yang mengawasi dan mengikuti gerak-gerik kalian."

"Heh, kalian! kenapa ngomongnya ngawur. Apa kalian tidak tahu, siapa aku? Kepalaku memang Kancil, tapi badanku Macan Lodaya. Jadi, kesukaanku bukan hanya rumput, juga daging Serigala. Tandukku sakti. Siapa yang kutubruk, langsung mati dan dagingnya kupakai sarapan. Tidak menemukan Serigala, makan rumput pun jadi. Tidak menemukan rumput, makan macan tutul pun tak apa-apa."

Macan Tutul dan Serigala terkejut mendengar kata-kata Kancil. Malahan Serigala merasa agak takut.

"Sekarang aku tak akan makan daging sebab ada rumput. Silakan serigala untuk Macan Tutul sebab Macan Tutul tak mau makan rumput atau sebaliknya, Macan Tutul untuk serigala. Kalau tidak habis, aku dibagi supaya kenyang. Makan daging sebagai pencuci mulut, 'kan enak'."

Kancil lalu minum sekenyangnya, kemudian makan rumput, dan pura-pura tidak punya rasa takut kepada kedua binatang pemangsa itu. Sementara itu, serigala dan Macan Tutul berkelahi. Mereka saling menggigit, saling mencakar, dan saling membanting. Siapa yang kalah dagingnya akan dimakan.

Sesudah kenyang kancil kabur menyelamatkan diri. Sambil tidak lupa ia berterima kasih kepada Allah pencipta alam.

"Ya Allah, Yang Maha Penyayang. Ya Allah, Yang Maha Bijaksana. Terima kasih atas kasih sayang-Mu. Terima kasih. Hamba telah terlepas dari marabahaya"

Begitulah doa Kancil sambil mencium tanah, seperti orang yang tengah bersujud. Sementara itu, Serigala yang bertengkar dengan Macan Tutul telah berhenti. Serigala jadi pincang dan buta dianiaya Macan Tutul, kemudian ia melarikan diri. Macan Tutul pahanya sempal digigit Serigala.(2)

12. Siti Buru

Pada suatu danau di pinggiran hutan, hiduplah ibu itik bersama kelima anaknya. Keempat anaknya memiliki bulu kuning keemasan. Sayang, anak bungsunya sangat jelek. Bulunya jarang dan tipis. Badannya kecil dan kurus. Setiap hari bila ibu itik sedang mencari makan, si itik jelek ini selalu diejek saudara-saudaranya. Ia dijuluki si itik buruk rupa disingkat Siti Buru.

Siti Buru tumbuh menjadi itik yang pemurung dan pendiam. Ia tidak berani mengatakan kepada ibunya tentang perlakuan keempat kakaknya. Kemarau panjang melanda di hutan itu. Danau tempat tinggal mereka mulai mengering. Ibu itik berpamitan kepada kelima anaknya. Ia akan pergi ke dalam hutan mencari danau yang masih banyak airnya. Ia berpesan kepada anak tertua agar menjaga keempat adiknya. Ibu itik pun segera pergi.

Setelah kepergian ibu itik, Siti Buru semakin diperlakukan tidak baik. Siti Buru bertanya kepada keempat kakaknya, "Kakak mengapa kalian selalu berperilaku buruk kepadaku? Padahal kalian cantik dan aku buruk rupa. Aku tidak ada apa-apanya kan dibanding kalian?" Kakak Siti Buru menjawabnya, "Justru itu! Kamu buruk rupa tetapi ibu sangat menyayangi kamu. Seharusnya ibu lebih menyayangi kami yang cantik-cantik ini! Tetapi kenyataannya ibu lebih membanggakan kamu daripada kami Apa sih kelebihanmu?"

Beberapa waktu kemudian datanglah kucing hutan mendatangi mereka. Siti Buru dan keempat kakaknya ketakutan. Tiba-tiba Siti Buru berteriak, "Kakak-kakak bersembunyilah di belakang tubuhku. Aku akan berusaha menghalau kucing itu!"

Keempat kakaknya ketakutan dan bersembunyi di belakang tubuh kecil Siti Buru. Siti Buru terus berusaha menghalau kucing itu dan melindungi keempat kakaknya dengan sayap mungilnya. Ia berusaha sekuat tenaga "Kwik ... kwik ... kwik...".

Sayang, cakar kucing itu mengenai dada dan kaki Siti Buru. Darah mengucur, tetapi ia terus berusaha melindungi keempat kakaknya. Siti Buru semakin lemah. Tiba-tiba, "Kwek ...kwek ... kwek ... " Suara ibu mereka nyaring.

Ia datang di saat yang tepat. Kucing hitam segera pergi meninggalkan kelima anak itik itu. Ibu itik menangis melihat Siti Buru terkapar. Keempat anaknya yang lain hanya bisa tertegun melihat adiknya terkapar. Mereka semua mengira Siti Buru telah tewas.

"Bagaimana kalian ini tidak bisa menjadi kakak yang bertanggung jawab! Kalian malah mengorbankan Siti Buru Tahukah kalian mengapa ibu sangat menyayanginya? Ibu menanti begitu lama untuk menunggunya menetas. Ia juga lahir dengan kelemahan dan kekurangan fisik. Ibu harus memberi perhatian lebih kepadanya agar ia tumbuh normal seperti kalian! Kalian juga perlu tahu, betapa ia menyayangi kalian. Ia selalu meminta kepada ibu untuk mendahulukan kepentingan kalian. Ia makan dari makanan sisa kalian ...", Ibu itik terus meratapi Siti Buru.

Tiba-tiba, "Kwik ... kwik ..." terdengar suara Siti Buru. Ternyata ia belum tewas. Ibu dan keempat kakaknya begitu bahagia melihat Siti Buru sadar. Siti Buru dirawat dengan baik. Kini, keempat kakaknya menyayangi Siti Buru. Keluarga Siti Buru itu hidup penuh dengan kasih sayang.(3)

13. Tewas Karena Belas Kasihan

Ada seorang Brahmana, selesai berguru pada Begawan Wrehaspati. Ia sudah memiliki ilmu yang sempurna. Lalu ia pulang ke kampung halaman. Ia melalui gunung dan hutan belantara. Ia menemukan harimau yang pingsan karena digigit ular berbisa.

Brahmana merasa kasihan melihat keadaan harimau yang terkapar di tanah. Ia sangat iba melihatnya. Lalu diobatilah harimau itu dengan ramuan tumbuh-tumbuhan yang ada di situ.

Maka sembuhlah harimau itu seperti sediakala. Harimau itu sadar, ia melihat ada sang Brahmana. Lalu berkatalah harimau itu, "Kamu Sang Brahmana sekarang saatnya aku santap. Tentu kamulah pemberian Dewa Rudra untuk makananku," demikian kata harimau itu. Lalu diterkamlah Sang Brahmana itu. Tewaslah Sang Brahmana, oleh karena kebaikannya sendiri. (3)

Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat Nusantara

14. Ande-Ande Lumut (Cerita Rakyat Provinsi Jawa Timur)

Pada suatu hari, tinggalah seorang wanita cantik bernama Dewi Candra Kirana. la memiliki suami seorang putra mahkota Kerajaan Jenggala. la bernama Raden Putra. Raden Putra diusir dari Kerajaan Jenggala. la tidak mau menggantikan ayahnya menjadi raja. la pergi tanpa mengajak istrinya. Istrinya tidak tahu suaminya akan pergi kemana.

Suatu hari, Dewi Candra Kirana mencari keberadaan Raden Putra, Dewi Candra Kirana menyamar menjadi perempuan desa biasa. Dalam perjalanannya, ja bertemu dengan seorang janda kaya. Namanya Mbok Randa Karangwulusan. la lalu mengangkat Dewi menjadi anak angkatnya.

Mbok mengganti nama Dewi dengan nama Kleting Kuning. Sebenarnya Mbok sudah memiliki tiga anak perempuan. Mereka adalah Kleting Abang, Kleting Wungu dan Kleting Biru. Dewi Candra Kirana atau Kleting Kuning dianggapnya sebagai anak bungsu.

Ketiga anak Mbok Randa Karangwulusan tidak menyukai Kleting Kuning. Mereka selalu berperilaku jahat terhadapnya. Mereka iri dengan kecantikan Kleting Kuning. Mereka bahkan memaksa Kleting kuning untuk selalu menggunakan pakaian jelek agar terlihat lush seperti pembantu.

Selain itu, Mereka selalu memerintahkan Kleting Kuning untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Seperti, mencuci pakaian, piring, membersihkan rumah dan masih banyak lagi. Terkadang, mereka meminta Kleting kuning untuk membersihkan hal-hal yang sulit dikerjakan. Tubuh Kleting Kuning menjadi berbau karena ia tidak memiliki kesempatan untuk mengurus dirinya sendiri. Kleting Kuning tidak pernah mengeluhkan apa yang telah saudaranya perbuat. la selalu sabar dan ikhlas. la percaya kesabaranku ini akan membuahkan hasil dikemudian hari.

Suatu hari tersiar kabar bahwa di desa Dadapan ada seorang pria tampan yang sedang mencari istri. Mbok Randa memerintahkan ketiga anaknya untuk menemui pemuda tampan itu. Sedangkan Kleting Kuning dimintanya agar tetap di rumah.

Ketiga anak Mbok Randa pergi menuju desa Dadapan. Mereka mengenakan pakaian yang paling bagus yang mereka punya. Menuju desa Dadapan tidaklah mudah, Mereka harus melewati sungai luas terlebih dahulu. Mereka mulai kebingungan bagaimana mereka bisa melewati sungai itu.

Tiba-tiba muncullah seekor kepiting raksasa. Kepiting it bernama Yayu Kangkang. Yayu Kangkang menawarkan bantuan dengan imbalan. Imbalannya ialah agar ketiga putri Mbok Randa itu bersedia dicium dan mencium Yayu Kangkang.

Mendengar hal itu, Kleting Abang, Kleting Wungu, dan Kleting Biru tidak berkeberatan mencium dan dicium Yayu Kangkang bag mereka yang terpenting adalah dapat menyeberangi sungai lebar itu pun meneruskan perjalanan menuju desa Dadapan. Kabar tersiarnya pemuda sangat tampan juga sampai kepada Kleting Kuning. Kleting Kuning lalu meminta izin kepada Mbok Randa Karangwulusan. Namun Mbok malah berkata:

"Apa? Engkau ingin juga melamar Ande-ande Lumut yang amat tampan itu?" (Dengan nada yang benar-benar melecehkan Kleting Kuning). 'Bercerminlah dahulu dirimu hei Kleting Kuning jangan sampai Ande-ande Lumut yang tampan itu menjadi muak ketika melihat wujudmu yang menyedihkan itu."

Kleting Kuning sama sekali tidak sakit hati dengan perkataan Mbok Randa. la tetap bersikeras untuk dapat menemui Ande-ande Lumut. Sampai akhirnya Mbok Randa mengijinkan Kleting Kuning pergi.

Sama halnya dengan Kleting Abang, Kleting Wungu, dan Kleting Biru. Kleting Kuningpun ditawari menyeberangi sungai oleh Yayu Kangkang si Kepiting Besar. Kleting Kuningpun bersedia dengan persyaratan yang diberikan oleh Yayu. Namun, Kleting Kuning tidaklah kehabisan akal. la sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Sesampainya a menyebrangi sungai, Kleting Kuning bergegas menempelkan kotoran ayam yang ia bawa ke pipinya. Hal ini berhasil membuat Yayu Kangkang tidak mau mencium Kleting Kuning karena baunya yang amat menyengat.

Sesampainya di desa Dadapan, Kleting Kuning mendapati ketiga kakak angkatnya telah ditolak Ande-Ande lumut. Rupanya Ande-Ande Lumut menolak mereka karena mereka telah dicium oleh Yayu Kangkang.

Kleting Kuning terus melanjutkan perjalanannya menuju Ande-ande lumut. Sesampainya di sana, Kleting melihat Ande-ande lumut. Tak disangka Ande-ande lumut menyambut kedatangan Kleting Kuning. Mbok Randa Dadapan yang merupakan Ibu angkat Ande-ande lumut sampai berkata:

"Begitu banyaknya gadis-gadis berwajah cantik dan menarik yang datang kepadamu nak, namun kau senantiasa menolaknya. Sedangkan gadis ini, gadis yang berpakaian kumal lagi bau badannya ini kau sambut dengan wajah berseri-seri"

Mendengar perkataan ibu angkatnya itu, Ande-ande lumut segera menjawab: "Ibu jangan melihat penampilan luarnya".

"Sesungguhnya gadis ini mampu menjaga kehormatan dirinya. Tidak seperti gadis-gadis lainnya. la tidak sudi dijamah Yuyu Kangkang. Dialah calon istri yang terbaik untukku"

Ketika itu Kleting Kuning pergi meminta izin untuk membersihkan diri. Betapa kagetnya Ande-ande Lumut ketika melihat Kleting Kuning yang sudah mengenakan pakaian yang layak. la menjadi wangi dan kecantikannya terpancar. Kecantikan yang terpancar itu rupanya tidak asing bagi Ande-ande Lumut. Ande-ande Lumut berkata:

"Dewi Candra Kirana!, ini aku Raden Putra suamimu."

Seketika itu semua orang yang melihat tercengang. Begitu juga ketiga saudara angkat Kleting Kuning. Mereka sangat kaget ketika mengetahui kalau Kleting Kuning adalah Dewi Candra Kirana dan Ande-ande Lumut adalah Raden Putra.

Dewi Candra Kirana dan Raden Putra amat sangat senang. Mereka akhirnya bertemu satu sama lain. Keduanya lantas hidup sebagai suami istri kembali seperti yang mereka lakukan dahulu di istana Kerajaan Jenggala.(4)

15. Batu Golog (Cerita dari Provinsi Nusa Tenggara Barat)

Dahulu kala, hiduplah sepasang suami istri bernama Amaq Lembain dan Inaq Lembain. Mereka dikaruniai dua orang anak. Mereka tinggal di daerah Padamara dekat dengan sungai Sawing.

Mereka hidup miskin. Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Mereka berkeliling desa setiap hari. Mereka menawarkan tenaga- nya untuk menumbuk padi. Kedua anak mereka pun selalu ikut bekerja.

Suatu hari, saat Inaq Lembain akan menumbuk padi, ditaruhlah anaknya di atas sebuah batu ceper disebut juga dengan batu golog dekat dengan tempatnya bekerja. Inaq berkata:

"Tunggulah disini nak, jangan kemana- mana!"

"Baiklah ibu. Kami akan tetap di sini", jawab kedua anaknya.

Mulailah Inaq Lembain menumbuk padi, namun setiap kali la menumbuk, batu ceper yang diduduki kedua anaknya semakin meninggi. Merasa seperti diangkat, anak sulungnya berkata:

"Ibu batu tempat dudukku ini semakin meninggi".

"Anakku tunggulah sebentar, ibu baru saja menumbuk". Jawab Inaq.

Kesibukkan Inaq betul-betul membuatnya lupa jika anaknya dari tadi sudah memberitahunya. Batu itu terus meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak Inaq Lembain berteriak sekerasnya, namun masih tidak dihiraukan karena kesibukannya menumbuk dan menampi beras. Suara anaknya yang tadi terdengar dengan jelas kini semakin lama semakin sayup hingga tak terdengar kembali.

Saat itu Inaq masih belum menyadari kalau anaknya dalam masalah. la berpikir kedua anaknya telah berhenti menangis. la memutuskan untuk melihat anaknya. Betapa kagetnya Inaq Lembain melihat anaknya sudah tidak ada. Batu yang dipakai kedua anaknya menjadi begitu tinggi menembus awan.

Inaq Lembain amatlah sedih. la menangis tersedu- sedu. la kemudian berdoa agar dapat mengambil anaknya. Tanpa disangkanya, doanya terkabul.

la diberi kekuatan. Sabuk yang ia pakai bisa memotong batu itu. Batu itu terbelah menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang menyebabkan tanah di sana bergetar. Kemudian tempat itu diberi nama Desa Gembong.

Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Dan potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker. Sedangkan kedua anak Inaq Lembian tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah menjadi burung Kelik. Oleh karena keduanya berasal dari manusia maka kedua burung itu tidak mampu mengerami telurnya.(4)

16. Batu Menangis (Cerita dari Provinsi Kalimantan Barat)

Pada zaman dahulu kala di sebuah bukit tinggalah seorang janda tua dengan anaknya. Anaknya begitu cantik. Namun, perilakunya tak secantik parasnya. Setiap hari ia selalu bersolek, bermalas-malasan tanpa memikirkan ibunya.

Ia juga begitu manja. Keinginannya harus selalu dipenuhi tanpa memikirkan keadaan ibunya yang miskin. Ibunya yang begitu menyayanginya setiap hari harus bekerja demi memenuhi keinginan sang anak dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Suatu hari, sang ibu mengajaknya ke desa untuk berbelanja. Mendengar hal itu sang anak bergegas bersolek dan mengenakan pakaian yang bagus. Sedangkan ibunya hanya memakai pakaian yang dekil.

Sang ibu rela tidak memiliki baju bagus demi memenuhi keinginan sang anak. Ibu dan anak itu pergi menuruni bukit menuju desa. Sang anak di depan dan ibunya di belakang. Ketika sampai di desa, banyak orang yang terpana melihat kecantikan sang anak. Hingga ada seorang pemuda yang bertanya kepada sang anak:

"Hai cantik, apa yang berjalan di belakang itu ibumu?"

"Bukan!, ia pembantuku." Jawab sang anak.

Mereka kemudian meneruskan perjalanan. Namun, banyak sekali orang yang menanyakan hal sama terhadapnya. Setiap kali orang bertanya mengenai ibunya, ia selalu menjawabnya bahwa ia adalh pembantu. Masyarakat desa tidaklah tahu kehidupan ibu dan anak ini. Letak mereka yang begitu jauh dari desa tidak banyak yang mengetahuinya.

Awalnya sang ibu sabar mendengar perkataan anaknya ini. Namun, ia tak kuasa menahan kesedihan yang diberikan oleh sang anak. Sang ibupun berdoa:

"Ya Tuhan, hamba tak kuasa menahan hinaan ini, anak kandung hamba begitu teganya memperlakukanku seperti ini. Ya Tuhan, hukumlah anak yang durhaka ini! hukumlah dia!". ucap sang ibu.

Atas kehendak Tuhan, sang anakpun tubuhnya berubah perlahan-lahan menjadi batu mulai dari kakinya, hingga ke perutnya. Ketika perubahan itu sudah mencapai setengah badannya ia memohon ampun sambil menangis kepada ibunya.

"Ibu... ibu.. ampunilah aku, ampuni anakmu yang durhaka ini, Ibu... ampunilah aku ibu...!" ucap sang anak.

Dia terus menangis dan meratap memohon kepada ibunya, namun semua itu sudah terlambat sehingga tubuh sang anak pun berubah menjadi batu. Meskipun sudah menjadi batu, namun semua orang dapat melihat kalau kedua matanya itu menitikkan air mata seperti sedang menangis. Oleh karena itu batu yang berasal dari seorang gadis yang dikutuk oleh ibunya itu disebut dengan "Batu Menangis". (4)

17. Buaya Perompak (Cerita dari Provinsi Lampung)

Ada sebuah kisah, di sebuah sungai bernama Tulang Bawang. Sungai itu terkenal sekali dengan keganasan buayanya.

Suatu hari, Seorang gadis berparas cantik hilang di sungai itu. Namanya Aminah. la sedang mencuci pakaian di sungai itu. Banyak warga yang mencari Aminah. Tetapi, Aminah tidak ditemukan.

Berhari-hari warga mencari Aminah, namun masih saja tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Warga saat itu memutuskan untuk berhenti melakukan pencarian. Mereka menganggap Aminah sudah dimakan buaya.

"Ayah, Ibu, aku ada di mana?" gumam Aminah setengah sadar memanggil kedua orangtuanya.

Dengan sekuat tenaga, Aminah bangkit dari tidurnya. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa dirinya berada dalam sebuah gua. Yang lebih mengejutkannya lagi, ketika ia melihat dinding-dinding gua itu dipenuhi oleh harta benda yang tak ternilai harganya.

"Wah, sungguh banyak perhiasan di tempat ini. Tapi, milik siapa ya?" tanya Aminah dalam hati.

"Hai, Gadis rupawan! Tidak usah takut. Benda-benda ini adalah milikku." Terdengar suara keras dari kejauhan.

"Kamu siapa? Wujudmu buaya, tapi kenapa bisa berbicara seperti manusia?" tanya Aminah dengan perasaan takut.

"Tenang, Gadis cantik! Wujudku memang buaya, tapi sebenarnya aku adalah manusia seperti kamu. Wujudku dapat berubah menjadi manusia ketika purnama tiba," kata Buaya itu.

"Kenapa wujudmu berubah menjadi buaya?" tanya Aminah ingin tahu.

"Dulu, aku terkena kutukan karena perbuatanku yang sangat jahat. Namaku dulu adalah Somad, perampok ulung di Sungai Tulang Bawang. Aku selalu merampas harta benda setiap saudagar yang berlayar di sungai ini. Semua hasil rampokanku kusimpan dalam gua ini," jelas Buaya itu.

"Lalu, bagaimana jika kamu lapar? Dari mana kamu memperoleh makanan?" tanya Aminah.

"Kalau aku butuh makanan, harta itu aku jual sedikit di pasar desa di tepi Sungai Tulang Bawang saat bulan purnama tiba. Tidak seorang penduduk pun yang tahu bahwa aku adalah buaya jadi-jadian. Mereka juga tidak tahu kalau aku telah membangun terowongan di balik gua ini. Terowongan itu menghubungkan gua ini dengan desa tersebut," ungkap Buaya itu.

"Hai, Gadis Cantik! Siapa namamu?" tanya Buaya itu.

"Namaku Aminah. Aku tinggal di sebuah dusun di tepi Sungai Tulang Bawang," jawab Aminah.

"Wahai, Buaya! Bolehkah aku bertanya kepadamu?" tanya Aminah

"Ada apa gerangan, Aminah? Katakanlah!" jawab Buaya itu.

"Mengapa Anda menculikku dan tidak memakanku sekalian?" tanya Aminah heran.

"Ketahuilah, Aminah! Aku membawamu ke tempat ini dan tidak memangsamu, karena aku suka kepadamu. Kamu adalah gadis cantik nan rupawan dan lemah lembut. Maukah Engkau tinggal bersamaku di dalam gua ini?" tanya Buaya itu.

"Ma... maaf, Buaya! Aku tidak bisa tinggal bersamamu. Orang tuaku pasti akan mencariku," jawab Aminah menolak.

"Jika Engkau bersedia tinggal bersamaku, aku akan memberikan semua harta benda yang ada di dalam gua ini. Akan tetapi, jika kamu menolak, maka aku akan memangsamu," ancam Buaya itu.

"Baiklah, Buaya! Aku bersedia untuk tinggal bersamamu di sini," jawab Aminah setuju.

Pada suatu hari, Buaya Perompak itu sedikit lengah. la tertidur pulas dan meninggalkan pintu gua dalam keadaan terbuka. Melihat keadaan itu, Aminah pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.

"Inilah kesempatanku untuk keluar dari sini," kata Aminah dalam hati.

"Terima kasih Tuhan, aku telah selamat dari ancaman Buaya Perompak itu," Aminah berucap syukur.

"Hai, Anak Gadis! Kamu siapa? Kenapa berada di tengah hutan ini seorang diri?" tanya penduduk desa itu.

"Aku Aminah, Tuan!" jawab Aminah.

Setelah itu, Aminah pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga ia berada di hutan itu. Oleh karena merasa iba, penduduk desa itu pun mengantar Aminah pulang ke kampung halamannya. Sesampai di rumahnya, Aminah pun memberikan penduduk desa itu hadiah sebagian perhiasan yang melekat di tubuhnya sebagai ucapan terima kasih.

Akhirnya, Aminah pun selamat kembali ke kampung halamannya. Seluruh penduduk di kampungnya menyambutnya dengan gembira. la pun menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya kepada kedua orangtuanya dan seluruh warga di kampungnya. Sejak itu, warga pun semakin berhati-hati untuk mandi dan mencuci di tepi Sungai Tulang Bawang.(3)

18. Purbasari dan Purbararang (Cerita dari Provinsi Jawa Barat)

Cerita Purbasari dan Purbararang ini bercerita tentang kakak beradik Purbasari yang baik hati dan Purbararang yang dengki. Suatu hari di Pasundan, Raja Prabu Tapa Agung memilih Purbasari sebagai ratu, hal tersebut memicu rasa dengki dalam hati Purbararang.

Purbararang lalu meminta penyihir untuk mengutuk Purbasari sehingga tubuhnya muncul bintik-bintik hitam. Hal tersebut membuat Purbasari diusir ke hutan dan berteman dengan kera misterius bernama Lutung Kasarung.

Singkat cerita, Lutung Kasarung membantu Purbasari agar kutukannya hilang. Setelah sembuh, Purbasari dan Lutung Kasarung pergi ke istana kerajaan. Sesampainya di istana, mereka bertemu Purbararang, dan ia berkata jika ingin menjadi ratu harus memiliki suami yang tampan.

Lutung Kasarung akhirnya mengubah dirinya menjadi pangeran tampan. Purbararang pun terkejut melihat kejadian tersebut. Purbararang akhirnya menyadari kesalahannya dan meminta maaf.

Purbasari memaafkan saudarinya dan ia pun menjadi ratu, didampingi oleh pangeran tampan. Pesan moralnya adalah menjadi anak baik hati, tidak dengki, dan jangan mencelakai orang lain karena Tuhan membenci sikap dengki.(3)

Kumpulan Dongeng Legenda

19. Bandung Bondowoso

Tersebutlah sebuah kerajaan besar di Prambanan. Rajanya bernama Raja Boko. Raja Boko sangat bengis. Setiap hari ia menyantap manusia. Berita itu terdengar oleh Bandung Bondowoso. Ia benci mendengar ada raja menyantap manusia.

Bandung Bondowoso menyerahkan diri agar menjadi santapan Raja Boko. Tetapi ia meminta syarat. Adapun syaratnya jika dapat mengalahkan Bandung Bondowoso. Raja Boko merasa dihina. Ia marah besar. Apa pun kehendaknya akan dilayani.

Bandung Bondowoso mengajak bertempur di lapangan luas. Siapa saja boleh menonton. Terjadilah pertempuran hebat. Kadang Bandung terdesak. Lalu berganti Raja Boko yang terdesak. Akhirnya Raja Boko lengah. Ia terbunuh oleh Bandung Bondowoso. Setelah Raja Boko tewas, Bandung masuk istana. Tampaklah putri Raja Boko yang cantik jelita. Ia bernama Roro Jonggrang.

Bandung Bondowoso ingin meminangnya. Sang puteri menyetujuinya. Namun ia minta syarat, yaitu meminta dibuatkan 1000 arca yang dibuat dalam waktu semalam. Permintaan itu disanggupi oleh Bandung Bondowoso. Tersebutlah Bandung bersemedi. Ia meminta bantuan para jin. Untuk membuat arca 1000 buah dalam semalam. Jutaan jin datang membantu membuat arca.

Dalam waktu larut malam Roro Jonggrang mengintip hasil pembuatan arca. Ternyata sudah hampir selesai. Ia bingung bagaimana usahanya agar pembuatan arca gagal. Bandung Bondowoso terkejut ada orang yang menumbuk padi. Ayam jantan berkokok. Disangka waktu sudah pagi. Para jin takut kesiangan.

Mereka bubar berlarian pergi jauh. Maka pembuatan arca baru mencapai 999 buah. Berarti kurang satu. Karena tidak lengkap 1000 arca, maka Roro Jonggrang menolak pinangannya. Marahlah Bandung Bondowoso.

Maka Roro Jonggrang dikutuk oleh Bandung menjadi patung. Roro Jonggrang telah menjadi patung menggenapi 1000 buah arca. Patung Roro Jonggrang terletak di tengah-tengah candi 999 buah.(3)

20. Ken Arok

Tersebutlah suatu hari Ken Arok telah diangkat menjadi pengawal raja Tunggul Ametung di negeri Tumapel. Jika raja bepergian Ken Arok mengawalnya. Karena kelincahannya Ken Arok semakin dipercaya.

Pada saat ke hutan Ken Arok mengawal raja dan permaisurinya. Permaisuri tersebut bernama Ken Dedes. Ia sangat cantik jelita. Ketika sampai di hutan Ken Dedes turun dari kereta kencana. Tampaklah suatu sinar cemerlang keluar dari betis Ken Dedes. Ken Arok tidak tahu apa yang dilihatnya itu.

Sampai di istana ia bertanya dalam dirinya. Apa sinar cemerlang yang dilihat di hutan tadi. Ia lalu bertanya pada Bango Samparan, yaitu orang kepercayaan Ken Arok. Ia adalah ayah angkatnya.

Bango Samparan mengatakan bahwa sinar cemerlang itu adalah suatu wahyu. Ken Dedeslah nanti yang akan menurunkan raja besar di Nusantara. Mendengar cerita itu Ken Arok berpikir jahat. Ia ingin memperistri Ken Dedes. Tetapi harus merebut dari Tunggul Ametung. Ia meminta izin kepada Bango Samparan, akan dibunuhnya Tunggul Ametung.

Bango Samparan berpesan, bahwa ia tidak melarang kehendak Ken Arok. Tetapi Tunggul Ametung adalah raja sakti. Ia dapat dibunuh hanya dengan pusaka yang maha sakti. Bila itu gagal maka Ken Arok akan menerima resikonya. Untuk memenuhi cita-cita itu Ken Arok disuruh minta bantuan kepada Empu Gandring. Ia terkenal pembuat keris sakti.

Ken Arok menemui Empu Gandring untuk dibuatkan keris sakti. Pesan itu pun disanggupi. Berulang kali keris akan diambil, tetapi belum jadi. Kesallah hati Ken Arok. Setelah lama keris pesanan itu diambil. Saat itu sudah jadi, tetapi belum berkerangka.

Dilihatnya keris buatan Empu Gandring memang bagus. Tetapi dasar Ken Arok, melihat keris yang belum berkerangka itu lalu dipegang. Ia marah-marah, lalu ditusuklah Empu Gandring dan tewaslah ia.

Sebelum Empu Gandring meninggal, ia mengutuknya. Dengan keris itulah nanti akan membunuh sampai ketujuh turunan. Kutukan itu cepat-cepat dilupakan. Ken Arok pulang ke keraton lagi.

Keris tidak dibawa pulang ke rumah Ken Arok. Tetapi ia titipkan pada Kebo Ijo. Setelah itu orang lain tahu bahwa Kebo Ijo punya keris baru. Keris tak berangka itu juga sering diperlihatkan pada teman-temannya.

Pada malam hari keris itu dicuri oleh Ken Arok. Lalu menuju tempat peristirahatan raja. Ditikamlah Raja Tunggul Ametung. Tewaslah ia seketika. Keris masih tertancap di dada raja. Pagi hari gemparlah seluruh kerajaan bahwa Raja tewas oleh keris milik Kebo Ijo. Belum sampai Kebo Ijo memberi keterangan, maka ia ditikam oleh Ken Arok dengan keris itu. Maka sebagai pengganti raja adalah Ken Arok. Ia lalu memperistri Ken Dedes.(3)

21. Sangkuriang, Legenda Gunung Tangkuban Perahu

Sangkuriang berkisah tentang seorang putri kerajaan nan cantik jelita, Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang sangat gemar berburu. Karena sebuah kejadian, keduanya terpisah. Bertahun-tahun kemudian, keduanya kembali bertemu.

Namun, Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Sangkuriang yang kadung jatuh cinta berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan Dayang Sumbi. Sementara Dayang Sumbi sekuat tenaga pula berusaha untuk menolaknya.

Maka ia pun bersiasat untuk menentukan syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung aliran Sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.

Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaan tersebut, tetapi Dayang Sumbi menggagalkannya dengan cara memaksa ayam berkokok pada saat hari masih gelap gulita. Sangkuriang marah dan menendang kapal yang sedang dibuatnya hingga tertelungkup berubah menjadi gunung yang dikenal sebagai Tangkuban Parahu.

Kemudian, dia mengejar Dayang Sumbi yang berubah menjadi bukit dikenal sebagai gunung Putri. Sangkuriang yang tidak dapat menemukan Dayang Sumbi pun akhirnya menghilang ke alam gaib. Pesan moral: bersikaplah jujur dan hindari perbuatan curang.(5)

22. Dongeng Anak Keong Mas

Cerita rakyat ini berkisah ada seorang raja yang memiliki dua putri yang cantik. Meski sama-sama cantik tapi kedua putri itu memiliki watak yang berbeda. Sang Kakak sangatlah baik hati dan tidak sombong. Sebaliknya sang adik berwatak angkuh dan kasar.

Suatu hari, raja memanggil Sang Kakak, dan memintanya untuk menikah dengan pangeran tampan dari kerajaan tetangga. Mendengar kabar itu, Sang Adik tidak terima dan merasa cemburu. Akhirnya Sang Adik pergi ke rumah penyihir dan meminta agar penyihir mengubah kakaknya menjadi seekor keong. Dan berubahlah sang kakak menjadi seekor keong.

Penyihir berkata Sang Kakak bisa berubah wujud kembali jika ia menemukan cinta sejatinya. Cerita Keong Mas ini berakhir dengan bahagia. Karena akhirnya Sang Pangeran bisa menemukan Keong Mas. Keong Mas pun berubah kembali menjadi seorang putri.(5)

23. Malin Kundang

Alkisah, hiduplah seorang ibu dengan anak laki-laki semata wayangnya bernama Malin Kundang. Ketika Malin Kundang sudah beranjak dewasa, ia pun ingin pergi mengadu nasib di negeri seberang seperti jejak ayahnya. Dengan berat hati, ibu Malin Kundang pun melepaskan kepergian putra tercintanya.

Sesampainya di tanah seberang, ia bekerja pada salah satu saudagar yang kaya raya. Karena ketekunannya, Malin Kundang pun menjadi tangan kanan saudagar kaya tersebut.Ia akhirnya menikahi putri saudagar kaya raya yang cantik dan menjadi orang yang kaya raya. Sayangnya, ketika ia sudah kaya raya dan sukses, ia menjadi lupa dengan orang tuanya. Ketika ia menuju kampung halamannya, ia tidak mengakui ibu kandungnya sendiri yang miskin. Sang ibu kecewa dan sakit hati, ia pun mengutuk Malin Kundang menjadi sebuah batu.(5)

24. Situ Bagendit

Situ Bagendit merupakan cerita rakyat mengenai asal-usul situ Bagendit, di mana pada zaman dahulu, Nyai Bagendit, seorang janda kaya yang pelit, memperlakukan orang disekitarnya dengan kejam.

Suatu hari, Nyai Bagendit menolak membantu kakek pengembara yang haus dengan cara yang kasar sehingga Sang Kakek pun murka, ia menciptakan banjir besar yang menenggelamkan Nyai Bagendit dengan seluruh kekayaannya. Danau Bagendit pun terbentuk, mengajarkan kita untuk menjauhi sifat pelit dan sombong.(6)

25. Misteri Telaga Warna

Cerita rakyat Telaga Warna menceritakan asal usul Talaga Warna. Cerita berawal dari Ratu Purbamanah dan Prabu Suwartalaya, penguasa Kuta Tanggeuhan ingin memiliki anak. Akhirnya Sang Ratu hamil dan melahirkan seorang putri bernama Dewi Kuncung Biru.

Selama hidupnya, Tuang Putri dikenal rakus dan manja. Sampai akhirnya pada usia 17 tahun ia Ingin melakukan pesta mewah, rakyat yang sangat mencintainya pun berbondong-bondong memberikan harta bendanya kepada Tuan Putri.

Namun, apa daya semua pemberian rakyat ditolak mentah-mentah dengan kasar hanya karena tidak menyukai bentuknya. Tiba-tiba langit menjadi gelap dan hujan deras pun turun hingga menenggelamkan Kuta Tanggeuhan menjadi telaga warna-warni atau Telaga Warna.

Adapun pesan moral dari cerita tersebut adalah keserakahan dapat berakibat buruk bagi diri sendiri dan orang lain.(6)

26. Si Kabayan

Cerita ini berkisah tentang seorang lelaki pemalas bernama Kabayan yang suka tidur dan berkhayal. Suatu hari, istri Kabayan meminta dia untuk pergi mencari siput di sawah.

Kabayan pergi ke sawah dan belum pulang padahal sudah sore hari. Istrinya, Iteung, khawatir dan pergi mencarinya di sawah. Di sana, dia menemukan Kabayan sedang mengorek tutut dari pematang sawah.

Kabayan tidak mau turun ke sawah karena menurutnya sawah itu terlalu dalam. Sebal dengan Kabayan, Iteung mendorongnya ke dalam sawah sampai basah kuyup.

Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita ini adalah pentingnya keberanian untuk berkorban demi keberlangsungan hidup. Jika kita tidak mau berusaha dan berkorban, maka kita tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan.(6)

27. Ciung Wanara

Baca Juga Pentingnya Dukungan Psikologis Awal Bagi Kesehatan Mental Remaja Ciung Wanara adalah cerita rakyat yang mengisahkan tentang seorang Raja Kerajaan Galuh bernama Ciung Wanara. Ia dahulu merupakan pangeran terbuang yang dengan perjuangannya berhasil menguasai singgasana Kerajaan Galuh.

Saat menjadi raja, amarah dan dendam membuatnya gelap hati sehingga ia rela berperang dengan saudaranya sendiri yang juga adalah seorang raja. Namun pada akhirnya, ia berhenti berperang karena menyadari bahwa peperangan hanya merugikan masyarakat yang tidak berdosa, kekuasaan haruslah digunakan untuk kebaikan.

Ciung Wanara belajar tentang pentingnya kesetiaan, keadilan, dan pengorbanan. Dengan kebijaksanaan dan keberanian, ia bersumpah untuk memimpin rakyat menuju masa depan yang lebih baik.

Cerita tersebut mengajarkan bahwa sesama saudara tidak boleh bermusuhan tetapi harus saling menyayangi dan mengasihi. Selain itu, pesan moral lainnya adalah pemimpin haruslah memiliki jiwa yang arif sehingga bisa mengantarkan rakyatnya kepada kemakmuran.(6)

Itulah kumpulan dongeng dengan berbagai cerita yang menarik. Selamat membaca ya, detikers!

Catatan Kaki:

1. Buku 5 Dongeng Anak Dunia, laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Buku Kalah oleh Si Cerdik, laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
3. Buku Bahasa Indonesia 3 untuk SD/MI Kelas III
4. Buku Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat Nusantara
5. Sarat Makna, 5 Cerita Dongeng Ini Wajib Didengar Anak, laman SMA Negeri 2 Tanjungpandan-Belitung.
6. 6 Cerita Rakyat Terkenal dari Jawa Barat, laman Direktorat Sekolah Menengah Pertama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.




(alk/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads