Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin berbeda sikap dengan Kepala Cabang Bulog Parepare Jusri Pakke soal 70.000 ton beras impor. Jusri berencana menyerap beras impor tersebut saat Bahtiar tidak ingin menyalurkannya untuk warga di Sulsel.
Bahtiar menegaskan ingin fokus menyerap produksi beras dari petani Sulsel. Dia memastikan beras impor 70.000 ton itu bukan untuk didistribusikan di Sulsel.
"Jadi dipastikan tidak ada yang disalurkan kepada masyarakat," tegas Bahtiar usai panen raya komoditas padi di Desa Alatengae, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Jumat (20/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahtiar menekankan penyaluran beras impor tidak bisa serta merta dilakukan. Kebijakan itupun kata dia, mesti atas instruksinya dengan berbagai pertimbangan.
"Bulog itu (penyaluran beras) ke masyarakat kalau ada perintah dari kita. Misalnya untuk menangani inflasi, ya itupun sudah ada aturannya beras apa istilahnya itu ya. Jadi tidak sembarangan," ujarnya.
Bahtiar mengaku stok beras di Sulsel lebih dari cukup. Apalagi dari 1,7 ton beras yang ada, baru 80.000 ton di antaranya yang terserap.
"Kalau tidak salah, 1,7 juta ton (beras) di Sulawesi Selatan itu. Sementara yang kita pakai kan baru 80.000 ton. Kurang dari 100.000 ton," ucap Bahtiar.
Menurutnya, beras impor 70.000 ton itu merupakan cadangan nasional untuk antisipasi ketersediaan pangan. Beras impor itu dikatakan untuk menyuplai provinsi di luar Sulsel.
"Sulsel menjadi cadangan pangan nasional. Beras kita memang kita simpan di gudang, karena itu sampai di Papua juga. Kalau ada apa-apa bisa kita suplai. Cuma memang tempatnya di sini," imbuhnya.
Sementara Kepala Cabang Bulog Parepare Jusri Pakke mengatakan berencana meminta 5.000 ton beras impor yang masuk ke Sulsel. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan warga Parepare.
"Kami rencana meminta 4-5 ribu (beras impor). Jadi Parepare itu saat ada impor masuk bukan hanya untuk Parepare saja, karena gudang Parepare gudang transitor," kata Jusri kepada wartawan, Jumat (20/10).
Jusri lantas mengungkapkan alasannya untuk menyerap beras impor tersebut. Menurutnya, langkah ini ditempuh ketika produksi beras lokal tidak bisa diserap karena pertimbangan harga.
"Kalau cadangan beras pemerintah bulan ini sampai sekarang nyaris tidak ada yang masuk karena harga di pasaran di atas pembelian pemerintah," jelasnya.
Dia menyadari jika kebijakan impor ini masih dianggap tabu. Namun dia menekankan impor beras tidak masalah selama demi kepentingan masyarakat.
"Memang masyarakat masih menilai beras impor itu barang yang tabu. Tetapi kalau kami di Bulog ya bagaimana menyiapkan beras untuk kepentingan masyarakat dan itu sudah dibahas di pusat," terang Jusri.
Diketahui, kebijakan impor 70.000 ton beras masuk Sulsel menuai pro dan kontra. Sejumlah pihak menimbang plus dan minus atas kebijakan pemerintah tersebut.
Beras Impor Masuk Sulsel Dinilai Aneh
Pengamat Ekonomi asal Universitas Hasanuddin (Unhas) Anas Iswanto Anwar menyoroti impor 70.000 ton beras masuk Sulsel. Anas menilai hal tersebut sebagai kebijakan yang aneh di saat Sulsel dikenal sebagai lumbung pangan.
"Kalau bicara impor, teorinya bilang bahwa kita bisa mengimpor kalau permintaan lebih besar dari suplai, kan begitu. Tetapi Sulsel kan terkenal lumbung beras. Jadi agak aneh kalau kita mengimpor," ujar Anas saat dihubungi, Jumat (20/10).
Anas menegaskan kebijakan itu akan merugikan petani. Situasi ini membuat harga jual beras petani tertekan dengan harga beras impor yang disebut dijual murah.
"Berarti dampaknya nanti akan membuat petani tertekan dengan persoalan itu karena impor yang selama ini terjadi saya lihat, harga impor lebih murah dan kualitasnya lebih baik," tuturnya.
Dia mengaku kebijakan ini akan menimbulkan pro dan kontra. Anas lantas mempertanyakan arah kebijakan impor pemerintah berpihak kepada siapa.
"Memang tidak ada kebijakan yang bisa membuat orang happy, pasti ada kontranya, tetapi ada namanya keberpihakan. Kita mau berpihak kepada siapa. Kebijakan publik ini mau berpihak ke siapa, apakah inflasinya, jangan juga karena inflasi ini kita serabutan membuat kebijakan," cetus Anas.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Kesejahteraan Petani Belum Memadai
Pakar pertanian asal Unhas Prof Baharuddin menganggap kebijakan impor beras 70.000 ton ke Sulsel bersifat sementara. Dia meyakini status Sulsel sebagai lumbung pangan nasional yang punya cadangan beras cukup besar.
"Itu (impor) hanya sementara. Kalau selama ini kita punya produksi kira-kira 3 juta ton beras setiap tahun, bahkan di tahun 2023 ini," kata Baharuddin.
Namun demikian, Baharuddin meminta pemerintah memperhatikan nasib petani di tengah impor 70.000 ton beras. Baharuddin menyebut nasib petani masih jauh dari kata sejahtera.
"Di satu pihak, bagaimanapun petani padi boleh dikata dari kesejahteraan belum memadai. Seharusnya seluruh usaha menanam padi menjadi kewajiban pemerintah mensubsidi," harapnya.
Dia menambahkan pemerintah wajib memfasilitasi petani agar punya pengairan yang cukup dengan membangun bendungan-bendungan di sentra produksi. Pengairan yang bagus bisa mencegah paceklik di musim kemarau panjang..
"Karena kasihan juga beberapa petani paceklik akibat kekurangan air. Baguslah kalau dibangun bendungan di sentra produksi. Pupuk gampang diperoleh, kalau bisa disubsidi," ujar Baharuddin.
Hitung Ulang Stok Beras Sulsel
Anggota DPRD Sulsel Fraksi NasDem Ady Ansar mendesak Pemprov Sulsel mengkaji ulang stok beras yang ada sampai dilakukan impor beras. Data riil itu diperlukan untuk menimbang apakah kebijakan impor beras sudah tepat atau tidak.
"Kita sangat sayangkan, sebagai anggota DPRD Provinsi tentu berharap supaya pemerintah menghitung dengan baik apakah memang kita defisit (beras). Ini kan di Sulsel beberapa daerah sudah panen ini," ucap Ady kepada wartawan, Kamis (19/10).
Pihaknya pun masih mempertanyakan sampai ada beras impor yang masuk di Sulsel. Jangan sampai lanjut dia, kebijakan impor ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
"Kita ini belum ada data disajikan dengan baik. Apalagi kalau misalnya ini impor cokko-cokko (sembunyi-sembunyi) toh, ini kan kesannya tidak bagus. Besar itu 70.000 ton," sebutnya.
Ady mengaku kebijakan impor bisa saja dilakukan. Hanya saja, pertimbangannya harus jelas semisal dengan tujuan untuk menstabilkan harga dan cadangan beras dalam kondisi defisit.
"Sekarang harga memang naik saya akui, tetapi ini mau puncak karena sudah panen di beberapa tempat. Kalau misalnya untuk penanganan jangka pendek boleh-boleh saja, tetapi kita harus hitung dengan betul, kasihanlah masyarakat petani kita," tutur Ady.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Regulasi soal Suplai Beras Lemah
Ketua Komisi B DPRD Sulsel Fermina Tallulembang mengaku heran soal beras impor masuk ke wilayah lumbung pangan. Fermina lantas menyinggung lemahnya regulasi terkait pengaturan stok beras.
"Ini kalau saya kelemahan regulasi di Sulsel ini terlalu bebas pasar untuk mengirim keluar Sulsel punya beras. Dikirim keluar akhirnya stok kita di Sulsel ini berkurang makanya masuk ini beras-beras impor. Buat saya itu miris sekali," ujar Fermina saat dihubungi, Kamis (19/10).
Fermina mengaku tidak habis pikir dengan kebijakan tersebut. Apalagi saat ini beberapa wilayah di Sulsel mulai masuk musim panen.
"Yah, herannya saya begini, lumbung beras, masuk kemarau berarti masih satu kali panen. Mestinya ada ketersediaan kita punya beras," keluhnya.
Menurutnya, hal ini harus menjadi perhatian semua pihak seperti, Pemprov, Bulog, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (Distanbun) dan DPRD Sulsel sendiri. Dia ingin pengawasan terkait beras diperketat lagi.
"Jadi fungsi pengawasan harus lebih diperketat lagi. Besok-besok mungkin, usul saya dibuat Perda untuk payung hukumnya. Mungkin (mengimpornya) lewat mana bisa saja kita panggil ke DPRD, kalau ada usulan atau keberatan dari masyarakat bisa kita adakan RDP," pintanya.
Simak Video "Video Zulhas Sebut Telah Serap 1,5 Juta Ton Beras: Bisa Tak Impor Sampai Tahun Depan"
[Gambas:Video 20detik]
(sar/ata)