Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin blak-blakan menyebut Sulsel dalam kebangkrutan imbas APBD defisit Rp 1,5 triliun. Kondisi ini mengakibatkan program Pemprov Sulsel terancam terhenti akibat kondisi keuangan yang memperihatinkan.
Kondisi keuangan tersebut diungkapkan Bahtiar di hadapan anggota DPRD Sulsel, Rabu (11/10). Hal itu diutarakan dalam saat pidato pengantar nota keuangan dan rancangan peraturan daerah Sulsel tentang APBD 2024.
"Hari ini saya harus terbuka ke semua yang terhormat semua pimpinan dan anggota DPRD yang ada, kita defisit Rp 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut," ujar Bahtiar dalam rapat paripurna di DPRD Sulsel, Rabu (11/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahtiar mengatakan Sulsel sudah berada dalam kondisi itu sejak mengambil alih kepemimpinan sejak menggantikan Andi Sudirman Sulaiman (ASS). Dia mengungkapkan ada dua pilihan yang mesti dihadapi di tengah kondisi situasi tersebut.
"Saya ini pemimpin nakhoda, kapal Sulsel sudah tenggelam. Pilihannya dua, siap-siap untuk tenggelam atau saya ambil upaya penyelamatan," jelasnya.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri ini menegaskan tidak akan lari dari tanggung jawab. Dia akan menyelesaikan bengkalai yang sudah diwariskan kepadanya di era pemimpin terdahulu.
"Sebagai orang Bugis Makassar ketika saya mengambil tanggungjawab saya tidak akan lari dari tanggung jawab maka saya akan ambil upaya penyelamatan," tuturnya.
Bahtiar pun menyinggung salah satu upaya frontal yang bisa saja ditempuh saat kondisi keuangan defisit. Sejumlah program yang dicanangkan bisa saja terhenti lantaran uang yang dipakai untuk belanja menjalankan kegiatan.
"Maka caranya menyelamatkan kabupaten ini hentikan semua program. Anak-anak tidak usah belanja lagi, kenapa kita mau belanja (sementara) masih ada utang," jelasnya.
Bahtiar menyayangkan adanya defisit anggaran di awal pemerintahannya. Dia lantas menuding adanya perencanaan dan pengelolaan keuangan yang keliru sejak lama.
"Berarti perencanaan keliru bertahun-tahun kan. Program lama itu perencanaan di langit uangnya tidak ada. Jadi defisit itu artinya tidak sesuai apa yang diomongin. Misalnya tulis APBD Rp 10,1 (triliun) yah defisit Rp 1,5 artinya aslinya uangmu hanya Rp 8,5 T kan itu berarti 1,5 tidak ada duitnya," sebut Bahtiar.
Menurutnya penyebab anggarannya tidak ada karena yang diklaim termasuk dana bagi hasil daerah (DBH) untuk kabupaten dan kota di Sulsel. Defisit ini dihitung dari utang DBH yang menumpuk berdasarkan temuan BPK.
"Kenapa tidak ada duitnya? Satu, uangnya orang (daerah) yang kau (provinsi) klaim jadi duitmu, Rp 850 miliar DBH kabupaten/kota, kan begitu. Kemudian ada utang dari tahun lalu sudah audit BPK, ini harus diluruskan," tegas Bahtiar.
Bahtiar mencontohkan, dalam APBD dituliskan misalnya ada pendapatan Rp 500 miliar. Sementara OPD membuat program yang bersumber dari dana tersebut.
"Misalnya ditulis akan ada pendapatan Rp 500 miliar diubah jadi program di PU atau Dinas Pendidikan kan nanti buat lelang, kegiatan segala macam, ini jelas-jelas yang tidak ada uangnya yang bayar siapa," tuturnya.
Padahal kata Bahtiar, DBH bukan merupakan dana atau bagian pendapatan Pemprov Sulsel. Dana tersebut merupakan hak dari kabupaten dan kota di Sulsel.
"DBH yang haknya untuk kabupaten kota, yang porsi terbesarnya di situ," tegas Bahtiar.
Bahtiar menganalogikan pengelolaan keuangan pemerintah seperti mengelola keuangan rumah tangga. Dalam artian kata Bahtiar, selama ini yang terjadi pengeluaran lebih besar daripada pemasukan.
"APBD ini kan seperti rumah tangga, ini uang ta' 10 kita belanja lah tidak lebih 10 paling tidak kita saving. Kalau uang ta' 10 tetapi belanja 15 itulah dimaksudnya kekurangan 5 berarti. Itulah yang dilakukan selama ini, numpuk sekarang," pungkasnya.
(sar/asm)