Profil Munir Said Thalib, Pejuang HAM yang Tewas Diracun dalam Pesawat

Profil Munir Said Thalib, Pejuang HAM yang Tewas Diracun dalam Pesawat

Yaslinda Utari Kasim - detikSulsel
Jumat, 08 Sep 2023 21:00 WIB
Kumpulan Quotes Munir Tentang HAM hingga Kesederhanaan
Foto: Grandyos Zafna
Makassar -

Munir Said Thalib merupakan sosok pemberani yang memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Aktivis HAM ini tewas diracun saat melakukan perjalanan udara menuju Belanda pada 7 September 2004 silam.

Sebagai penghargaan terhadap perjuangannya, tanggal kematian Munir ini ditetapkan sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM. Lantas siapa sosok Munir ini?

Simak profil lengkap Munir serta kisah perjuangannya berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biografi Munir Sang Aktivis HAM

Munir memiliki nama lengkap Munir Said Thalib. Ia merupakan putra dari pasangan Said Thalib dan Jamilah.

Munir lahir pada 6 Desember 1965 di Batu malang, Jawa Timur. Ia tumbuh di tengah keluarga yang merupakan pedagang muslim keturunan Yaman, Arab.

ADVERTISEMENT

Meskipun tak lahir dari keluarga aktivis, latar belakang keluarganya jugalah yang membawa Munir muda masuk ke dalam sejumlah organisasi Islam. Organisasi keagamaan yang ia masuki di antaranya Himpunan mahasiswa Islam (HMI) dan Al Irsyad.

Sedari kecil Munir terbentuk menjadi anak yang sederhana dan menghargai orang lain. Sejak ayahnya meninggal saat duduk di kelas 5 SD, Munir ikut dengan ibunya untuk membantu berdagang. Di sana, ia kemudian belajar cara berinteraksi, berhubungan, serta menghargai orang lain.

Ibu Munir merupakan seorang perempuan Arab tradisional yang hidup di sektor domestik dan banyak menghabiskan waktu untuk anak. Meskipun tingkat pendidikan yang terbatas, ibu Munir mempunyai interpretasi terhadap semua hal yang terjadi di luar rumah.

Seperti kejengkelannya terhadap peristiwa penyerangan terhadap etnis cina di Jawa, termasuk di Malang pada tahun 1977. Interpretasi ibunya tentang etnisitas inilah yang juga mempengaruhi pemikiran Munir sehingga tidak memandang suku dan agama dalam advokasinya.

Benang merah Munir dengan perjuangan HAM agaknya memanglah skenario Tuhan, sebab sejak kecil dia sudah berhubungan dengan hukum. Munir muda yang saat itu duduk di bangku SMP pernah menemukan mayat perempuan terbunuh lalu melaporkannya ke polisi. Pengalaman ini lantas memberikan pelajaran bagi Munir untuk memperjuangkan kebenaran.

Munir juga dikenal piawai dalam berdiskusi, tidak tahan duduk diam dalam kelas melainkan bergerak dan bertindak. Ia memiliki moral kekerabatan, tanpa pamrih, dan simpati kepada sesama manusia pun terlihat sejak remaja.

Lulus dari pendidikan menengah atas, Munir memutuskan melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Ia terbentuk sebagai mahasiswa yang aktif dan kritis.

Munir kemudian bergabung sebagai relawan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Surabaya dan dikenal sebagai pejuang buruh. Perjalanannya sebagai aktivis HAM untuk membela kaum yang tertindas pun dimulai.(1)

Segelintir Perjuangan Munir Membela HAM

Dua tahun setelah bergabung dengan LBH Surabaya, Munir terpilih sebagai ketua LBH Pos Malang. Lembaga inilah yang kemudian menjadi wadah Munir menampilkan keberpihakannya memperjuangkan HAM.

Pada tahun 1996 Munir kemudian mendirikan Koordinator KIP-HAM yang bertujuan untuk memonitor dan advokasi kasus-kasus kekerasan yang dilakukan negara. Koordinator KIP-HAM kemudian berubah nama menjadi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Namun, sejak masuk transisi politik pasca 1998, ruang gerak aktivitas politik Munir menjadi terbatas. Meski begitu, kegesitan Munir membela keadilan HAM membuat para korban tertindas tetap melabuhkan keresahan pada KontraS dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tempatnya bekerja. Kasus-kasus rumit pun menjadi agenda kerja Munir dan KontraS.

Kasus-kasus yang berdatangan diantaranya penembakan mahasiswa di Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Tragedi Mei (1998), Kasus Tanjung Priok (1984), Kasus Talangsari (1989), kasus Timor Timur pasca referendum 1999, DOM Aceh dan Papua, kerusuhan di Maluku, kalimantan, dan Poso. Sebelumnya, pada 1993 Munir juga menggarap kasus seorang buruh wanita yang dibunuh karena meminta kenaikan upah bernama Marsinah.

Advokasi Munir bersama KontraS pun membawa pengaruh besar dalam sistem sejarah politik militer Indonesia. Advokasinya atas penculikan aktivis mahasiswa berhasil melengserkan tiga perwira penting militer Kopassus, di antaranya Letjen Prabowo Subianto, Mayjen Muchdi PR, dan Kolonel Chairawan.

Pencopotan tiga perwira ini kemudian menjadi peristiwa yang menggegerkan sepanjang sejarah politik militer Indonesia. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum bila insiden politik tidak akan terungkap. Namun, Munir sebagai salah satu aktor berhasil menguak kasus sebuah institusi militer ini.

Sederetan kasus semena-mena oleh negara yang berhasil diungkap Munir pada akhirnya memunculkan sejumlah 'musuh' baginya. Terlebih lagi orang-orang yang harus dia hadapi masih berada dalam lingkar kekuasaan menduduki posisi formal negara.

Meski begitu, Munir dengan tegas tetap menjunjung tinggi HAM. Bahkan dia berupaya memperbaharui pengetahuannya tentang dunia HAM secara lebih mendalam. Dia memutuskan melanjutkan kuliah S2 di Belanda. Sayangnya, belum mendarat ke negara tujuan, Munir tewas diracun.(2)

Munir Tewas di atas Pesawat Garuda

Munir bertolak ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya di Belanda pada 6 September 2004 malam, menggunakan maskapai Garuda. Ketika boarding salah seorang kru bernama Pollycarpus Budihari Priyanto menghampiri dan menawarkan Munir duduk di kursi kelas bisnis.

Meski Munir mulanya menolak tawaran itu, ia pada akhirnya tetap duduk di kursi 3K kelas bisnis pesawat garuda.

Burung besi yang ditumpangi Munir kemudian lepas landas pukul 21.55 menuju Singapura. Di tempat transit tersebut Munir sempat menyantap hidangan.

Perjalanan menuju Belanda pun berlanjut. Pesawat yang ia tumpangi dijadwalkan tiba di bandara Amsterdam pada tanggal 7 September 2004 pukul 08.10 waktu setempat.

Pada perjalanan dari Singapura ke Amsterdam, Munir meninggalkan kelas bisnis dan duduk di kelas ekonomi kursi 40G. Setelahnya Munir terlihat menuju toilet dan dua jam kemudian mendatangi pramugara untuk dipertemukan dengan dokter Tarmizi yang ada di kelas bisnis.

Setelah bertemu, Munir mengeluh sudah muntah dan buang air besar sebanyak 6 kali. Munir pun ditangani oleh dokter Tarmizi namun masih muntah dan buang air besar berkali-kali. Dokter Tarmizi kemudian menyuntikkan obat sehingga Munir menjadi tenang.

Lalu pada pukul 04.05 atau sekitar 2 jam sebelum mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam, Munir dinyatakan meninggal ketika pesawat Garuda GA-974 diperkirakan berada di atas Rumania.

Pada tanggal 9 September berita kabar tewasnya Munir tersiar luas di media. Spekulasi tentang kematiannya pun bermunculan satu per satu. Mayor (Purn) TNI AL Juanda mengatakan mungkin saja Munir dibunuh oleh 'musuh' dalam atau luar negeri.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Juanda, 'musuh' dalam negeri mengarah pada TNI atau Polri yang seringkali bersentuhan dengan isu pelanggaran HAM. Sedangkan musuh dari luar negeri, menurutnya datang dari NGO yang berseberangan dengan sikap dan perjuangan Munir.

Pada 11 November 2004 media Belanda mengabarkan hasil otopsi Munir yang dilakukan oleh Institut Forensik belanda (NFI). Hasil autopsi menyebutkan aktivis tersebut meninggal akibat racun arsenik dengan dosis yang tinggi.

Kemudian pada 18 Maret 2005, setelah penyelidikan yang panjang, kru pesawat bernama Pollycarpus resmi ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.

Sebelumnya, beredar pesan SMS yang mengabarkan bahwa Pollycarpus terlibat di Badan Intelijen Negara (BIN). Dalam pesan singkat itu tertulis Pollycarpus sering ke BIN untuk merencanakan pembunuhan Munir bersama salah satu pejabat BIN bernama Muchdi PR. Hal tersebut mereka lakukan karena takut Munir akan membuka lagi kasus penculikan aktivis akhir Orde Baru 1997 di luar negeri.(2)

Nah, itulah sosok Munir Said Thalib, pejuang HAM di Indonesia orang berakhir tewas diracun. Semoga kisah perjuangan Munir dapat menginspirasi ya, detikers!

Sumber:

(1) Munir Tokoh Pejuang HAM Tahun 1988-2004, Jurnal Publika Budaya oleh Anis Kusmita, Drs Parwata, M.Hum, Mrs. Siti Sumardiari, M.Hum.
(2) Bunuh Munir!: Sebuah Buku Putih oleh Edwin Partogi, Haris Azhar, Indria Fernida, Papang Hidayat, dan Usman Hamid.




(alk/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads