Wakil Ketua III DPR Papua Barat Yongky Fonataba menyoroti aksi mayoret bernama Khlifah Nasif saat bertugas pada upacara HUT ke-78 RI di Istana Negara. Hal ini lantaran mayoret itu menggunakan burung cenderawasih asli yang sudah mati sebagai aksesoris.
"Saya menyaksikan ternyata saudara-saudara kita terutama mayoret dari Akpol Taruna Khlifah Nasif itu menggunakan burung cenderawasih asli yang sudah mati di topinya," kata Yongky Fonataba kepada detikcom, Selasa (22/8/2023).
Yongki mengatakan mayoret itu menggunakan burung cenderawasih asli saat beraksi dengan drumband di Istana Negara. Menurutnya, penggunaan burung cenderawasih asli sebagai akseskoris tersebut dapat memicu masyarakat melakukan hal serupa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalah yang akan ditimbulkan dari pemakaian burung cenderawasih asli ini adalah orang lain akan ikut-ikutan tetap mau pakai aksesoris burung cenderawasih yang asli," ujarnya.
Padahal, menurut Yongki, larangan penggunaan burung cenderawasih asli baik hidup maupun mati sudah dicetus sejak tahun 2017 oleh Pemerintah Provinsi Papua. Regulasi ini dibuat untuk mencegah kepunahan burung surga tersebut.
"Sedangkan sudah ada imbauan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Papua Nomor 006 Tahun 2017. Agar tidak menggunakan burung cenderawasih asli yang hidup maupun yang mati, guna menghindari kepunahan burung cenderawasih," paparnya.
Yongky tidak mempersoalkan asal muasal mayoret tersebut mendapatkan burung cenderawasih asli itu. Namun, dia meminta agar tidak lagi menggunakan burung cenderawasih asli sebagai aksesoris di topi kebesaran dari mayoret tersebut.
"Saya mengimbau untuk tidak lagi menggunakan sebagai aksesoris di topi pet atau topi kebesaran daripada mayoret tersebut supaya di tahun-tahun berikut atau di momen apa saja di Indonesia jangan lagi pakai burung cenderawasih (asli) tetapi mari kita sama-sama menjaga burung cenderawasih yang ada di Tanah Papua ini sebagai kebanggaan kita bersama begitu," tuturnya.
Lebih lanjut, Yongky mengungkapkan bakal mengundang KSDA maupun lembaga-lembaga terkait dalam membuat suatu regulasi terhadap penjualan satwa dari Tanah Papua. Termasuk membahas penerapan sanksi yang berat.
"Jadi memang regulasi itu hanya bersifat himbauan saja, ke depan kita berharap supaya menjaga ini, bisa saja kita bersama-sama dengan lembaga-lembaga tertentu, katakanlah KSDA itu untuk buat komitmen kemudian mencetuskan satu regulasi yang kuat sehingga ada sanksi keras terhadap mereka-mereka yang sengaja memperjualkan margasatwa dari Tanah Papua ini keluar gitu," pungkasnya.
(asm/ata)