Krisis Air Bersih Landa 2 Desa di Halbar, Kades Frustrasi Cari Solusi

Maluku Utara

Krisis Air Bersih Landa 2 Desa di Halbar, Kades Frustrasi Cari Solusi

Nurkholis Lamaau - detikSulsel
Selasa, 15 Agu 2023 07:45 WIB
Suasana Desa Dere di Kecamatan Sahu, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara.
Foto: Suasana Desa Dere di Kecamatan Sahu, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara. (Nurkholis Lamaau/detikcom)(Nurkholis Lamaau/detikcom)
Halmahera Barat -

Krisis air bersih melanda 2 desa di Kabupaten Halmahera Barat (Halbar), Maluku Utara. Kondisi ini membuat kepala desa (kades) setempat sampai frustrasi mencari solusi untuk warganya.

Dua desa yang belum tersentuh air bersih itu yakni Desa Dere dan Desa Todahe yang terletak di wilayah pegunungan di Kecamatan Sahu, Halbar. Sejauh ini warga masih mengandalkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Saya frustasi urus masalah air ini. Karena kondisi ini mulai dari saya lahir," keluh Kepala Desa Dere, Albert Dehe kepada detikcom, pada Senin (14/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Albert mengaku sudah berulang kali menyampaikan keluhannya dalam forum resmi hingga mendatangi langsung pemerintah daerah. Namun hingga saat ini tidak ada kejelasan.

"Sudah berulang kali kami dorong, mulai lewat musrenbang sampai antar proposal ke pemda. Bahkan sampai di tingkat pemerintah provinsi juga, cuma sampai hari ini belum ada jawaban," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Dia mengungkapkan sampai hari ini desanya belum terlayani air bersih. Warga hanya memanfaatkan air hujan dengan membangun bak penampung di setiap rumah.

"Ukuran bak penampung ini rata-rata lebarnya 3 x 3 meter dengan tinggi 1 setengah meter. Ukuran bak itu (debit air) bertahan paling lama 1 bulan lebih," ucap Albert.

Namun di musim kemarau ini lanjut Albert, warga terpaksa membeli air di PDAM dengan rincian 3.000 liter seharga Rp 400.000-Rp 450.000. Namun rerata warga hanya sanggup membeli di kisaran 1000 liter seharga Rp 150.000-Rp 175.000.

"Satu tangki yang 3.000 liter itu Rp 400.000 sampai Rp 450.000, tapi rata-rata warga beli di kisaran 1.000 liter seharga 150.000 sampai 175.000. Kalau sumur itu salobar (payau) jadi tara (tidak) bisa pakai minum, memasak, kecuali cuci pakaian saja," terangnya.

Dihubungi terpisah, Kades Todahe Samuel Bunga mengatakan, sampai saat ini belum ada kejelasan dari PDAM Jailolo. Warga terpaksa bertahan dengan air hujan atau membeli langsung di PDAM.

"Warga saya masih mengandalkan air hujan. Tadi saya juga baru pulang beli air di PDAM. Satu mobil tangki 4.000 liter harganya Rp 400.000. Itu untuk konsumsi pribadi karena air di rumah sudah habis," terangnya.

Sementara kata Samuel, mayoritas warganya hanya bekerja sebagai petani. Hal ini sudah disampaikan ke pihak PDAM untuk segera mencari solusi, karena warga sudah lama mengeluh.

"Kami juga sudah susah-susah cari solusinya bagaimana supaya torang (kami) pe air bisa datang di torang (kami) pe desa ini, masyarakat juga mengeluh," tuturnya.

"Warga saya dominasi petani semua. Tadi (kemarin) juga saya sudah bertemu dengan Kepala PDAM Jailolo, katanya nanti Rabu baru disampaikan ke Dinas PUPR," tambahnya.

Sebelumnya diberitakan, warga Desa Dere, Melfin Kaumur (32) mengatakan warga tidak hanya bertahan dari air hujan. Masyarakat juga kerap memanfaatkan air sumur yang terletak di bibir pantai sejauh 2 kilometer dari permukiman.

"Ada 3 sumur di sini, tapi itu letaknya di pantai. Sedangkan torang (kami) punya desa ini kan posisinya di atas pegunungan, jadi kalau mau ambil air harus turun gunung di pantai. Lumayan (jaraknya) sekitar 1-2 kilometer. Jadi setengah mati karena tebing toh, jadi turun gunung begitu," ujarnya.

Namun, lanjutnya, air sumur tersebut hanya bisa dimanfaatkan untuk mandi, mencuci pakaian, serta peralatan dapur. Air sumur tidak bisa dikonsumsi karena rasanya payau lantaran berjarak hanya beberapa meter dari garis pantai.




(sar/sar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads