SMP Negeri 10 Koya Barat, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, disegel pemilik tanah. Akibatnya sebanyak 68 siswa dan guru mengungsi ke sekolah lain yakni SMP Negeri 8.
"Siswa SMPN 10 kurang lebih 68 siswa dan mereka sekarang sedang sekolah di SMPN 8 masuk shift siang dan guru-gurunya juga untuk sementara," kata Pj Sekda Kota Jayapura Robby Kepas Awi kepada detikcom, Rabu (9/8/2023).
Robby mengatakan SMPN 10 disegel oleh pemilik tanah yaitu keluarga Wamuar Rollo pada Senin (7/8). Pemerintah sedang berusaha untuk menyelesaikan masalah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam waktu dekat pemerintah akan fasilitasi pertemuan untuk penyelesaian baik dengan SMPN 10," tuturnya.
Dia mengungkapkan Pemerintah Kota Jayapura sendiri sudah rapat dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis. Rencananya, pemerintah juga bakal segera bertemu pemilik tanah sekolah tersebut.
"Kami masih menyiapkan dokumen di tingkat pemerintah untuk memfasilitasi pertemuan dengan keluarga yang palang SMPN 10," terangnya.
Sementara itu Nerlince Wamuar Rollo selaku pemilik tanah menjelaskan penyegelan ini buntut dari pemerintah yang tidak menepati janji. Bahkan dirinya sudah melayangkan surat dan somasi.
"Akhirnya kami kemarin kasih masuk surat untuk menutup sekolah itu," ujar Nerlince.
Sebelumnya, dia menuturkan, lokasi tanah ini memang direncanakan untuk dibangun sebuah yayasan. Yayasan tersebut nantinya akan dikelola oleh keluarga Wamuar Rollo.
"Kebetulan yayasan itu yayasan keluarga, jadi tanah itu untuk yayasan, bangun sekolah-sekolah," imbuhnya.
Namun di saat bersamaan, Pemerintah Kota Jayapura juga ingin membangun sekolah di tanah tersebut. Kemudian Nerlince menyerahkan lokasi itu kepada pemerintah untuk dibanguni sekolah atas kesepakatan kedua pihak.
"Datang lah mereka kepada saya untuk bisa kerjasama dengan saya bangun SMP itu di tanah saya, tanah sertifikat," katanya.
Pemerintah berjanji setelah dibangun, sekolah tersebut akan diberikan kepada pemilik tanah. Namun hingga kini janji itu tidak ditepati hingga dirinya melayangkan somasi kepada pemerintah.
"Akhirnya saya pakai pengacara layangkan somasi. Somasi pertama dua minggu, somasi kedua satu minggu, somasi ketiga tiga hari, tidak ditanggapi juga," lanjutnya.
Dia berharap melalui penyegelan sekolah, pemerintah dapat segera menyelesaikan masalah tersebut. Sebab aktivitas belajar mengajar menjadi terganggu dan merugikan siswa serta guru.
"Mari ambil solusi yang baik, duduk bersama agar tidak ada yang dirugikan. Tidak perlu sekali mau tutup sekolah," pungkasnya.
(urw/urw)