Apakah Sebelum Idul Adha Boleh Makan-Minum? Ini Penjelasannya

Apakah Sebelum Idul Adha Boleh Makan-Minum? Ini Penjelasannya

Al Khoriah Etiek Nugraha - detikSulsel
Kamis, 29 Jun 2023 05:57 WIB
ramadan food and praying woman
Foto: iStock
Makassar -

Di Hari Raya Idul Adha terdapat sejumlah sunnah yang sangat dianjurkan untuk dijalankan oleh umat muslim. Salah satunya terkait makan dan minum sebelum shalat. Lantas bolehkan makan dan minum sebelum shalat Idul Adha?

Untuk lebih memahami hukum makan-minum sebelum Idul Adha, simak penjelasannya berikut ini.

Anjuran Tidak Makan dan Minum Sebelum Shalat Idul Adha

Mengutip buku 165 Kebiasaan Nabi SAW oleh Abduh Zulfidar Akaha, dijelaskan bahwa berbeda dengan Idul Fitri, menjelang shalat Idul Adha umat muslim disunnahkan untuk tidak makan dan minum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berpuasa sebelum shalat Idul Adha hukumnya sunnah. Hal ini merujuk pada kebiasaan Rasulullah SAW yang tidak makan apa pun sebelum berangkat shalat. Nabi baru makan setelah pulang dari melaksanakan shalat Idul Adha. Dalilnya adalah hadits Buraidah pada pembahasan yang lalu yaitu:

"Dan beliau tidak makan pada hari raya kurban hingga selesai shalat." Dalam lain riwayat dikatakan; "Dan beliau tidak makan pada hari idul adha hingga pulang (dari shalat)."

ADVERTISEMENT

Menurut para ulama, tidak makannya Nabi SAW sebelum shalat Idul Adha, adalah agar dapat makan binatang kurbannya selesai shalat. Karena Nabi selalu menyembelih kurban setiap Idul Adha.

Namun, sunnah tidak makan sebelum shalat Idul Adha ini dan baru makan setelah selesai melaksanakan shalat Idul Adha ini berlaku untuk semua kaum muslimin, baik yang berkurban maupun tidak. Namun bagi muslim yang akan berkurban anjuran ini lebih utama.

Adapun bagi yang kebetulan tidak berkurban, maka ia boleh memilih antara makan terlebih dahulu atau menundanya hingga sepulang shalat id. Namun, tentu saja mencontoh apa yang dilakukan Nabi lebih baik dan utama.

Hikmah Tidak Makan-Minum Sebelum Shalat Idul Adha

Tentu ada hikmah di balik kebiasaan Rasulullah SAW dalam hal tidak makan-minum sebelum shalat Idul Adha. Berikut uraiannya:

Pertama, Nabi memilih berpuasa sebelum shalat Idul Adha karena akan makan daging hewan kurbannya selesai shalat.

Kedua, Nabi ingin memberikan kesempatan atau waktu yang lebih luas bagi kaum muslimin yang berkurban untuk menyembelih binatang kurbannya dan menyantap dagingnya.

Ketiga, merupakan pendidikan bagi sebagian kaum muslimin yang tidak terbiasa puasa sunnah, agar mereka menahan lapar barang beberapa saat setelah cukup lama mereka tidak merasakan nikmatnya berpuasa, meskipun hanya sebentar.

Sunnah-sunnah di Hari Raya Idul Adha

Selain melaksanakan sholat Id, ada sejumlah sunnah lainnya yang dianjurkan untuk dilakukan di Hari Raya Idul Adha. Melansir laman Kemenag, berikut sejumlah sunnah yang dianjurkan berdasarkan penjelasan Ustaz Nur Aziz.

1. Mandi Sebelum Sholat Idul Adha

Sunnah ini merujuk pada sejumlah hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW mandi pada hari Idul Fitri dan Idul Adha.

2. Memakai Pakaian yang Terbaik dan Wewangian

Umat Islam dianjurkan untuk menggunakan pakaian terbaiknya saat melaksanakan sholat Idul Adha. Juga dianjurkan menggunakan wewangian.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah SAW menyuruh kami agar memakai pakaian terbaik dan wewangian terbaik yang kamu miliki pada dua hari raya." (HR. Al-Hakim).

3. Mengumandangkan Takbir

Sunnah selanjutnya adalah mengumandangkan Takbir. Takbiran Idul Adha ini dilakukan sejak waktu fajar pada hari Arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah hingga akhir hari tasyrik tanggal 13 Dzulhijjah.

4. Sholat Idul Adha

Sholat Idul Adha sangat dianjurkan untuk dilakukan saat Hari Raya Idul Adha. Sebagaimana hadits dari Ibnu Umar Ra: "Bahwa Rasulullah SAW, Abu Bakar, dan Umar Ra, mereka biasa melakukan shalat dua hari raya sebelum berkhutbah". (HR Al Bukhari, Muslim, An-Nasa'i, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Muslim).

5. Makan setelah Sholat Idul Adha

Umat muslim disunnahkan menunda makan atau berpuasa sebelum berangkat sholat Idul Adha. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Budairah bahwa "Rasulullah SAW tidak berangkat pada hari Idul Fitri sebelum makan terlebih dahulu dan beliau tidak makan pada waktu Idul Adha kecuali setelah pulang dari sholat Idul Adha".

6. Mengambil Jalan Pergi dan Pulang yang Berbeda

Sunnah selanjutnya adalah mengambil jalan yang berbeda. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits disampaikan, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika shalat 'Id, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang." (HR.AlBukhari).

Waktu Pelaksanaan Sholat Idul Adha

Terkait waktunya pelaksanaan sholat Idul Adha, para ulama dari kalangan madzhab Syafi'i ada yang disepakati dan ada yang diperselisihkan. Yang disepakati di antara mereka adalah tentang akhir waktu shalat Id, yaitu ketika matahari tergelincir.

وَاتَّفَقَ الْاَصْحَابُ عَلَي اَنَّ آخِرَ وَقْتِ صَلَاةِ الْعِيدِ زَوَالُ الشَّمْسِ

Artinya: "Ulama dari kalangan madzhab Syafi'i sepakat bahwa waktu akhir pelaksanaan shalat id adalah ketika tergelincirnya matahari," (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz VII, halaman 7).

Setidaknya ada dua pendapat tentang awal waktu pelaksanaan sholat Id, sebagaimana didokumentasikan Muhyiddin Syarf An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab. Pendapat pertama menyatakan bahwa awal waktu sholat Id adalah dimulai dari terbitnya matahari. Namun yang lebih utama sholat Id ditangguhkan dulu sampai matahari naik seukuran satu tombak. Pandangan ini menurut Muhyiddin Syarf An-Nawawi adalah yang paling sahih.

وَفِى اَوَّلِ وَقْتِهَا وَجْهَانِ (اَصَحُّهُمَا) وَبِهِ قَطَعَ الْمُصَنِّفُ وَصَاحِبُ الشَّامِلِ وَالرُّويَانِىُّ وَآخَرُونَ اَنَّهُ مِنْ اَوَّلِ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَالْاَفْضَلُ تَأْخِيرُهَا حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ قَدْرَ رَمْحٍ

Artinya: "Mengenai waktu awal pelaksanaan shalat Id terdapat dua pendapat. Pendapat yang paling sahih, dan ditegaskan pengarang kitab Al-Muhadzdzab (Abu Ishaq Asy-Syirazi), penulis kitab Asy-Syamil, Ar-Ruyani dan ulama yang lain adalah bahwa awal waktu pelaksanaan shalat Id mulai dari terbitnya matahari. Yang paling utama adalah menangguhkan shalat Id sampai naiknya matahari seukuran satu tombak," (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab, juz, VII, halaman 7).

Adapun pendapat kedua menyatakan bahwa awal waktu sholat Id adalah ketika matahari naik. Ini adalah pandangan yang ditegaskan oleh Al-Bandaniji dan Abu Ishaq Asy-Syirazi dalam kitab At-Tanbih. Menurut An-Nawawi, pendapat ini zhahirnya adalah ucapan Ash-Shaidalani, Al-Baghawi, dan ulama lainnya.

(وَالثَّانِيُّ) أَنَّهُ يَدْخُلُ بِارْتِفَاعِ الشَّمْسِ وَبِهِ قَطَعَ البَنْدَنيِجِيُّ وَالْمُصَنِّفُ فِي التَّنْبِيهِ وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِ الصَّيْدَلَانِىُّ وَالْبَغَوِىُّ وَغَيْرُهُمَا

Artinya: "Pendapat kedua menyatakan bahwa masuknya waktu shalat Id adalah ketika naiknya matahari. Pendapat ini ditegaskan oleh Al-Bandaniji dan Abu Ishaq Asy-Syirazi dalam kitab At-Tanbih. Pendapat ini zhahirnya adalah ucapan Ash-Shaidalani, Al-Baghawi dan selain keduanya," (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab, juz VII, halaman 7).

Berdasarkan penjelasan di atas, dalam soal waktu awal terjadi perbedaan di antara para ulama terutama di kalangan madzhab Syafi'i sendiri. Pendapat yang dianggap paling sahih adalah yang menyatakan bahwa awal waktu shalat Id dimulai ketika terbitnya matahari. Sedang mengenai akhir waktunya disepakati yaitu ketika tergelincirnya matahari.




(alk/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads