Permainan roleplay menarik perhatian netizen di jagad maya. Hal ini berawal dari sebuah unggahan video di TikTok yang memperlihatkan seorang ayah memarahi putrinya karena melakukan roleplay di platform tersebut.
Dilansir dari detikHealth, ternyata roleplay yang dilakukan bocah tersebut sudah tidak pantas untuk usianya dan melibatkan orang-orang yang tidak dikenal. Bahkan dalam roleplay itu si bocah juga memiliki 'anak' yang perannya dimainkan user TikTok lain.
Psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKj, mengungkapkan pemicu anak mau melakukan roleplay di media sosial bersama orang yang tidak dikenal. Salah satunya adalah demi mendapatkan perlakuan yang tidak ia terima di kehidupan nyata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia sampai mengambil opsi memainkan roleplay di aplikasi (medsos) karena dia sebenarnya tidak mendapatkan apa yang dia butuhkan. Misalnya, anak ini butuh komunikasi, kehangatan, apresiasi, butuh reward atau penghargaan dalam hidupnya. Akhirnya dia mencarinya di tempat lain," terangnya saat dihubungi detikcom, Minggu (18/6/2023).
Lebih lanjut dr Lahargo menjelaskan hal tersebut dapat memunculkan adiksi yang membuat anak tidak bisa berhenti melakukan roleplay.
"Ketika dia roleplay, ada kenyamanan, 'ternyata senang ya aku jadi peran ini'. Itu di otaknya akan keluar hormon dopamine yang bikin kenyamanan bagi dia. Dia akan merasa tenang dan nyaman sesaat, tapi ketika sudah menurun dia tidak punya cara lain lagi untuk mendapatkan ketenangan itu selain melakukan hal yang sama, sehingga terjadilah pola perilaku yang berulang-ulang," urainya.
Sehingga dr Lahargo menegaskan pentingnya peran orang tua untuk memberikan pendampingan pada anak. Hal ini agar anak tidak mencari kenyamanan yang tidak pantas.
"Sebagai orang tua kita perlu memahami kebutuhan si anak, bukan hanya kebutuhan fisiknya tapi juga mental emosionalnya. Bagaimana bonding, kelekatan, kedekatan dengan orang tua, mendapatkan penghargaan, mendapatkan parenting style yang baik dengan orang tuanya,"pungkasnya.
(alk/asm)