Peristiwa itu terjadi di area perusahaan PT JML di Kecamatan Sembakung, Nunukan pada Kamis (15/6). Ketiga pelaku yang diamankan merupakan pekerja di perusahaan tersebut.
"Harus ada tindakan tegas dari pihak Pertamina. Para pelaku harus diberikan sanksi berat berupa pemecatan, karena telah mencoreng nama baik perusahaan dengan melakukan tindakan yang tidak terpuji," kata Hardiyanto Kenneth dilansir dari detikNews, Sabtu (17/6/2023)
Pria yang kerap disapa Kent ini menyayangkan tindakan dari ketiga pelaku. Ia khawatir kekerasan terhadap hewan peliharaan akan menjadi kebiasaan sehingga berdampak negatif ke depan.
"Kejadian ini sangat menyedihkan. Jangan sampai kekerasan terhadap hewan peliharaan ini menjadi suatu kebiasaan yang dapat menumbuhkan sisi psikopat pada manusia, dan ke depannya di khawatirkan dampak negatifnya tidak hanya terhadap hewan saja, tetapi bisa berdampak buruk ke sesama manusia," ujarnya.
"Hewan peliharaan itu harus kita lindungi seperti anjing, kucing dan lain-lain bukan malah di siksa atau di bunuh. Para pelaku harus diberikan sanksi berat dan diproses secara hukum supaya menjadi contoh, dan ada efek jera buat pelaku pelaku yang lain di kemudian hari," sambugnya.
Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu pun menjelaskan, regulasi baru untuk perlindungan terhadap hewan membuktikan bahwa hewan juga memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik.
"Semua makhluk hidup di muka bumi ini diciptakan oleh Tuhan harus mempunyai hak yang sama untuk hidup. Jadi buktikan bahwa hewan peliharaan juga memiliki hak untuk perlakuan baik, bukannya malah disiksa atau dibunuh," papar Kent.
Kent menegaskan Undang-undang yang berlaku di Indonesia telah mengatur perlindungan terhadap kesejahteraan hewan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga telah menyatakan tindakan kekerasan terhadap hewan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Menurutnya, ketiga pelaku bisa dipidanakan atas jeratan pasal 302 KUHP. Dalam regulasi itu disebutkan penganiayaan kepada hewan (baik ringan maupun berat) dapat dipidana maksimal 9 bulan dan denda maksimal Rp 400 ribu.
Kent mendorong agar pelaku dijerat pasal berlapis semisal Pasal 66 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. Selanjutnya Pasal 99 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012.
"Tapi pasal-pasal tersebut tidak akan membuat jera para pelaku, karena pada praktiknya selalu tidak dilakukan penahanan. Pemerintah harus membuat regulasi-regulasi baru untuk melindungi hak-hak hewan, agar kasus-kasus kekerasan terhadap hewan peliharaan tidak terus bermunculan," bebernya.
Selain ada bisa dijerat Pasal UU Dinas Peternakan Nomor 18 Tahun 2009, Pasal 66 dan Pasal 67 tentang Kesejahteraan Hewan. Lalu, Pasal 170 dan Pasal 362 KUHPidana.
"Para pelaku kekerasan terhadap hewan peliharaan harus dijerat dengan pasal berlapis agar mendapatkan hukuman yang setimpal," jelas Kent.
Kent meminta pemerintah daerah agar melakukan sosialisasi atau kampanye mengenai hak-hak hewan kepada masyarakat umum. Hal ini agar tidak ada lagi kekerasan terhadap hewan peliharaan dan mentalitas dan sifat masyarakat menjadi tidak menjadi sakit.
"Masyarakat juga harus diberikan edukasi terkait dengan kesejahteraan hewan peliharaan, agar kebodohan seperti ini tidak akan terulang kembali di kemudian hari. Menghentikan kekerasan terhadap hewan tidak hanya menyelamatkan hewan saja, tetapi juga manusia dari aksi kekerasan," pungkasnya.
Diketahui, dalam tayangan video tersebut, seekor anjing dilempar hidup-hidup ke rawa di Tarakan, Kaltara oleh dua orang pria. Penganiayaan itu terekam dalam sebuah video dan menjadi viral di media sosial.
Dua orang pria terlihat mengayun-ayun anjing dengan kencang. Mereka berhitung satu sampai tiga dan melemparkannya ke rawa. Sesaat setelah anjing masuk ke rawa-rawa dan hendak tenggelam, dua pria itu tertawa dengan lepas. Dua pria lain yang merekam video penganiayaan pun ikut tertawa puas.
(afs/sar)