Mengenal Sultan Nuku: Profil hingga Kisah Perlawanannya terhadap Belanda

Mengenal Sultan Nuku: Profil hingga Kisah Perlawanannya terhadap Belanda

Ayu Purnama - detikSulsel
Kamis, 15 Jun 2023 08:20 WIB
Nuku Muhammad Amiruddin
Foto: Situs Direktorat K2KRS Kemensos
Makassar -

Nuku Muhammad Amiruddin atau yang biasa dikenal dengan Sultan Nuku merupakan salah satu pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Kesultanan Tidore. Kesultanan Tidore merupakan kesultanan besar Islam di Maluku.

Sultan Nuku dikenal akan kehebatannya sebagai panglima perang yang bukan saja berhasil menghindari musuh, tapi bahkan bisa mengalahkannya. Karena kehebatannya itulah dia dijuluki sebagai Lord Of Fortune oleh Inggris.

Pada 7 Agustus 1995, berdasarkan Keppres No. 071/TK/1995 pemerintah Indonesia mengukuhkan Nuku Muhammad Amiruddin sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Profil Sultan Nuku

Dikutip dari laman Direktorat KSKRS Kementerian Sosial (Kemensos), Sultan Nuku lahir pada 1738 di Soasiu, Tidore, Maluku Utara. Ia meninggal pada 14 November 1805 di Tidore dan dimakamkan di Soa-Sio.

Pahlawan dari Maluku Utara ini merupakan Jou Barakati (Panglima Perang) yang memimpin Pertempuran laut maupun darat melawan Pasukan Kolonial Belanda. Ia memiliki cita-cita untuk membebaskan semua kepulauan Maluku Utara (Maloko Ke Raha) dari penjajah bangsa asing.

ADVERTISEMENT

Nuku berperan dalam menggalang kebersamaan di wilayah Seram dan Irian Jaya hingga tuntutan kedaulatan Republik Indonesia (RI) atas wilayah tersebut didukung oleh makna kebersamaan sejarah dalam melawan penjajah.

Dilansir dari jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul "Perlawanan Sultan Terhadap Belanda", anak dari Sultan Jamaluddin ini memiliki gelar Muhammad Amiruddin Kaicil Paparangan, ia terkenal sebagai sultan yang berani dan menentang segala bentuk penindasan serta ketidakadilan.

Sultan Nuku berupaya memperjuangkan diplomasi dengan Kompeni Belanda demi membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah. Hal ini dilakukan agar rakyatnya merasakan kemerdekaan hidup.

Perjuangan Sultan Nuku demi cita-citanya memerdekakan rakyat Maluku dari cengkraman penjajah tak pernah putus. Meski dalam kondisi fisik yang semakin lemah, ia tetap memperjuangkan kedaulatan rakyat.

Perlawanan Sultan Nuku terhadap Belanda

Maluku merupakan kepulauan yang kaya akan pala, lada, dan cengkeh yang pada waktu itu rempah-rempah merupakan komoditi yang sangat berharga. Hal ini mendorong para pedagang dari berbagai penjuru datang ke Maluku termasuk Belanda.

Sekitar tahun 1650 M, Belanda berhasil menguasai Maluku dan mengadakan kontrak-kontrak yang mengikat para sultan dan raja di seluruh Maluku.

Belanda menangkap ayah Sultan Nuku yakni Sultan Jamaluddin pada tahun 1779 karena dituduh bersekongkol dengan penyelundup-penyelundup dan melanggar kontrak. Belanda kemudian mengangkat Gaizira, paman Jamaluddin sebagai wakil Sultan Tidore.

Setelah Gaizira wafat, Belanda menggunakan politik "Devide et impera" dalam menetapkan Sultan pengganti Gaizira yang bernama Patra Alam.

Pengangkatan ini tentunya menimbulkan protes dari Putra Jamaluddin, Nuku dan Kamaluddin. Menurutnya, merekalah yang lebih berhak atas kesultanan Tidore.

Berkat kecerdikan Nuku, Patra Alam berhasil dimakzulkan sebagai Sultan Tidore. Kemudian Belanda mengangkat Kamaluddin sebagai Sultan.

Akan tetapi, pengangkatan Kamaluddin sebagai sultan mendapat protes dari Nuku karena dianggap melangkahinya sebagai putra yang lebih tua. Dia juga menilai Kamaluddin hanya menjadi boneka Kompeni.

Dikutip dari Modul Pembelajaran SMA Sejarah Indonesia, Pangeran Nuku akhirnya memimpin perlawanan kepada VOC karena tak terima akan perlakuan VOC. Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan pangeran Nuku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC).

Dalam melakukan perlawanan kepada VOC, Nuku bekerjasama dengan seluruh rakyat Maluku dan meminta bantuan serta dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera.

Dalam menghadapi Belanda, Nuku memiliki siasat yang jitu. Dia meniru siasat yang sering digunakan oleh Belanda yaitu siasat 'Devide et impera' dan juga menjalankan siasat pecah belah.

Nuku mempengaruhi orang-orang Inggris agar mengusir orang-orang Belanda. Dan setelah berhasil, ia segera menggempur orang-orang Inggris tersebut.

Cara ini berhasil sehingga pasukan Nuku semakin kuat setelah mendapat berbagai perlengkapan perang dari Inggris. Dengan peralatan perang yang semakin baik itulah pasukan Nuku menggempur dan memenangkan pertempuran melawan Belanda.

Setelah mendapati kekalahan di berbagai medan peperangan, pemerintah VOC mengajukan tawaran berunding dengan Nuku Muhammad Amiruddin. Belanda menawarkan kekuasaan kepada Nuku jika bersedia berunding dengan Sultan Kamaluddin (adik Sultan Nuku).

Nuku menolak secara tegas siasat Belanda. Kemudian dia semakin menggiatkan serangan pasukannya terhadap pasukan Belanda dengan bantuan pasukan Kesultanan Tidore yang masih setia.

Diangkat Menjadi Sultan Tidore

Pada tahun 1796, pasukan Nuku berhasil merebut dan menguasai Pulau Banda. Setahun kemudian, mereka mampu merebut Tidore dan membuat Sultan Kamaluddin melarikan diri ke Ternate.

Sepeninggal Sultan Kamaluddin, rakyat Tidore secara bulat menunjuk Nuku Muhammad Amiruddin menjadi Sultan Tidore dengan gelar "Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma'bus Amirruddin Syah Kaicil Paparangan".

Sultan Nuku terus menyerang Belanda di Ternate. Hingga akhirnya tahun 1801 Ternate dapat dibebaskan dari cengkraman Belanda.

Wilayah kekuasan Sultan Nuku meliputi wilayah Tidore di Halmahera Tengah dan Timur, Makian, Kayoa, Kepulauan Raja Ampat, Papua Daratan, Seram Timur, Kepulauan Keffing, Geser, Seram Laut, Kepulauan Garang, Watubela dan Tor.

Beberapa tahun setelah berhasil membebaskan Ternate dan Tidore, pada 14 November 1805 Sultan Nuku wafat dalam usia 67 tahun.




(urw/hsr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads