Mantan Direktur Umum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar Hamzah Ahmad ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi PDAM Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2018-2019. Hamzah dan dua tersangka lainnya yang juga merupakan mantan direksi PDAM Makassar disebut telah merugikan negara senilai Rp 19 miliar.
Lantas siapa sosok Hamzah Ahmad? Ini profil lengkapnya yang dihimpun detikSulsel.
Profil Lengkap Hamzah Ahmad
Hamzah Ahmad lahir di Sumba pada tanggal 10 Mei 1971. Selain menjabat sebagai pimpinan PDAM Makassar, Hamzah juga merupakan seorang dosen di salah satu universitas ternama di Makassar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kemdikbud RI, Hamzah Ahmad masih berstatus sebagai dosen aktif di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.
Ia tercatat sebagai dosen sejak tahun 2002 pada program studi Profesi Akuntan.
Sebelum itu, Hamzah tercatat menyelesaikan studi S1-nya di Universitas Muslim Indonesia Fakultas Ekonomi pada tahun 1998. Kemudian mendapatkan gelar master tahun 2004 di Universitas Brawijaya.
Hamzah juga mengambil pendidikan profesi di Universitas Hasanuddin pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2018 Hamzah menyandang gelar doktor di Universitas Muslim Indonesia.
Tidak hanya dosen, Hamzah juga pernah bekerja di PDAM Kota Makassar pada tahun 2019 sebagai pelaksana tugas direktur utama. Kemudian tahun 2020, Hamzah menjadi definitif direktur utama PDAM Kota Makassar.
Data Diri
Nama: Dr. Hamzah Ahmad, SE, MSA, CA.
Tempat lahir: Sumba
Tanggal lahir: 10 Mei 1971
Tempat tinggal: Makassar
Agama: Islam
Riwayat pendidikan:
- S1 di Universitas Muslim Indonesia (1998)
- S2 di Universitas Brawijaya (2004)
- Profesi di Universitas Hasanuddin (2006)
- S3 di Universitas Muslim Indonesia (2018)
Pekerjaan:
- Dosen Profesi Akuntan di Universitas Muslim Indonesia (2002-sekarang)
Riwayat jabatan:
- Direktur Utama PDAM Kota Makassar tahun 2020
- Plt Direktur Utama PDAM kota Makassar tahun 2019
Hamzah Ahmad Tersangka
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan menetapkan Hamzah Ahmad dan dua mantan direksi lainnya sebagai tersangka pada Selasa (13/6). Kedua tersangka itu masing-masing merupakan Plt Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar tahun 2019 inisial TP dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar tahun 2020 inisial AA.
"Penyidik telah menetapkan 3 orang tersangka," ujar Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sulsel Zet Tadung Allo kepada wartawan di Kantor Kejati Sulsel, Selasa (13/6/2023) malam.
Ketiga tersangka ini diduga menggunakan laba tahun buku 2018-2019 sebesar Rp 19 miliar. Padahal, Tadung mengatakan pada pembagian laba PDAM Kota Makassar saat itu masih mengalami kerugian kumulatif yang berasal dari tahun sebelumnya.
"Sehingga perbuatan para tersangka merugikan keuangan negara sejumlah uang yang dibagi-bagi tersebut yang telah dihitung BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan," katanya.
Untuk diketahui, mantan Direktur Utama Haris Yasin Limpo dan mantan Direktur Keuangan Irawan Abadi lebih dulu terjerat kasus korupsi PDAM Makassar untuk penggunaan laba tahun 2015-2017 dengan kerugian negara Rp 20 miliar.
"Modusnya sama (yang sudah berjalan di sidang)," ujar Zet Tadung.
Dengan demikian, total ada 5 tersangka di kasus korupsi PDAM Makassar dengan penggunaan laba tahun 2015-2019. Mereka ialah Haris Yasin Limpo, Irawan Abadi, Hamzah Ahmad, TP dan AA.
"Sudah 5 tersangka sampai hari ini," katanya.
Duduk Perkara Kasus
Dalam catatan detikcom, kasus dugaan korupsi di lingkup PDAM Makassar mulai diusut sejak 2021 lalu. Kejati Sulsel mengungkap kasus ini berawal dari temuan audit BPK RI.
"Ini bermula dari hasil audit BPK RI," ungkap Kasi Penkum Kejati Sulsel, Idil saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (13/12/2021).
Idil mengungkapkan, audit BPK RI awalnya menemukan kelebihan pembayaran bonus ke pegawai pada tahun 2017 dan 2019 senilai Rp 8.318.213.130 atau sekitar Rp 8 miliar.
Selanjutnya, audit BPK juga menemukan kelebihan pembayaran asuransi Dwi Guna serta premi dana pensiun ganda sejak 2016, 2018 dan 2019 senilai Rp 31.448.367.629 atau sekitar Rp 31 miliar.
"Terhadap temuan ini BPK meminta agar semua kelebihan pembayaran tersebut agar dikembalikan tapi tidak dikembalikan," ungkap Idil.
(urw/alk)