Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalbagsel menggagalkan penyelundupan sisik trenggiling sebanyak 360 kg di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalse). Sisik hewan dilindungi tersebut hendak dikirim ke Jawa Timur (Jatim).
"Benar, 360 kilogram sisik tersebut hendak dikirim ke Jawa Timur melalui pelabuhan Tri Sakti, namun berhasil dihentikan oleh Bea Cukai di sekitaran area pelabuhan," ujar Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani kepada detikcom, Kamis (25/5/2023).
Rasio mengatakan upaya penyelundupan itu digagalkan di Jalan Duyung Raya, Kecamatan Banjarmasin Barat pada Rabu (17/5). Saat itu, tim Bea Cukai tengah menggelar razia dan memeriksa kendaraan angkutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat dilakukan pemeriksaan, ditemukanlah sisik trenggiling tersebut di dalam mobil. Saat ditanya ke sopir, sisik itu milik seorang pria berinisial AF (42)," terangnya.
AF kemudian diamankan di Kantor Bea Cukai Kalbagsel untuk dimintai keterangan terkait sisik tersebut. Setelahnya AF langsung dilimpahkan ke Balai Gakkum LHK wilayah hukum Kalimantan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Pada 18 Mei 2023 penyidik pun menetapkan AF sebagai tersangka dan menyita barang bukti sisik trenggiling, satu unit mobil Suzuki Carry ST 100, satu unit handphone Nokia, dan STNK," jelasnya.
Dalam perhitungannya, Rasio mengungkapkan, 360 kg sisik trenggiling berarti sama dengan 1.440 ekor trenggiling hidup yang dibunuh. Dampaknya kerugian ekonomi pemusnahan hewan dengan nama latin Manis Javanica ini mencapai Rp 72,86 miliar.
"Trenggiling mempunyai peran penting dalam pengendalian ekosistem. Hasil kajian valuasi ekonomi satwa liar oleh Ditjen Gakkum LHK bersama dengan Ahli dari IPB, per ekor trenggiling nilainya sebesar Rp 50,6 juta. Untuk kasus ini ada 1.440 ekor trenggiling yang mati, kerugian ekonomi dari kejahatan trenggiling ini mencapai Rp 72,86 miliar," paparnya.
Kini AF pun ditahan di Rutan Mapolresta Banjarmasin. Ia dijerat dengan Pasal Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dengan ancaman pidana yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
"Atau Pasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 Ayat (2) huruf c dengan ancaman pidana yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 3 miliar 500 juta," pungkasnya.
(hsr/hsr)











































