Indonesia Police Watch (IPW) dan Kapolda Kalimantan Utara (Kaltara) Irjen Daniel Adityajaya terlibat saling bantah terkait dugaan suap Rp 1,7 miliar kasus penggelapan BBM atau kasus BBM ilegal di Tarakan. IPW mengklaim punya bukti CCTV atas dugaan itu dan Irjen Daniel mengaku enggan berpolemik.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso awalnya meminta agar Mabes Polri memeriksa Irjen Daniel terkait dugaan suap itu. Dia menilai pemeriksaan nantinya dapat mengungkap fakta benar tidaknya dugaan suap tersebut.
"Jadi diperiksa lah, ditentukan apa benar ada suap (Rp 1,7 M) kepada Kapolda, apakah benar ada pemerasan oleh Kapolres Tarakan dan kasat Reskrim Tarakan kepada pengusaha AB," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada detikcom, Selasa (25/4) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Irjen Daniel tak menampik adanya laporan pemerasan dan juga suap ke Mabes Polri. Namun dia menegaskan tudingan dirinya terlibat tidak benar.
"Itu ada laporannya juga ke Mabes. Tapi kalau tanya saya tidak benar ceritanya seperti itu," kata Irjen Daniel saat dimintai konfirmasi terpisah, Rabu (26/4).
Dia juga mengaku enggan berpolemik saat ditanya soal klaim IPW memiliki bukti CCTV, Irjen Daniel tetap pada keterangannya. Dia mengaku enggan berpolemik soal klaim itu.
"Silakan (kalau IPW memang punya bukti CCTV) saya enggak mau berpolemik. Kalau nanya saya itu enggak benar," tegas Irjen Daniel.
Awal Mula Tudingan IPW
Sugeng sebelumnya mengungkap bagaimana dugaan suap ini terkuak. Dia mengatakan polisi awalnya mengungkap kasus penggelapan BBM ilegal di wilayah Tarakan, 16 Februari 2023 lalu. Pengusaha inisial AB turut ditangkap di kasus itu.
"Setelah ditangkap, pengusaha AB yang ditangkap menyatakan bahwa itu mereka mengambil BBM dari perusahaan satu grup, bukan membeli," kata Sugeng.
Belakangan kasus ini diselesaikan secara restorative justice (RJ). Proses RJ ini disebut IPW sebagai pintu masuk penyidik meminta Rp 1,5 miliar ke AB dan rekannya, F.
"Dibuat restorative justice, supaya dianggap selesai kasus tersebut. Tetapi diminta uang Rp 1,5 miliar diduga oleh Kapolresta (Kapolres Tarakan) atau oleh Kasat Reskrim Iptu Muhammad Komaini," kata Sugeng.
Menurut Sugeng, meski pengusaha AB dan rekannya F dimintai uang Rp 1,5 miliar, tapi mereka mengambil dana Rp 1,7 miliar di bank pada tanggal 20 dan 21 Februari 2023. Uang itu kemudian dibawa menuju ruangan Kapolda Kaltara Irjen Daniel.
"Setelah Rp 1,7 miliar itu diambil pada tanggal 20 Febuari, si pengusaha membawa tas yang diduga berisi uang ke arah ruang Kapolda," kata Sugeng.
Sugeng pun mengklaim memiliki bukti CCTV bahwa tas ransel yang diduga berisi duit Rp 1,7 miliar itu tak lagi dibawa pulang oleh pengusaha AB dan rekannya saat kembali dari ruangan Kapolda Kaltara Irjen Daniel. Sugeng mengatakan AB ke ruangan Kapolda atas arahan Kapolres Tarakan dan Kasat Reskrim Tarakan.
"Dia bergerak ke arah ruang Kapolda membawa tas kemudian setelah keluar sudah tidak bawa. Dia datang ke sana atas permintaan dari Kapolres Tarakan atau Kasat Reskrim," ungkapnya.
Kapolres Tarakan Ikut Merespons, Tuding IPW Fitnah
Kapolres Tarakan AKBP Ronaldo Maradona turut membantah tudingan IPW soal pemerasan yang membawa-bawa namanya dan Kasat Reskrim Iptu Muhammad Khomaini. Ronaldo menegaskan tudingan itu fitnah.
"Apa yang disampaikan (IPW) itu fitnah," ujar AKBP Ronaldo kepada detikcom, Kamis (27/4).
Dia lalu menjelaskan pengungkapan kasus BBM itu berawal dari Ditpolairud yang melihat Kapal SPOB Muara Permai memindahkan BBM jenis bio solar ke kapal SPOBJober milik AB di Perairan Muara Perikanan pada (16/2) lalu. Usut punya usut, polisi mendapati salah satu rekan kerja Frans, yakni AB melakukan penggelapan BBM milik Frans alias F sebanyak 5 ton.
"Setelah dilakukan penyelidikan pada tanggal 20 Februari 2023, kami mendapat keterangan bahwa pemilik SPOB Muara Permai dan SPOB lainnya milik PT SMKP serta pemilik perusahaannya bernama Frans," terangnya.
"Dalam hal ini, Frans Widodo sebagai korban merasa keberatan dan membuat laporan polisi terkait penggelapan yang dilakukan oleh nahkoda SPOB Muara Permai dan saudara AB, sehingga membuat laporan di SPKT Polres Tarakan pada 22 Februari," ujarnya.
Namun dalam berjalannya kasus tersebut, Frans dan AB bersepakat untuk berdamai dengan menempuh jalur kekeluargaan. Kedua belah pihak sepakat berdamai atau tidak melanjutkan perkara penggelapan BBM tersebut sesuai mekanisme Parpol nomor 8 tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan dilakukan restorative justice pada 24 Februari 2023.
Dia pun menegaskan tuduhan meminta uang Rp 1,5 miliar kepada pengusaha AB dan rekannya tidak benar alias fitnah.
(hmw/hmw)