Halal bihalal adalah salah satu tradisi yang cukup melekat di masyarakat Indonesia. Tradisi ini umumnya dilakukan setelah lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha.
Pada kegiatan halal bihalal, orang-orang akan mengunjungi rumah keluarga dan kerabat untuk saling bersilaturahmi. Tak jarang di dalamnya juga dilaksanakan berbagai kegiatan seperti makan bersama, sungkeman, dan bagi-bagi THR.
Uniknya, tradisi halal bihalal ini ternyata hanya ada di Indonesia. Meskipun berasal dari serapan bahasa Arab, ternyata di negara Arab tidak ada tradisi ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas seperti apa sejarah, makna dan asal-usul halal bihalal di Nusantara? Berikut penjelasannya dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber.
Pengertian Halal Bihalal
Mengutip dari Jurnal Kemenag RI yang berjudul Makna Halal Bihalal, pengertian Halal Bihalal ini dapat ditinjau dari 3 pendekatan, yakni secara bahasa, secara hukum, dan pendekatan Al-Quran.
Dari segi bahasa (linguistik) istilah halal bihalal berasal dari bahasa Arab "Halla atau Halala". Kata ini memiliki banyak arti seperti menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku atau melepaskan ikatan yang membelenggu.
Kata ini kemudian telah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam KBBI, halal bihalal merujuk pada hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan.
Secara istilah pengertian halal bihalal adalah kegiatan saling bermaaf-maafan atas kesalahan atau kekhilafan di masa lalu setelah lebaran. Dengan menjaga silaturahmi ini, dapat mengubah hubungan sesama manusia dari benci menjadi senang, sombong menjadi rendah hati dan dari dosa menjadi terbebas dari dosa.
Pengertian Halal Bihalal Menurut Hukum Fiqih
Pendekatan kedua yakni pengertian halal bihalal menurut kaidah hukum Islam (Fiqih). Dalam fiqih Islam, kata halal adalah lawan dari kata haram.
Halal adalah sesuatu perbuatan yang diperbolehkan. Sedangkan haram adalah perbuatan yang harus ditinggalkan dan jika dilakukan akan melahirkan dosa dan siksaan.
Dengan demikian, secara hukum makna halal bihalal adalah perbuatan yang mengubah kondisi yang tadinya haram atau berdosa akibat saling membenci menjadi halal dan tidak berdosa lagi setelah bermaaf-maafan.
Pengertian Halal Bihalal Menurut Tinjauan Al-Quran
Berdasarkan tinjauan di dalam Al-Quran, kata halal banyak dirangkaikan dengan kata "kuluu" yang artinya "makanlah" dan kata "thayyibah" yang artinya "baik dan menyenangkan".
Dengan kata lain, Al-Quran menuntut agar setiap pekerjaan yang dilakukan manusia haruslah sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak. Karena itulah setiap manusia harusnya saling memaafkan dan mengikhlaskan satu sama lain agar tidak ada yang dirugikan.
Halal Bihalal Sebagai Contoh Integrasi Bangsa
Dari semua pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian halal bihalal adalah kegiatan menyambung kembali tali silaturahmi yang pernah putus dan menjalin hubungan yang baik satu sama lain secara terus menerus. Sehingga apa yang tadinya menjadi haram dan berdosa kini menjadi halal kembali.
Namun tak cuma dalam hubungan antar kerabat maupun keluarga, tradisi halal bihalal juga dapat menjadi sarana untuk menjalin Integrasi antar Bangsa dan Negara.
Dikutip dari laman UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Ahman Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN SGD Bandung, menyebutkan bahwa halal bihalal menuntut orang-orang agar menyambung hubungan yang putus, mewujudkan keharmonisan dari sebuah konflik, dan berbuat baik secara berkelanjutan.
Pesan yang berupaya diwujudkan melalui tradisi halal bi halal bukan sekadar saling memaafkan, tetapi mampu menciptakan persatuan di antara anak bangsa sehingga tercipta peneguhan negara. Karena itu, halal bihalal bukan sekadar tradisi keagamaan, tetapi juga kemanusiaan, kebangsaan, dan kemaslahatan bersama.
Sejarah dan Latar Belakang Halal Bihalal di Nusantara
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, tradisi halal bihalal ini hanya ada di Indonesia dan tak ditemukan di negara lain bahkan di Mekkah dan Madinah. Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur'an (1999) menyebutkan, ini adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara.
Melansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI, terdapat beberapa versi tentang asal-usul dan sejarah tradisi halal bihalal di bumi Nusantara.
Konon, kegiatan halal bihalal ini sudah ada sejak masa Mangkunegara I, lahir 08 April 1725, atau yang dikenal dengan Pangeran Sambernyawa. Kala itu, setelah shalat Idul Fitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan dengan para raja, punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.
Pada pertemuan tersebut dilakukan pula tradisi sungkeman dan saling bermaaf-maafan satu sama lain. Semua punggawa dan prajurit melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri sebagai bentuk penghormatan dan permohonan maaf.
Sumber lain juga menyebutkan tradisi halal bihalal bermula dari para pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari Solo sekitar tahun 1935-1936. Kala itu, martabak masih menjadi makanan baru bagi masyarakat Indonesia.
Para pedagang martabak ini mempromosikan dagangannya dengan kata-kata 'martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal'. Sejak saat itulah istilah halal bihalal mulai populer di masyarakat Solo.
Masyarakat kemudian menggunakan istilah ini berbagai kegiatan lain di Sriwedari hingga acara silaturahmi di hari lebaran.
Selanjutnya, ada pula versi lain yang menyebutkan bahwa kata halal bihalal diperkenalkan oleh KH Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1948. Ia adalah seorang ulama pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
KH Wahab memperkenalkan istilah halal bihalal kepada Bung Karno sebagai bentuk silaturahmi antar-pemimpin politik. Hal ini karena pada masa itu kondisi nasional masih dalam konflik dengan Belanda.
Atas saran KH Wahab, Presiden Soekarno kemudian mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara pada hari raya Idul Fitri tahun 1948. Pertemuan itu pun diberi judul "Halal Bihalal".
Di dalam acara tersebut, para tokoh politik duduk bersama dalam satu meja untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depannya.
Setelahnya, berbagai instansi pemerintah pun menyelenggarakan acara halal bihalal. Tradisi halal bihalal pun akhirnya menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia secara luas.
Tujuan Halal Bihalal
Hingga kini acara halal bihalal pun rutin dilakukan. Tak cuma di kalangan keluarga, tapi bahkan hingga sekolah dan organisasi.
Tujuan dilaksanakannya acara halal bihalal menurut Prof Quraish Shihab sebagaimana dikutip dari laman MUI yakni untuk menyambung silaturahmi yang tadinya putus menjadi terikat kembali. Hal ini sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Barangsiapa ingin lapangkan pintu rizqi untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahmi." (HR Bukhari)
Tradisi halal bihalal yang banyak dilakukan masyarakat Indonesia setelah Idul Fitri ditandai dengan saling bersalaman dan mengucapkan mohon maaf lahir bathin. Hal ini akan mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah SWT.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
"Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah." (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)
(urw/ata)