Brigjend TNI Feryanto Marpaung resmi purnabakti dari jabatannya sebagai Komandan Lantamal X Jayapura. Feryanto mengadopsi 4 balita sejak mengemban tugas di wilayah Papua selama 1 tahun 10 bulan.
"Saya ini memiliki 4 orang anak. Namun sejak bertugas di Papua, anak saya bertambah menjadi 8 orang. Ini adalah kado terindah dalam hidup, sejak bertugas sebagai TNI," ungkap Brigjend Feryanto dalam apel exit briefing pelepasan Danlantamal X di Kota Jayapura, Senin (17/4/2023).
Feryanto pun membawa keempat anak balita yang diadopsinya itu di hadapan ratusan prajurit TNI AL di Lantamal X. Dia didampingi istrinya, Meery Kresna Karamoy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mengadopsi mereka ada historinya. Ini adalah jalan Tuhan, sekali lagi mereka ini adalah kado terindah sejak saya berkarier dan bertugas sebagai perwira TNI," imbuhnya.
Feryanto menyebut keempat anak adopsinya itu masing-masing bernama Jeanette (3 tahun), Debora (1,7 tahun), Vilo (1,4 tahun) dan Rico (7 bulan). Keempat anak tersebut dia adopsi selama berkunjung ke berbagai panti asuhan.
"Ceritanya begini sejak bertugas di Jayapura, memiliki program jalan-jalan ke panti asuhan membawa para perwira dan terkadang pribadi bersama keluarga dan membantu mereka, sesuai dengan kemampuan kita," ungkap Feryanto.
Awalnya, anak pertama yang diadopsi yakni Debora. Bayi perempuan berusia 7 bulan itu ditemui saat istri Feryanto berkunjung ke panti asuhan.
"Lalu ketika saya sedang perjalanan dinas ke Jakarta, istri saya pergi ke Panti Asuhan Heloroy dan melihat satu anak di lantai dengan kondisi nangis dan ternyata sedang sakit," ungkapnya.
Balita itu pun diputuskan dirawat ke RS Angkatan Laut karena diketahui menderita malaria stadium 4 thresiana dan batuk parah. Keinginan untuk mengadopsi anak itu pun muncul setelah anak itu sembuh usai dirawat seminggu.
"Tak lama berselang saya kepikiran untuk meminta kepada pengurus panti mengadopsinya. Lalu kami diizinkan dan ditetapkan melalui pengadilan, lalu memberikannya nama Debora Nauli Marpaung kini usianya sudah 1 tahun 7 bulan," jelasnya.
Menurutnya, bayi asal Pania, Papua itu menderita stunting. Ayah kandung Debora meninggal sejak ia masih berada dalam kandungan.
"Saya tanya riwayatnya sampai masuk panti dengan kondisi bayi, ternyata ketika didalam kandungan bapak meninggal karena COVID. Setelah lahir, ibunya saat itu merasa tidak mampu membesarkannya, akhirnya diserahkan panti dan setelah itu tak pernah melihatnya," ujarnya.
Feryanto melanjutkan, anak kedua yang diadopsi yakni Jeanette. Balita perempuan berusia 3 bulan itu ditemui di Panti Asuhan Karya Anak Perdamaian.
Balita yatim piatu itu diserahkan oleh tantenya ke panti asuhan karena menderita gizi buruk. Balita asal Yahukimo itu juga sempat dibawa Feryanto ke rumah sakit sebelum akhirnya diadopsi.
"Setelah sehat saya bawa lagi ke rumah sekitar 2 bulan. Karena takut dia sakit lagi kalau diserahkan panti, kemudian saya putuskan untuk mengadopsinya dan kemudian disetujui oleh panti," imbuh Feryanto.
Selanjutnya anak ketiga yang diadopsi bernama Vilo saat kunjungan di Panti Asuhan Karya Anak Perdamaian. Balita berusia 1 tahun 2 bulan itu juga diadopsi usai dirawat karena terkena virus pada paru-parunya.
Menurut Feryanto, Vilo belakangan diputuskan diadopsi bersama adiknya bernama Rico yang berusia 7 bulan. Vilo dan Rico merupakan balita asal Wamena.
"Ternyata Vilo ini ditaruh oleh ibunya ke panti bersama adiknya yang masih berusia 7 bulan, lantaran bapaknya sudah meninggal. Dia ini orang Wamena-Keerom. Akhirnya kalau saya bawa Ucok ini terpisah dari adeknya. Jadi saya tidak tega, tidak manusiawi. Akhirnya sekalian saja bawa dua-duanya," paparnya.
Feryanto menegaskan anak kandungnya pun menerima kehadiran empat anak adopsi asal Papua itu. Dia menegaskan, keempat balita asal Papua itu akan dirawat.
"Jadi mereka ini bukan sekadar diadopsi, melainkan menjadikan mereka seperti anak kandung. Saya tidak akan membeda-bedakan mereka," jelasnya.
(sar/ata)