Shalat Kafarat hari jumat terakhir bulan Ramadhan menjadi pertanyaan bagi banyak umat muslim. Lantas apakah shalat kafarat ini ada tuntunannya dalam islam?
Shalat Kafarat disebut juga dengan shalat al-bara'ah yakni shalat yang diperuntukkan untuk mengganti shalat fardhu yang pernah ditinggalkan atau yang tidak sah pada masa lalu. Shalat ini biasanya dikerjakan usai shalat Jumat, pada hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan.
Shalat Kafarat dikerjakan sejumlah rakaat shalat fardhu. Yakni lima kali waktu shalat (Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh) berjumlah 17 rakaat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas bagaimana hukumnya shalat kafarat ini menurut para ulama? Benarkah shalat ini dapat mengganti shalat yang pernah tertinggal selama 70 tahun?
Dalil tentang Shalat Kafarat
Mengutip dari laman Tebuireng Online, dalil yang dijadikan acuan terkait shalat kafarat ini adalah sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi sebagai berikut:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من فاتة صلاة فى عمرة ولم يحصها فليقم فى اخر جمعة من رمضان ويصلى اربع ركعات بتشهد واحد يقرا فى كل ركعة فاتحة الكتاب وسورة القدر خمسة عشر مرة وسورة الكوثر خمسة عشر مرة
Artinya: "Nabi Muhammad bersabda, 'Barang siapa yang selama hidupnya pernah meninggalkan shalat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka shalatlah di hari Jum'at terakhir bulan Ramadhan sebanyak 4 rakaat dengan 1 kali tasyahud, dan setiap rakaat membaca 1 kali surat al Fatihah kemudian surat al Qadar 15 kali dan surat al Kautsar 15 kali.'"
Selain itu ada pula hadits lain yang diriwayatkan oleh Khalifah Abu Bakar As-Sidiq, sebagai berikut;
قال ابو بكر سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول هذة الصلاة كفارة اربعمائة سنة حتى قال على كرم الله وجهه هي كفارة الف سنة قالوا يا رسول الله صلى الله عليه وسلم ابن ادم يعيش ستين سنة او مائة سنة فلمن تكون الصلاة الزائدة قال تكون لإبوية و زوجتة و لإولادة فأقاربة و اهل البلد.
Artinya: "Khalifah Abu Bakar as Sidiq berkata, "Saya telah mendengar Rasulullah SAW, beliau bersabda shalat tersebut sebagai kafarat (pengganti) shalat 400 tahun. Dan menurut Sayidina Ali ibn Abi Thalib shalat tersebut sebagai kafarat 1000 tahun. Maka bertanyalah para sahabat: "Umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya?". Rasulullah SAW menjawab, "Untuk kedua orang tuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang di lingkungannya."
Perbedaan Pendapat Para Ulama Terkait Shalat Kafarat
Mengenai shalat kafarat ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Sebagian ulama memperbolehkan shalat tersebut, sementara sebagian lainnya mengharamkannya.
Melansir NU Online, Syekh Fadl bin Abdurrahman telah mengumpulkan perbedaan pendapat para ulama tersebut dalam kitabnya, Kasyf al-Khafa' wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Bara'ah min al-Ikhtilaf.
Pandangan yang Membolehkan Shalat Kafarat
Beberapa ulama yang membolehkan amalan shalat kafarat ini diantaranya Syekh Sulaiman al-Jamal, Sayyidi Syekh Fakr al-Wujud Abu Bakr bin Salim, Habib Ahmad bin Hasan al-Athas, al-Imam Ahmad bin Zain al-Habsyi, Syekh Abdurrahman bin Syekh Ahmad Bawazir dan lainnya. Beberapa alasan mereka memperbolehkan Shalat Kafarat ini antara lain;
- Mengacu pada pendapat al-Qadli Husain yang membolehkan meng-qadha shalat fardhu yang pernah ditinggalkan atau diragukan.
- Tidak ada orang yang dapat memastikan apakah shalatnya yang telah dikerjakan itu dianggap sah oleh Allah SWT. Terlebih lagi shalat yang terdahulu.
- Larangan terkait shalat kafarat ini disandarkan pada kekhawatiran jika shalat tersebut cukup untuk mengganti shalat selama setahun. Sehingga jika kekhawatiran itu hilang, maka hukum haramnya pun hilang.
- Alasan mengikut amaliyyah yang telah dilakukan oleh para pembesar ulama dan para wali Allah yang ahli makrifat. Hal ini sudah cukup menjadi hujjah dibolehkannya shalat kafarat ini.
Pendapat yang Mengharamkan Shalat Kafarat
Beberapa ulama yang mengharamkan Shalat Kafarat ini seperti Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Syekh Bamakhramah dan lainnya. Adapun alasan shalat ini dilarang diantarnya;
- Tidak ada tuntunan yang jelas mengenai shalat kafarat dari hadits nabi atau kitab-kitab syari'ah. Sehingga melaksanakannya termasuk isyra'u ma lam yusyra' (mensyariatkan ibadah yang tidak disyari'atkan) atau ta'athi bi 'ibadatin fasidah (melakukan ibadah yang rusak).
Adapun dalil yang disebutkan di atas sebagai acuan shalat kafarat, oleh Ustadz Yusuf Suharto, disebutkan bahwa hadist tersebut adalah hadits maudhu'. Yaitu hadits palsu yang dan tidak ada berkaitan sanad dengan Nabi.
Menurut para ulama, ketika sebuah amalan bersumber dari hadits maudhu', maka amalan tersebut tidak boleh dikerjakan.
Mengutip laman MUI Jatim, Syaikh asy-Syaukani berkata:
ﻫﺬا: ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻻ ﺇﺷﻜﺎﻝ ﻓﻴﻪ ﻭﻟﻢ ﺃﺟﺪﻩ ﻓﻲ ﺷﻲء ﻣﻦ اﻟﻜﺘﺐ اﻟﺘﻲ ﺟﻤﻊ ﻣﺼﻨﻔﻮﻫﺎ ﻓﻴﻬﺎ اﻷﺣﺎﺩﻳﺚ اﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ﻭﻟﻜﻨﻪ اﺷﺘﻬﺮ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ اﻟﻤﺘﻔﻘﻬﺔ ﺑﻤﺪﻳﻨﺔ ﺻﻨﻌﺎء ﻓﻲ ﻋﺼﺮﻧﺎ ﻫﺬا ﻭﺻﺎﺭ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﻭﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﻦ ﻭﺿﻌﻪ ﻟﻬﻢ. ﻓﻘﺒﺢ اﻟﻠﻪ
Ini adalah hadis palsu. Tidak ada kejanggalan di dalamnya. Tidak aku temukan sedikitpun dalam kitab yang menghimpun hadis-hadis palsu. Hal semacam ini masyhur dilakukan oleh orang-orang yang mengaku ahli fikih di kota Sana'a di masa kami ini. Banyak dari mereka yang melakukannya. Aku tidak tahu siapa yang memalsukannya. Semoga Allah memperlakukan buruk pada mereka (al-Fawaid al-Majmu'ah 1/54) - Mengkhususkan shalat kafarat pada hari jumat terakhir bulan Ramadhan tidak memiliki dasar yang jelas dalam syari'at.
- Keterangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menyebutkan;
وأقبح من ذلك ما اعتيد في بعض البلاد من صلاة الخمس في هذه الجمعة عقب صلاتها زاعمين أنها تكفر صلوات العام أو العمر المتروكة وذلك حرام أو كفر لوجوه لا تخفى
"Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di jumat ini (jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar." (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz.2, halaman 457)
Buya Yahya, dalam kanal Youtube Al-Bahjah TV mengutip pendapat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami tersebut menyebutkan bahwa shalat kafarat hukumnya sangat diharamkan.
Shalat Kafarat Tidak Bisa Mengganti Shalat Fardhu
Demikian perbedaan pendapat para ulama terkait shalat kafarat tersebut. M. Mubasusu Arum Bih, dari NU Online, menuliskan, perbedaan ini masing-masing memiliki argumen yang dapat dipertanggungjawabkan.
Namun dalam hal ini, satu hal perlu ditegaskan bahwa Shalat Kafarat tidak bisa mengganti shalat yang telah ditinggalkan selama setahun. Hal ini disepakati oleh semua ulama.
Shalat fardhu yang telah ditinggalkan, baik sengaja maupun lupa, haruslah diganti satu persatu. Adapun shalat kafarat hanya langkah antisipasi saja.
Penjelasan Tentang Meng-qadha Shalat
Adapun shalat yang dulunya telah tertinggal, hukumnya wajib untuk diganti (qadha). Hal ini dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW.
Dari Anas bin Malik Rasulullah SAW bersabda,"Barang siapa yang lupa (melaksanakan) suatu sholat atau tertidur dari (melaksanakan)nya, maka kafaratnya (tebusannya) adalah melakukannya (mengqadha) jika dia telah ingat." (HR. Bukhari Muslim).
Selain itu, dalam kitab al Fikih alaa Madzaahib al Arba'ah karya Syaikh Abdurrahman al Jaziri dijelaskan, sebagai berikut:
"Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (ulama Hanafi, Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin baik shalat yang ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) atau tidak.
Sedangkan menurut ulama madzhab Syafi'i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya udzur dan bila karena udzur, qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin.
Dalam hal ini dijelaskan dalam kitab Majmu' syarh al Muhadzab fi fikih as Syafi'i karya al Imam Nawawi sebagai berikut: "Orang yang wajib atasnya shalat namun melewatkannya, maka wajib atasnya untuk mengqadha'nya, baik terlewat karena udzur atau tanpa udzur. Bila terlewatnya karena udzur boleh mengqadha'nya dengan ditunda namun bila dipercepat hukumnya mustahab".
Demikianlah penjelasan tentang Shalat Kafarat pada Jumat terakhir Ramadhan. Semoga bermanfaat!
(edr/alk)